The Beginning || Journey to LOD World

86 7 14
                                    

Tidak tahu berapa lama waktu berlalu ditengah tubuh mati rasa, barangkali sungguh tidak bisa selamat

Йой! Нажаль, це зображення не відповідає нашим правилам. Щоб продовжити публікацію, будь ласка, видаліть його або завантажте інше.

Tidak tahu berapa lama waktu berlalu ditengah tubuh mati rasa, barangkali sungguh tidak bisa selamat. Kematian adalah jawaban terbaik dari kehampaan degup yang melemah. Agaknya tidak akan kembali, tarikan napas sudah terlalu tipis tuk diraba. Pendeteksi kehidupan pun nyaris menyerah, garis lurus seperti ingin membentang sampai akhir.

Seharusnya, mungkin sudah selesai sampai disini. Kehampaan ini rasanya tidak terlalu menyulitkan, tetapi tidak mudah juga. Bahkan disaat udara realitas pada akhirnya kembali terangsang, tubuh tetap terasa berbeda. Seperti ada yang lepas, seperti ada yang tertinggal.

Baiknya, tekanan nyeri itu tidak lagi terasa manakala mata berupaya tuk terbuka. Penciuman tak dapat berbohong, aroma obat-obatan segera menusuk. Dimana kala plafon putih tertangkap retina, tempat ini tidak asing. Pun tak perlu menyulut terkejut, ia ingat bagaimana diri bisa berakhir di ruangan ini.

Syukurlah, agaknya ia selamat. Meski rasanya sempat berpikir bahwa.. ia akan mati.

Atensi yang bergulir, segera menemukan eksistensi seseorang—duduk di kursi sisi brankar, wajahnya tersembunyi di tepi kasur tepat di sisi tubuhnya. Ia melihat, tangannya digenggam erat—bahkan menjadi labuhan persembunyian wajah. Tetapi..

.. ia tidak bisa merasakan sentuhannya.

Ah, barangkali tubuhnya masih kebas. Jadi masih belum sempurna dapat mengontrol sentuhan, atau rasa sakit yang lain.

Di sofa sisi kiri pintu ruangan, ia pun bisa melihat presensi yang lain. Duduk meluruh pada sofa headboard, wajah yang menengadah dengan sebelah tangan menutup mata. Seperti posisi istirahat, tetapi nampak tidak baik. Pria itu terlihat kacau—baik penampilan, maupun seraut. Tangan kemeja tergulung tidak teratur sebatas siku, serta jejak kusut di beberapa bagian kemeja. Lelah, cemas dan frustasi teraba jelas menumpuk di wajahnya.

Maka ia tergerak tuk bangkit dari baringan. Meski terlalu sadar jika diri dipenuhi alat-alat medis yang menempel, tetapi.. tubuh terasa ringan. Bisa bergerak dengan bebas, seperti tidak ada apapun yang menahan. Sakit pun sungguh tak terasa barang sedikitpun, setidaknya melegakan.

Tetapi realita menarik kepekaannya tuk segera tersadar, bahwa ini akan menjadi mimpi buruk baginya.

Apakah ini ilusi?

Transparan. Seperti cermin tembus pandang, atau mungkin seperti asap yang bisa enyah kala ditepis. Tangan yang ditarik dari genggamanpun, sial.. meninggalkan jejak. Seperti bias bayangannya saja yang tertarik, sementara tangan—entah itu nyata atau fatamorgana—masih setia dalam kungkungan tangan wanita itu. Arah belakang yang diburu guna memastikan, semakin menghantam akal sehatnya tuk meninggalkan logika.

Sial! Zeano, apa yang terjadi dengan tubuhmu!?

Seisak tangisan samar menarik kesadaran tuk kembali, dimana ia melihat bahu wanita itu terguncang kecil. "Maaf, Bunda tidak bisa menjadi orangtua yang baik untuk kalian." Lirihan itu.. terdengar menyakitkan sekali.

Soul JourneyWhere stories live. Discover now