Alan menautkan dasi berwarna gelapnya lalu mengambil jasnya yang sudah tergeletak di atas tempat tidur. Setelah keluar dari kamarnya matanya langsung tertuju ke arah ruang tengah. Alan mengerjap dan memperjelas penglihatannya meyakinkan diri bahwa ia tidak berhalusinasi. Pasalnya sudah satu jam yang lalu Jian berpamitan untuk kembali pulang, tidak seharusnya dia masih berada di ruang tengah—berdiri kaku dengan pandangan kosong tanpa dosa.

Alan jalan mendekat setelah yakin penglihatannya tidak salah, Jian yang sejak tadi balik memperhatikannya kini memandang Alan dengan kikuk, tak tahu bagaimana memulai pembicaraan.

"Kenapa masih disini?" Tanya Alan.

"Begini, maaf tapi pintunya—" Jian menunjuk ke arah pintu.

Tanpa meneyelesaikan kalimatnya Alan langsung paham. Pemuda itu tertawa sekilas membayangkan bagaimana Jian kebingungan menggunakan fitur smart door untuk membuka pintu apartemennya.

"Kau ikut saja bersamaku, aku akan mengantarmu pulang" Alan berjalan menuju dapur, hendak membuat sarapan singkat yang selalu ia lakukan setiap hari.

"Apa? Jangan" Jian menolak sambil mengikuti langkah Alan dari belakang.

"Rumahmu searah dengan kantorku" kata Alan sambil menuangkan sekotak jus ke dalam gelasnya.

"Kau ingin sarapan apa?" Alan sedikit menoleh ke arah Jian dari atas bahunya kemudian kembali fokus menata sebuah roti di piringnya.

"Aku tidak biasa sarapan" jawab Jian.

Pemuda yang wajahnya masih terlihat kebiruan itu membeku memperhatikan Alan dari belakang. Sosok itu kembali terlihat menjadi pria matang dan dingin meskipun sikapnya kini sedikit lebih bersahabat.

Sedikit, hanya sedikit.

Jian harus kembali menunggu Alan untuk sarapan selama lima belas menit setelah itu mereka akhirnya keluar bersama menuju basement. Jian mengikuti Alan dari belakang menuju sebuah mobil sedan yang berbeda dengan mobil Alan semalam. Seseorang supir sudah menunggu mereka lalu membukakan pintu belakang untuk Alan, sementara Jian langsung berisiatif untuk duduk di kursi penumpang bagian depan.

Tak ada pembicaraan apapun selama mereka di dalam mobil. Alan sejak tadi sibuk dengan iPad-nya dan Jian hanya terdiam memikirkan apa yang akan terjadi saat ia bertemu dengan Nina dan Jim di rumahnya.

Alan dan supirnya mengantarkan Jian tepat di depan area rumahnya. Setelah mengucapkan terima kasih, Jian turun dan bersiap untuk kembali masuk ke dalam rumah terkutuknya.

Nina saat itu berada di depan teras rumahnya, terlihat tengah bersiap untuk pergi ke tempat binatu—tempat ia bekerja. Kedua mata wanita itu menatap tajam ketika Jian muncul, Jian yakin akan ada sumpah serapah yang akan keluar sebentar lagi dari mulut wanita itu.

"Kenapa kau kembali?" Nina bertanya dengan penuh penekanan.

"Aku sudah bilang dia akan datang saat dia lapar" sosok antagonis utama kemudian muncul dari dalam rumah.

Jim membawa sebuah tas ransel besar yang Jian kenali sebagai miliknya lalu melemparnya ke luar.

"Kau tidak perlu mengemas semua barangmu lagi, kami sudah memasukkan semuanya ke dalam tas itu" Jim berteriak.

Jian buru-buru meraih tasnya, membuka risleting dan memeriksa semua barang di dalamnya. Ransel itu hanya terisi penuh beberapa pakaian tanpa ada satupun barang berharga milik Jian yang sejak dulu ia simpan di dalam lemari pakaiannya.

Jian beranjak menerobos masuk melewati Jim dan masuk ke dalam kamarnya. Dengan gerakan terburu-buru ia membuka lemari pakaiannya, mencari sebuah kotak berisi uang simpanan, hadiah jam tangan dari Gemma dan sebuah laptop yang ia dapatkan dari gaji pertamanya. Sayangnya semua barang itu tidak ada dan Jian yakin Jim sudah mengambilnya lebih dulu.

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now