BAB 12: Reaksi Jiwa

15 2 0
                                    

KETIKA cahaya redup dimatikan oleh Tuhan, maka disitulah manusia terlelap dan menjadikan kasur sebagai teman semalamnya. Begitupun dengan Pram yang tertidur lelap setelah melakukan panggilan telepon bersama Nala. Pagi ini laki-laki itu sudah rapi dan sedang berada di depan pintu apartemen Nala. Menunggunya keluar, dan mereka sudah mempunyai rencana untuk jalan-jalan hari ini.

Pram, tidak menyangka kalau gadis itu tiba-tiba saja mengajaknya untuk pergi bersama. Biasanya, Pram yang selalu mengajak Nala untuk pergi walaupun hanya sekadar makan seblak di pinggir jalan. Namun, kali ini berbeda. Ia baru ingat, besok adalah hari valentine. Pram ingin sekali memberikan sesuatu kepada Nala, apa pun itu sebagai hadiah untuknya.

“Kira-kira apa, ya?”

Tidak lama orang yang ia tunggu keluar, Pram cukup terperangah melihat penampilan Nala yang berbeda dari biasanya. Seperti ... ada yang berbeda dari dirinya. Laki-laki itu bahkan tidak bisa menebak apa yang berubah dan menarik perhatiannya dari gadis itu.

“Sori, ya, Pram. Lo pasti nunggu lama,” ucap Nala sembari menutup pintu.

Rambut yang digerai, pita besar berwarna putih yang mengikat rambutnya menjadi ikonik Nala saat ini. Menggunakan dress berwarna putih dibalut sepatu pantofel putih, membuat aura karismatiknya keluar. Nala sungguh luar biasa.

“Lo kenapa ngelihatin gue segitunya?” 

Namun, tidak ada jawaban. Pram masih menatap bidadari yang tengah berdiri di hadapannya. Bahkan saat bicara, Pram seakan tidak mendengar semuanya.

“PRAM?!” teriaknya dengan kencang. Barulah laki-laki itu sadar. “Nggak gitu juga ngelihatin guenya. Gue tahu lo terpesona, kan?”

Pram mengusap wajahnya. “Idih, nggak, ya!” Ia memalingkan wajahnya karena malu.

“Nggak usah ngeles deh. Iya, gue memang cantik. Udah ah, ayo keluar!”  Gadis itu berjalan lebih dahulu meninggalkan Pram dalam diam. Perlahan senyum laki-laki itu terbit.

Nala pun tidak henti-hentinya menatap penampilan laki-laki itu. Pram definisi cowok idaman semua kalangan. Penampilannya yang sederhana, sopan, dan tidak pernah membuat ulah mampu membuat siapa saja tertarik untuk singgah di dalam hidupnya. Termasuk ... Nala?

“Sekarang kok malah lo yang ngelihatin gue?” Pram balas mengejeknya. “Em, gue tahu, gue itu memang ganteng banget.”

“Tapi gue juga punya banyak kekurangan,” ucap Nala sembari menatap Pram.

“Gue puji lo memang cantik banget hari ini. Beda banget nggak kayak biasanya.”

“Tapi satu yang kurang ....” Pram menjeda ucapannya. “Lo jomlo, hahahahah ....” Laki-laki itu lari meninggalkan Nala yang tampak sangat kesal, apalagi Pram sudah mempermainkan dirinya.

Akhirnya Nala mengejar Pram dan berusaha menangkapnya. Namun, ternyata tidak tergapai. Pram lebih dahulu masuk lift dan pergi ke lantai bawah.

“Awas ya, lo, Pram! Gue timpuk pake sepatu keras gue!”

Setelah berhasil masuk lift dan keluar, Nala langsung menuju basement mencari keberadaan laki-laki itu. Setelah menemukan mobil milik Pram Nala masuk begitu saja tanpa melihat orang di dalam.

“HEH, MAKSUD LO APA BILANG GUE JOMLO? MENTANG-MENTANG GUE BARU PUTUS!”

“Mbaknya siapa ya?” Nala yang mendengar itu langsung menengok ke arah laki-laki yang berada di kursi stir. Yang pasti, itu bukan Pram.

Anjir, kenapa gue bisa salah masuk? Nala menyembunyikan wajahnya ke arah kaca mobil, rasanya ia ingin pergi saja dari muka bumi ini. “Ma-maaf, Pak. Kirain ini mobil temen saya. Sekali lagi saya minta maaf.” Langsung keluar dengan cepat.

