1. Cassie

1.9K 159 4
                                    

Jalanan padat kota Jakarta membuat Jennie semakin lelah. Ia sudah mati-matian menahan kantuknya sejak tadi. Kalau bukan karena Jisoo yang meminta bantuannya, ia tidak akan mau dipindah shift pagi karena kemarin ia shift malam.

Ia menekan klakson mobilnya kuat-kuat. Sejak tadi, mobil di depannya itu tak mau maju. Jika tau akan macet seperti ini, Jennie pasti akan memilih menaiki motor daripada mobil.

Jennie mengambil ponselnya guna memesan ojek online, tapi sayangnya ponselnya malah kehabisan baterai. Ia mendesis pelan. Dengan terpaksa, ia mengambil tasnya dan keluar dari mobil. Ia berjalan menyusuri trotoar berharap menemukan pangkalan ojek di depannya nanti.

Jennie mendongak sejenak. Langit senja yang biasanya indah kini terselimut awan tebal. Gemuruh mulai terdengar dan hal itu membuat Jennie mempercepat langkahnya. Ia berlari menuju halte di depannya saat gerimis mulai jatuh.

Mengatur nafasnya sejenak, Jennie melihat mobilnya yang masih ada di sana. Mobil yang ada di depan mobil Jennie mungkin hanya bergerak dua meter dari tempat semula.

Seorang pemotor berseragam SMA berhasil mengalihkan perhatian Jennie. Gadis itu menghentikan motornya dan bergegas berteduh di halte karena hujan semakin deras. Ia membuka helmnya fullfacenya sambil mengibaskan rambut panjangnya yang sedikit basah.

Jennie masih memperhatikannya sampai mata mereka bertemu. Rasanya seperti terhipnotis hingga Jennie hanya bisa tersenyum kaku. Biasanya, ia akan mudah tersenyum dan bersikap ramah pada semua orang terlebih dia akan menjadi seorang dokter. Tapi entah, kali ini rasanya berbeda.

Tidak ada balasan senyum dari anak SMA tersebut. Ia hanya menatap Jennie sekilas lalu beralih menatap jalanan basah di depannya.

"Kamu sekolah di mana?" tanya Jennie lembut berusaha mengabaikan sikap acuh gadis SMA di hadapannya. Ia tak terbiasa berada dalam keheningan.

Lagi-lagi tidak ada jawaban. Gadis itu hanya diam sambil mengamati sekitar. Wajahnya kelewat datar padahal parasnya lumayan cantik, ralat sangat cantik seperti barbie hidup.

"Kamu---

"Lo bisa naik motor?"

Pertanyaan tiba-tiba itu langsung dibalas anggukan oleh Jennie. Gadis itu langsung berlari ke arah motornya dan membuka jok. Ia mengeluarkan mantel kelelawar berwarna kuning dan memakaikannya pada Jennie. Tak hanya itu, ia juga memasangkan helmnya pada Jennie.

Jennie yang diperlakukan seperti itu kembali terdiam. Untuk kedua kalinya, mata mereka kembali bertemu. Dalam jarak sedekat ini, ia bisa melihat jika warna mata mereka sama, sama-sama coklat terang.

"Ayo pulang. Lo yang nyetir."

"Ini masih hujan."

"Banyak yang ngincer kita."

Dahi Jennie mengerut, tak mengerti maksud dari ucapan gadis itu. Belum sempat ia berfikir, gadis itu sudah lebih dulu menarik lengan Jennie dan menyerahkan kunci motornya.

"Cepetan! Gue males berantem."

Jennie menurut saja. Ia langsung menaiki motor lalu menyalakannya. Ia bisa merasakan sebuah kepala masuk ke dalam mantelnya. Bukan hanya itu, gadis itu juga memeluknya erat.

Bukannya risih ataupun canggung, Jennie malah nyaman dalam posisi tersebut. Ia tak tau mengapa ia menarik sudut bibirnya. Bukan, bukan perasaan jatuh cinta. Ia merasa dilubuk hatinya ada kerinduan yang mendalam. Rasanya seperti menemukan bagian penting yang sudah lama hilang.

Lima belas menit berkendara, Jennie berusaha memproses apa maksud rasa nyaman yang menyelimutinya. Gadis itu juga masih memeluknya erat. Tidak ada percakapan sama sekali. Mereka sama-sama larut dalam lamunan berlatar hujan.

I Hate HospitalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang