27. Out

943 133 9
                                    

Sudah memasuki hari ketiga namun kondisi Lisa masih sama buruknya seperti kemarin. Beberapa prosedur operasi juga sudah dilakukan namun kondisi Lisa masih belum stabil. Selama itu pula, Jennie hanya beranjak dari duduknya untuk buang air. Selebihnya ia habiskan untuk memandangi pintu ruang ICU tempat adiknya berada.

"Makan dulu nak," Jennie mendongak lalu tersenyum tipis. Ia menerima kotak bekal yang disodorkan padanya lalu meletakkannya di bangku sebelahnya.

"Itu makanan favorit Lisa."

Jennie yang hendak kembali merenung terpaksa menoleh. Wanita itu kembali menyerahkan kotak bekal yang tadi Jennie letakkan dan duduk di sebelah Jennie.

"Mau makan sambil dengerin tante cerita soal Lisa?"

Jennie tentu mengangguk. Ia memang harus segera tau banyak hal tentang Lisa dan sepertinya wanita seumuran mommynya itu mengenal Lisa cukup baik.

"Awal tante ketemu Lisa, waktu ibunya meninggal lima tahun yang lalu. Tante dokter yang menangani ibu Lisa. Bener-bener pertemuan pertama yang menyakitkan."

Jennie urung membuka kotak bekalnya. Air matanya jatuh begitu saja. Dadanya rasanya semakin sesak.

"Kalo kamu belum siap, kita cerita lain waktu aja ya?" Airin menggenggam lembut tangan Jennie. Ia berusaha menenangkan Jennie yang lagi-lagi menangis entah sudah ke berapa kali. Ia cukup tau jika Jennie adalah orang yang paling frustrasi saat melihat kondisi Lisa. Perasaan menyesal, khawatir, marah dan takut bercampur jadi satu dalam hatinya. Jennie bahkan enggan merebahkan tubuhnya meskipun ia baru saja melakukan donor darah.

Wajahnya pucat, tubuhnya demam, jarang makan dan jarang tidur. Ia bahkan diinfus karena kondisinya itu. Sesekali ia mual muntah. Asam lambungnya mungkin naik namun Jennie selalu mengabaikannya.

"Lanjutin aja tan. Jennie berhak tau. Jennie kakaknya," Jennie menatap yakin Airin.

Tapi setelah semua yang terjadi, apa aku pantas menyebut diriku sebagai kakak?

Airin mengangguk, masih menggenggam tangan Jennie. "Sejak saat itu tante milih buat ngerawat Lisa karena ayahnya pergi gitu aja pas tau kalo Lisa bukan anak kandungnya. Tapi itu gak berlangsung lama karena ayahnya tiba-tiba dateng dan bawa Lisa pergi."

Airin menghela nafas. Menceritakan perihal Lisa dan masa lalunya tentu tak mudah baginya terlebih kepada Jennie. Sejujurnya dia juga belum sepenuhnya percaya jika Jennie adalah kakak Lisa tapi melihat begitu terpuruknya Jennie beberapa hari ini membuatnya berubah pikiran.

"Kamu tau gak kenapa ayahnya mau repot-repot ambil Lisa lagi padahal dia benci banget sama Lisa?"

Jennie menatap mata Airin. Dalam sekali kedipan, air mata itu kembali jatuh. Ia tentu tau alasannya. "B-buat ladang uang?"

Airin tersenyum pahit. "Rose pasti udah cerita ya."

Jennie menganguk pelan. "Kenapa tante gak paksa Lisa buat terus tinggal sama tante?"

"Lisa itu sayang banget sama ibunya. Dia selalu inget kalo dia pernah janji sama ibunya buat gak ninggalin ayahnya apapun kondisinya."

"Meskipun dia disiksa?"

"Iya."

"Tapi setelah ini Lisa gak bakal disiksa lagi. Jennie bakal jagain dia sebaik mungkin. Lagipula pak Adrean udah masuk penjara," ujar Jennie dengan penuh keyakinan.

Dahi Airin berkerut. "Kamu serius?"

"Iya tante. Lagipula orang kayak pak Adrean emang pantes masuk penjara. Kenapa dari dulu tante gak penjarain pak Adrean padahal tante tau semuanya?"

I Hate HospitalsWhere stories live. Discover now