20. Senyum Batavia

77 5 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Minal Aidin Wal Faizin
Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum, kullu 'ammin wa antum bi khair

Selamat hari raya^^

_Author-author Senyum Batavia_

Terima kasih untuk vote dan beberapa komennya, semoga dibulan kemenangan ini Senyum Batavia semakin dikenal dan banyak pembaca baru. Aamiin

Selamat membaca

Bab 20

Saat malam semakin larut dan Nando sudah pamit pulang lebih dulu, tinggal lah Zaidan dan Samudra di ruang tamu. Mereka berdua terlihat tidak bersemangat sama sekali.

"Ke Aceh yok!" ajak Samudra tiba-tiba.

"Lo kalau mau setres sendirian aja. Jangan ajak gue," jawab Zaidan sambil membuka kuacinya.

"Ke Aceh jam segini, mending lu ajak Mbak Kun yang biasanya nangkring di pohon mangga Pak Asep," lanjut Zaidan.

"Gak asik lo!" ketus Samudra sambil mengambil semua kuaci yang sudah susah payah Zaidan kumpulkan.

"Samu an-! Astaghfirullah.... Sabar Zai, sabar, orang sabar  makin ganteng," ucap Zaidan sambil mengelus dadanya.

"Ku lihat-lihat yang ada kau semakin jelek, bukannya ganteng," sahut Samudra sambil memakan kuaci yang sudah Zaidan kumpulkan sedari tadi.

"Okay, gue blacklist lo dari salah satu calon adik ipar gue!" ancam Zaidan sambil memasang wajah garang.

Samudra langsung tersedak dan buru-buru meminta maaf, dia duduk di depan Zaidan dan memegang tangannya.

"Bang Zai! Abang ganteng kok, lebih ganteng lagi kalau restuin gue sama Jihan."

Sebuah senyum polos terbit dari bibir Samudra, membuat Zaidan langsung merinding dan menarik tangannya, dia dengan cepat naik ke atas sofa dan memeluk tubuhnya.

"Gila lo! Jaga jarak dari gue. Ih geli, parah sih!" Zaidan misuh-misuh sambil menatap tajam ke arah Samudra.

"Gak bakal, sebelum lo hapus gue dari blacklist sebagai calonnya Jihan!" tegas Samudra, dia masih duduk di depan Zaidan seperti sambil menatap Zaidan dengan tatapan memelas.

"Sadar kalian beda keyakinan."

Satu kalimat dari Zaidan membuat jantung Samudra terasa sakit karena luka tak kasat mata yang tidak berdarah. Tembok mereka sangat tinggi, andai Samudra memilih untuk menghancurkan tembok itu akankah dia bisa bersama dengan adik sahabatnya itu?

"Lo kalau ngomong suka bener. Gue sadar kok, tapi gue maunya pura-pura gak sadar." Helaan napas keluar dari bibir Samudra, dia akhirnya kembali duduk di atas sofa.

"Kok lo masih mau temenan sama gue? Padahal lo tau gue suka sama adik lo," tanya Samudra meski terlihat santai, namun ada keseriusan dalam nada bicaranya.

"Inget aja sih, kita udah temenan bukan satu atau empat tahun. Tapi udah belasan tahun, rugi banget kalau gue buang persahabatan kita hanya karena lo suka sama adik gue. Yah, meski kadang gue khawatir sih," jawab Zaidan dengan serius. Dia mengambil lagi kuaci yang tersisa dan membukanya, kali ini langsung di makan karena tidak ingin Samudra merebutnya lagi.

"Wahh jadi terharu deh," balas Samudra dengan wajah datar. Zaidan hanya melirik kesal kearah sahabatnya itu.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan lo?" Samudra bertanya, rasa penasarannya kini terusik.

"Apanya?" tanya Zaidan sambil mengangkat alisnya bingung.

"Kan lo baru di tolak sama cewek incaran lo. Selanjutnya lo mau ngapain? Cari yang lain? Atau usaha lagi?" Samudra bersandar pada bantalan sofa sambil menunggu jawaban dari Zaidan.

"Hmm.... Entahlah, gue gak mungkin maksa seseorang demi diri gue sendiri."

𓅪𓅪𓅪

Aira terbangun dari tidurnya, dia sudah mencoba untuk kembali tidur, tapi tidak bisa. Karena merasa bosan dan sulit untuk kembali tidur, Aira memutuskan untuk membuka aplikasi yang sengaja tidak dia buka sebelum liburan semester.

"Cuman semalam aja gapapa, Ai. Besok diarsip lagi nih apk," ujar Aira pada dirinya sendiri.

Aira mulai tenggelam dalam deretan huruf yang tersusun menjadi sebuah bacaan yang menarik. Sesekali dia akan mengomentari cerita yang sedang dia baca. Karena terlalu asyik, dia sampai lupa waktu. Tanpa Aira sadari, dia sudah bergadang sampai adzan subuh berkumandang. "Cepet banget," heran Aira yang melirik jam dinding.

Walau bacaannya belum selesai, Aira memilih untuk mandi karena dia yakin setelah ini rasa kantuk akan datang menghampirinya. Dengan mandi, rasa kantuk akan sedikit berkurang.

Seperti biasa, selesai sholat dan membaca Al-Qur'an Aira membereskan buku-buku kuliah yang akan digunakannya hari ini. Setelah itu, keluar kamar dan membantu Bunda Zahra seperti aktivitas biasanya.

"Bunda, ada yang bisa Ai bantu?"

Bunda Zahra menoleh dan melihat ke arah Aira. "Ai kenapa itu matanya bengkak terus ada kantung mata gitu? Ai nangis?"

Aira langsung menggeleng dan menjawab dengan tegas, "Aira bergadang semalam belum ada tidur."

"Galau?" tanya Zero yang baru datang. "Kalo suka kenapa nolak? Aneh ya kamu, Ai."

"Hah?" Aira yang tidak mengerti perkataan kakaknya hanya melongo.

"Kenapa Ai harus galau? Nolak? Ai nolak siapa emangnya?

Ayah Ravin dan Bunda Zahra hanya saling pandang, memilih untuk menjadi menonton, dan membiarkan adik-kakak itu tanpa memihak salah satunya.

"Bang Zai," jawab Zero dengan singkat padat dan jelas.

"Oh!" Aira mengangguk paham tanpa ada niatan untuk membalas. Biarlah kakaknya berpikir bahwa dia sedang galau karena abang dari Jihan. Aira tidak mau repot-repot menjelaskan pada Zero akan hal yang sebenarnya.

Melihat Aira yang hanya mengangguk saja, sedikit membuat Zero kesal. Dia bingung pada adiknya. Kenapa menolak Zaidan? Laki-laki yang menurut Zero adalah laki-laki yang sempurna, bahkan masuk kriteria calon suami idaman. Namun, Aira justru langsung menolaknya tanpa berpikir ulang. "Jangan sampai menyesal, Ai."

"Ai enggak akan nyesel, Kak. Jodoh udah di atur sama Allah. Siapa pun jodoh Ai nanti, kalo Allah izinkan bertemu di dunia. Pasti bakal ketemu kok. Sekarang Ai mau fokus sama pendidikan Ai dulu," jawab Aira dengan nada yang lembut tapi juga tegas.

Wah!
Mereka bakal bersatu ga ya? Samu-Jihan beda agama, Zai ditolak Ai.

Heran deh! Yang sat set kayak Zaidan aja di tolak, apalagi yang ngajak pacaran ya?^^

Ayo ketik doa terbaik kalian untuk dia couple ini!!!

Senyum Batavia [END]Where stories live. Discover now