16. Tuduhan

547 106 14
                                    

Lisa mengerutkan keningnya heran saat melihat Jennie yang mengobrol santai bersama Jay di meja barista. Di tangannya terdapat gelas kecil berisi minuman alkohol yang ia teguk dalam sekali tegukan. Jay dengan ragu kembali menuangkan minuman tersebut sesuai dengan perintah Jennie.

"Cassie!"

Satu panggilan itu membuat hampir seluruh pengunjung melihat ke arahnya. Beberapa orang mulai meneriakinya namun ia mengabaikannya karena jadwalnya perform masih tiga puluh menit lagi. Ia melewati Jennie yang sedang meneguk alkoholnya dengan tatapan datar. Saat mata mereka bertemu, Jennie langsung meletakkan gelasnya dan berjalan menuju toilet. Lisa tentu langsung mengikutinya karena sepertinya ia harus berbicara dengan Jennie. Ada yang salah dengan Jennie hari ini.

"Lo minum?" tanya Lisa setelah berdiri di samping Jennie. Ada beberapa penggemar yang hendak menyapanya namun ia mengisyaratkan jika ia tak bisa diganggu.

"Cuci tangan," jawab Jennie seadanya karena ia memang sedang mencuci tangannya. Sebenarnya ia pergi ke toilet untuk menghindari Lisa namun yang terjadi malah sebaliknya. Untuk apa juga Lisa mengikutinya.

"Maksud gue lo tadi minum alkohol?"

"Kamu punya mata kan?" Jennie berbicara sambil mengelap tangannya. Ia masih berusaha menghindari kontak mata dengan Lisa.

"Kenapa minum?" tanyanya sambil menyilangkan kedua tangannya di dada seolah sedang menginterogasi Jennie.

"Kan terserah aku."

Mendengar jawaban Jennie yang kelewat santai, ia mengerutkan keningnya tak suka. "Lo udah mabuk?" ujarnya sambil mendekatkan wajahnya ke arah Jennie.

Jennie mundur selangkah. "Belum."

Lisa menghela nafas melihat reaksi Jennie yang jelas-jelas menghindarinya. Ia tentu bingung dengan situasi ini. Seingatnya pertemuan terakhir mereka berakhir baik.

"Mending lo pulang sekarang daripada ntar lo mabuk."

Jennie akhirnya menatap Lisa. Tatapannya datar. Ada emosi tersembunyi yang tak bisa Lisa mengerti.

"Gak usah sok ngatur. Ini bar punya daddy aku. Aku berhak di sini kapan pun aku mau," ujar Jennie setegas mungkin.

Ucapan Jennie memang benar. Ia tidak berhak mengatur Jennie. Untuk apa ia merasa khawatir saat melihat Jennie meneguk alkohol? Untuk apa ia merasa bingung saat Jennie tak bersikap lembut seperti biasanya?

Jennie bukan siapa-siapanya. Jennie bukan orang terdekatnya. Jennie tidak terlalu penting untuknya.

Ia bahkan lebih bingung sekarang. Lebih bingung dengan sikapnya daripada dengan perubahan Jennie hari ini. Entah mengapa, perasaan tak nyaman selalu menghantuinya saat melihat Jennie tidak dalam kondisi yang baik.

"Gue bakal telpon Rose buat jemput lo," ujarnya final sambil mengambil ponselnya di dalam tasnya. Namun belum sempat ponsel itu tertempel di telinganya, Jennie sudah lebih dulu menepisnya. Alhasil ponsel Lisa jatuh ke lantai.

"Ck. Apaan sih Jen!?" nada bicara Lisa sedikit meninggi karena ia mulai kesal. Ia segera memungut ponselnya dan berusaha menghidupkannya dengan memukul-mukul ponselnya pelan.

"Apa? Mau minta ganti yang baru?" ujar Jennie dengan nada yang terkesan menantang namun Lisa tak mengubrisnya. Ia lebih fokus pada ponselnya yang akhirnya bisa menyala kembali.

"Untung masih nyala." Lisa kembali hendak menempelkan ponselnya ke telinganya namun Jennie lagi-lagi menepis tangannya. Kali ini sangat keras sampai ponsel Lisa terbentur ke tembok hingga berakhir baterainya terlepas.

Lisa menatap Jennie nyalang. "Lo keterlaluan banget sih!" ujarnya mulai membentak Jennie.

Mata Jennie mulai berkaca namun ia mampu membalas tatapan nyalang Lisa. "KAMU LEBIH KETERLALUAN!" bentaknya keras.

I Hate HospitalsWhere stories live. Discover now