04. Senyum Batavia

119 10 3
                                    

Bab 4

Jam sudah menunjukan pukul 20:39 WIB. Kantor mulai sepi, satu persatu karyawan memilih pulang dan beristirahat di rumah dengan menghabiskan waktu bersama orang terkasih mereka. Namun, itu tidak berlaku untuk Zaidan yang tinggal sendirian, jari jemarinya sibuk menari di atas keyboard laptop miliknya. Dia terlihat sangat fokus sampai tidak mendengar suara ketukan pintu.

“Zai!” panggil seseorang yang berdiri di depannya sambil bersedekap dada dan memandang kesal kearahnya.

“Hem?”

“Ayo pulang!” ajak orang tersebut.

“Lo duluan,” jawab Zaidan sambil melirik orang di depannya.

“Nggak bisa. Gue tunggu di sini sampe 10 menit.” Orang itu berjalan ke arah sofa dan duduk dengan santai.

“Kalo nggak.... Lo bakal gue seret.” ancam orang itu sambil melonggarkan dasinya yang terasa mencekiknya sedari tadi.

“Serah,” jawab Zaidan dengan singkat.

Setelah percakapan itu, mereka sama-sama diam dan sibuk dengan aktivitas masing-masing. Zaidan yang masih sibuk dengan laptopnya dan orang tadi yang sibuk dengan ponselnya. Sepuluh menit pun berlalu, sepuluh menit serasa satu jam.

“Oi! Udah 10 menit nih. Jangan sampe lo, gue seret!” desak orang tersebut yang sudah kehabisan kesabaran menunggu Zaidan.

“Sabar dikit napa," ucap Zaidan sambil menutup laptopnya. Dia mulai merenggangkan badannya, dan sedikit melonggarkan dasi yang membuatnya terasa sesak.

“Tumben lo kesini?" heran Zaidan.

“Kalo nggak di suruh Nando, mana mau gue jemput lo kesini.” jawabnya dan hanya di balas "𝘰𝘩" oleh Zaidan.

Mereka keluar dan berjalan dengan santai, tanpa ada percakapan. Berbeda ketika ada Nando yang berisik dan suka bercerita hal random.

Dua manusia ini, memiliki sifat pendiam dan bicara seperlunya saja. Tapi, tidak membuat mereka menjadi canggung. Mereka dekat dengan caranya mereka sendiri.

“Sam!" panggil Zaidan dengan pelan. Dia menatap rumit ke arah pria yang berjalan di depannya itu. Tapi pria itu acuh dan terus melanjutkan jalannya ke arah mobil di tempat parkir.

“Lo masih marah sama gue?” tanya Zaidan ragu.

Pertanyaan tersebut membuat pria bernama Samudra itu berhenti. Dia menatap Zaidan lalu terkekeh, “Emang gue pernah marah sama lo?” Samudra bertanya balik, tanpa menunggu respon dari Zaidan dia langsung masuk ke mobilnya.

Sedangkan Zaidan hanya bisa diam menatap Samudra yang masuk lebih dulu, “Kalo gak marah. Kenapa nomor gue di blok?” heran Zaidan yang masih berdiri di samping mobil.

“Oi. Kebiasaan lo, ya. Ngelamun terus. Cepetan! Gue udah laper nih.”

Zaidan langsung masuk, “Gue kira lo udah makan.” ujar Zaidan sambil memasang sabuk pengaman.

“Nggak sempat.”

“Oh. Ngomong-ngomong, kenapa lo blok nomor gue?”

“Hah? Iyakah? Mungkin gue salah blok?”

Zaidan hanya bisa menghela nafas lelah saat mendengar jawaban yang terlihat ragu itu dari Samudra.

Mobil milik Samudra membelah jalanan kota Jakarta yang padat. Mereka kembali diam karena bingung mau membicarakan apa. Tak terasa, mereka akhirnya sampai di depan rumah Zaidan. Mereka langsung turun dari mobil dan masuk kedalam, “Lo masak aja, apa yang lo mau.” ujar Zaidan.

Senyum Batavia [END]Where stories live. Discover now