Pram yang berada di depan mobilnya tertawa terbahak-bahak. Kelakuan konyol sahabatnya itu sungguh di luar nalar. Wajah Nala terlihat merah sampai-sampai ia menutupnya dengan tas dan langsung masuk ke dalam mobil Pram.

“ANJIR YA LO! MALAH NGERJAIN GUE, PRAM! GUE MARAH SAMA LO!” Nala memalingkan wajahnya, ia benar-benar kesal dan marah saat ini.

“Hei, yang salah lo sendiri. Lagian main masuk mobil orang sembarangan. Gue tebak lo marahin orang yang di dalemnya, kan?”

Nala meneguk ludahnya. Bagaimana bisa Pram mengetahui itu? “Dari mana lo tahu? Sialan!”

Laki-laki itu tertawa lagi, melihat Nala kesal sangat membuatnya senang. Dengan cara inilah yang membuatnya selalu dekat dengan Nala.

Karena Nala adalah hidupnya ....

***

Nuansa out door dari Kafe Gerhana sangat indah sekali. Langit yang mulai jingga, juga senja yang sangat memukau dan menambah kencan kali ini sangat berkesan. Ralat, makan bersama kali ini sangat berkesan.

Pram masih tidak tahu apa maksud gadis itu mengajaknya makan bersama hari ini. Apalagi dengan tempat yang sangat berbeda dari biasanya, membuat Pram sangat bingung. Tetapi, ia senang sekali dengan hal ini. Walaupun bukan sebagai pasangan dan hanya sebatas teman saja, Pram akan mengenang peristiwa ini  sampai nanti. Siapa tahu nanti mereka bisa ngedate lagi dan statusnya berubah jadi pacar, hhe. Kan tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

Mereka hanya saling diam semenjak mendaratkan bokong di kursi. Baik Pram ataupun Nala sama-sama membungkam mulut masing-masing. Pram kehabisan topik untuk berbicara dengan Nala. Rasa yang berbeda hingga rasa tidak percaya, masih ia terka dengan satu pikiran. Ia sungguh mengagumi Arunala Prameswari.

“La?”

“Pram?”

“Lo aja duluan,” ucap mereka bersamaan.

“Duluan, La.”

“Pram, lo aja duluan.”

Keduanya mengembuskan napas. Pram memejamkan matanya, dan Nala menunduk. Mereka berdua tidak peka terhadap perasaannya masing-masing.

“Oke gue duluan ya.” Nala tersenyum. “Pram, makasih banyak ya buat semuanya.”

Laki-laki itu mengernyit. “Maksud Lo apa?”

Nala memegang tangan Pram, menatapnya dengan sayu merapatkan kedua tangan laki-laki itu menjadi satu. “Gue cuma mau lo bisa mencintai seseorang dengan tulus, Pram. Kesempatan buat lo bahagia masih panjang. Jangan pendek kesempatan. Tapi, panjang kesempatan. Lo paham, kan, maksud gue?” Laki-laki itu mengangguk.

“Lo jangan lupa makan yang banyak biar gemuk! Urusan naskah bisa dijeda dulu. Kalau lapar langsung makan, jangan nanti-nanti, kalau lo sakit lagi siapa yang bakal urusin lo?”

“Memangnya lo mau pergi ke mana?”

Nala tersenyum tipis. “Gue nggak ke mana-mana Pram. Gue masih di sini sama lo.”

Pram tidak paham dengan apa yang dimaksud Nala. Ia berusaha berpikir keras dan pada akhirnya tidak menemukan apa pun selain rasa penasarannya.

“Pram, gue masih di sini sama lo. Makan yuk!”

Laki-laki itu sadar kalau Nala sedang mengalihkan ucapannya. “Pram, ayo makan lagi. Mau pesen yang lain? Boleh, nanti gue yang bayar semuanya. Biar gue yang traktir lo hari ini.”

Pada akhirnya Pram hanya bisa mengikuti cerita yang Nala tulis, tetapi ia tidak bisa keluar begitu saja. Apa yang sebenarnya Nala mau? Kenapa tiba-tiba sekali ia menjadi aneh?

***

 
Sulawesi Tengah, 28 Februari 2024

Author Buluk.
 



Rumah Untuk Nala ✓Where stories live. Discover now