33. Fakta baru

867 115 14
                                    

Suasana canggung jelas langsung meliputi meja mereka saat Lisa mulai duduk. Ia duduk di depan Jennie yang mulai sok sibuk dengan ponselnya. Tak berniat mendongak meskipun semangkuk soto pesanannya sudah terhidang di hadapannya.

"Hmm. Enak bangetttt!" Rose yang pertama kali berkomentar. Ia sampai menutup matanya saking lezatnya makanan yang ia cicipi.

"Iya. Enak. Btw kamu tau tempat ini dari mana Jen?"

"Dari orang asing," jawabnya mulai sibuk mengaduk-aduk sotonya.

"Dari orang asing?"

"Hm."

"Siapa?"

Jennie menghela nafas karena Jisoo seperti memaksanya bercerita. "Pak ojek. Beliau ijin berhenti dulu disini jadi aku juga kepo dan beli."

"Oh. Kirain dari yang dipaksa asing," celetuk Jisoo asal.

Jennie hanya diam saja dan mulai menyantap sotonya. Ucapan Jisoo memang benar adanya. Ia dan Lisa memang dipaksa asing oleh keadaan. Sekalipun Lisa tak ingin bersamanya, ia masih bisa mendekati Lisa jika saja mommynya tidak melarangnya.

Tidak ada pembicaraan lagi. Mereka mulai sibuk dengan soto masing-masing. Lisa sesekali melirik Jennie yang makan sambil melamun. Wajahnya pucat. Dari pakaian yang dikenakannya saja membuat Lisa tau jika Jennie sedang sakit. Lalu mengapa malah memaksakan diri untuk makan di luar? Mana sekarang hujan lebat disertai angin pula.

Jennie beranjak berdiri diikuti yang lain karena mereka sudah selesai. Ia keluar dari warung dan menatap langit yang masih terus menumpahkan air hujan. Semakin malam rasanya semakin dingin. Ia bersyukur Rose memilihkannya pakaian khas kutub ini.

"Kak. Kita anter Lisa dulu boleh? Dia---"

"Gak usah Rose," Lisa langsung memotong ucapan Rose. Ayolah! Sudah cukup ia menahan kecanggungannya tadi. Ia tak ingin semakin berlama-lama dengan Jennie. Ya, meskipun jauh dilubuk hatinya ia masih merindukan Jennie tapi logikanya selalu menolak fakta itu.

"Lo mau jalan sambil dorong motor sampe rumah lo?"

Lisa tak mengubris. Ia malah membuka jok motornya dan mengambil mantel kuningnya.

Melihat kekeraskepalaan Lisa, Jennie langsung turun tangan mengambil kunci motor Lisa. Ia membuangnya ke sembarang arah.

"Jen!" Lisa tentu terkejut dengan tindakan tiba-tiba Jennie.

"Jangan mentang---"

Ocehan Lisa langsung terhenti saat Jennie mulai merangkul lengannya dan bersandar di bahunya. Hawa hangat itu menjalar. Bukan karena suhu tubuh Jennie yang hangat. Tapi karena perasaan itu. Perasaan nyaman yang menelusup liar ke dalam hatinya. Ia tak bisa mengelak jika dengan rangkulan saja mampu membuat perasaannya menghangat. Rasanya sama seperti saat Alice merangkulnya.

"Aku pusing. Ayo pulang."

Lisa mengerjap pelan. Kakinya dengan enteng mengikuti kemauan Jennie memasuki mobil. Logikanya menyuruhnya untuk berhenti tapi hatinya memaksanya untuk menikmati kenyamanan itu. Perasaannya tak bisa lagi ia bendung. Harus ia akui, ia sangat MERINDUKAN Jennie.

Jadi untuk saat ini, biarlah ia menikmati kebahagiaan itu sejenak saja sampai beberapa menit ke depan. Ia hanya ingin sedikit egois, kali ini saja. Boleh kan?

.....

Jennie terus merangkul bahu Lisa dan bersandar nyaman. Matanya terpejam. Entah kenapa ia jadi sangat mengantuk tapi ia tak ingin jatuh tertidur. Momen kebersamaannya dengan Lisa tak ingin ia lewatkan dengan tidur.

"Tidur yang bener." Lisa melepas rangkulan Jennie. Ia membawa kepala Jennie untuk tidur di pahanya.

"Aku gak mau tidur," ujar Jennie dengan wajah cemberutnya.

I Hate HospitalsOù les histoires vivent. Découvrez maintenant