"Dia temanku, Jian—yang tadi kuceritakan," Alan masih berdiri di sisi Gemma, melirik Jian sekilas yang masih mendongak menatapnya dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Alan mengangguk sekaligus menyadarkan Jian untuk buru-buru berdiri dan mengulurkan tangan.

"Jian," tangan Jian disambut oleh Alan yang tangannya lebih lebar dan terkesan kuat.

"Alan," balas pemuda tampan itu sambil melepaskan uluran tangan Jian.

"Gemm, maaf aku harus pergi sekarang. Aku akan meminta supirku untuk menjemputmu," Alan bicara pada Gemma lalu siap-siap merogoh ponsel di kantung celananya.

"Tidak perlu, aku bisa pulang bersama Jian. Tidak apa-apa, pergi saja," Gemma menggeser posisinya agar bisa menatap Alan lebih jelas.

"Kau yakin?" Alan melirik Jian sekilas yang sejak tadi masih memperhatikannya tanpa berkedip.

"Dia sahabatku," Gemma kembali mengubah posisinya menghadap Jian.

"Oke," Alan mengedikkan kedua bahunya.

"Bawa ini, Jian sudah membuatkannya," Gemma menyodorkan satu gelas americano untuk si pemuda yang disebut atasannya itu.

Jian hanya mengawasi tingkah sahabatnya lalu bertanya-tanya dalam hati, atasan macam apa yang diperlakukan sesantai itu oleh bawahannya?

"Terima kasih," setelah Alan menerima segelas americano buatan Jian, pemuda itu pergi. Tak ada kalimat selamat tinggal pada Jian meskipun hanya tatapan selama satu detik.

"Dia atasan atau pacarmu?" Mata Jian masih tertuju pada arah pintu meskipun Alan sudah sudah menghilang sejak beberapa detik yang lalu.

"Kalau dia pacarku, kau pasti sudah tahu sebelum aku mengenalkannya padamu," Gemma tertawa.

"Jadi calon pacar? Kelihatannya lebih dekat dari sekedar rekan kerja," Jian menaikkan sebelah alisnya. Berharap mendapatkan jawaban memuaskan atas pertanyannya. Setidaknya dia akan merasa bangga jika sahabatnya berjodoh dengan pemuda tampan dan kaya.

"Dia baru bergabung di perusahaan dua bulan yang lalu, ayahnya menyuruhku untuk membantunya," Gemma menyeruput latenya lalu wajahnya mendelik—tak menyangka late milik Orion seenak itu, entah karena Jian yang membuatnya atau karena Orion memiliki racikan rahasia.

"Sebenarnya dia juniorku tapi dia atasanku—entahlah bagaimana aku menjelaskannya—intinya kami cukup dekat jadi jangan kaget dengan bagaimana aku memperlakukannya," Gemma melanjutkan kalimatnya sambil mengambil sebuah kukis dan memakannya.

"Siapa ayahnya sampai bisa menyuruhmu?" Jian bertanya sambil menoleh meja kasir untuk lagi-lagi melihat Nathan yang masih disana berdiri santai tanpa gangguan.

"Pemilik perusahaan," Gemma menghela nafas di akhir kalimatnya.

"Oh, aku paham," Jian mengangguk.

"Kenapa?"

"Karena dia sama sekali tidak kelihatan ramah," kini Jian yang menghela nafasnya.

"Kau benar, dia agak menyebalkan dan sulit diatur—meskipun kadang manis," Gemma menyunggingkan senyumnya sambil memakan kukis keduanya.

"Jadi apa tujuanmu untuk mengajaknya?"

"Tumpangan gratis," Gemma tertawa lalu memperhatikan kembali wajah sahabatnya. Si—pemuda yang sudah ia kenali selama hampir 20 tahun itu kelihatan tidak ceria seperti biasanya.

Bagi Gemma, Jian tidak banyak berubah sejak dulu. Sejak kecil Jian sudah menjadi anak yang tampan dan manis meskipun dulu tingginya tak lebih hanya sebatas bahunya. Jian dua tahun lebih muda dari Gemma dan selama mereka hidup dalam satu lingkungan, orang-orang di sekeliling mereka akan dengan mudah menyukai Jian. Pemuda itu memang menyenangkan dan menggemaskan meskipun kini tingginya sudah menjulang hingga Gemma harus mendongak hanya untuk menatapnya.

Middle Name | JAEWOO [END]Where stories live. Discover now