BAB 7: Sebuah Rencana

18 3 11
                                    

MENGUSIR rasa lelah dipikiran cukup menguras tenaganya. Nala tidak bisa menahan laparnya di tengah terik sinar matahari yang menyengat. Ia bersama Indi memutuskan makan bakso gerobak langganannya yang tidak jauh dari area kampus. Hari ini Nala ingin makan bakso dua mangkuk sekaligus, ia sudah lama tidak memakan daging berbentuk bulat itu. Untungnya, Indri dengan senang hati mau menemaninya. Memang paling the best, sih, sahabatnya ini. Walaupun kadang menyebalkan, Nala tetap menyayanginya.

“Kang samangkok deui nyah.” Nala menatap senang ke arah kuah bakso yang dituang ke mangkuk.

“Banyak amat, La? Lo lapar apa demen?” tanya Indi tidak percaya.

“Lapar gue. Lo mau nambah? Biar gue bayarin, pesen lagi sana!”

Indi menggeleng. “Kagak! Nanti gue gendut lagi, lagian udah kenyang gue.”

“Ya udah. Padahal gue lagi baik lo hari ini.”

Padahal kenyataannya tidak sama sekali. Nala hanya ingin menghibur dirinya sendiri dan melupakan kejadian terburuk di dalam hidupnya.

Tidak lama, bakso pesanannya datang. Asap yang mengepul dari panasnya kuah membuat Nala ingin segera menyantapnya. Apalagi rasa kuahnya yang segar membuat Nala ketagihan ingin terus makan.

“Enaknya bau bakso ini. Lo beneran nggak mau nih? Tawaran gue nggak datang dua kali loh!”

Sebenarnya Indi masih lapar, karena ia sedang menjaga berat badannya. Terpaksa ia harus menjaga pola makan. “Nggak, La. Lo aja yang makan.” Gadis itu tersenyum tipis. “Aduh tapi gue masih lapar lagi,” gumamnya, tetapi masih bisa didengar Nala walaupun suaranya kecil.

“Alah, diet-diet. Gue denger ya, Ra. Pesen aja sana. Daripada Lo ngiler lihat gue makan.”

Indi masih ragu. Bakso adalah makanan kesukaannya. “IYA DEH GUE PESEN LAGI! NGGAK TAHAN GUE SUMPAH! KANG PESEN SATU LAGI YA!”

Sembari menunggu pesanannya datang, Indi membuka Instagram untuk mencari hiburan. Jari jemarinya terus menggeser layar ponsel dari bawah ke atas, tatapannya terhenti pada satu postingan yang menurutnya menarik.

“Kerja di Korea?”

Nala yang sedang menikmati bakso, ikut penasaran dengan apa yang Indri lihat. Ia mencoba mendekati gadis itu. “Apaan, Ra?” tanya Nala.

“Nih lihat aja sendiri.” Memberikan ponselnya kepada Nala.

Gadis itu meraihnya dan membaca sebuah postingan yang berisikan lowongan pekerjaan di Korea. Nala terus menggeser slide demi slide, hingga matanya membulat dengan sempurna. “Gila gajinya 20 JT per bulan, lo tertarik nggak Ra?”

Indi lekas mengambil ponselnya. “Anjir, gede banget! 20 JT kali setahun aja udah dapet berapa tuh? Balik Indonesia kaya gue, La!” ucap gadis itu sembari membayangkan jika ia pulang membawa banyak uang.

“Kudu bisa bahasa Inggris sama Korea anjir!” Nala meratapi dirinya sendiri. Sudah ada kesempatan tetapi ia kurang satu spesifikasi dari syarat pekerjaan tersebut.

“Lo, kan, bisa bahasa Inggris, Nala. Apa kabar gue yang belepotan?” Indi menatap tajam sahabatnya itu.

Nala diam, benar juga. Walaupun masih belum terlalu lancar, Nala menguasai bahasa Inggris. Apa ia mencoba saja ya? Urusan diterima atau tidaknya urusan belakangan. Nala jadi bingung sekarang.

“Yeay bakso gue datang. Makasih Kang.” Setelah baksonya datang, Indi langsung melahapnya.

Sedangkan Nala sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia adalah pemikir kritis, kadang karena itu penyakit migrainnya sering kambuh.

Rumah Untuk Nala ✓Where stories live. Discover now