BAB 21 - ROOFTOP GEDUNG TINGGI

Start from the beginning
                                    

“Santai. Jangan galak-galak banget, ini masih pagi” ujar Laskar santai.

“Udah. Ini masing pagi, jangan berantem” Mama menghentikan perdebatan kedua anaknya.

“Kita nggak berantem kok, Ma. Cuma berselisih aja. Iya, ‘kan, Bang?” Laskar memainkan kedua alisnya ketika menatap Adananta

Adan tidak menanggapi ucapan Laskar, dan tidak berniat untuk membalasnya juga. Laskar yang merasa di kacangi pun menyipitkan kedua matanya, “Songong banget sih Abang gue” batin laki-laki itu.

“Yaudah, Adan mau mandi dulu, ya, Ma” pamit Adan beranjak dari tempatnya.

Mama mengangguk, “Abang libur, ‘kan, hari ini?” tanyanya

“Adan mau ke kampus, Ma. Ada persiapan untuk acara pameran antar universitas beberapa hari lagi. Dan kali ini tuan rumahnya di kampus Adan.”

“Gue tau. Gue sama temen-temen gue juga sedang mempersiapkan itu di fakultas gue” timpal Laskar

“Bagus!”

“Kamu baru pulang, loh. Nggak mau istirahat dulu?”

“Enggak, Ma”

“Lo nggak capek, Bang?” tanya Laskar. Cowok itu kadang kasihan melihat kakaknya yang sangat sibuk dalam beberapa bulan ini.

“Enggak. Gue malahan seneng dengan kegiatan yang gue kerjakan ini” jawab Adan

“Terus lo capeknya kapan?”

Adan berpura-pura berpikir, “Nanti setelah gue mendaki sekali lagi. Baru gue akan capek” ucap Adan tertawa

“Mau mendaki dimana, Bang? Gue boleh ikut nggak?” ucap Laskar antusias

“Lo nggak boleh ikut!” tekan Adan

Laskar langsung merubah wajahnya dengan cemberut, “Pelit banget. Gue, ‘kan, juga pengen ngerasain hiking

“Nanti”

“Nanti, nya kapan?”

“Ya…Kapan-kapan” ucap Adan tertawa

Laskar menatap Adan dengan tatapan kesalnya. “Jaga kesehatan! Gue nggak mau lo kayak kemaren” ucap Laskar yang sejujurnya masih kesal dengan kakaknya ini.

Entah sadar atau tidak ketika Laskar mengatakan hal itu. Adan langsung tersenyum kemudian memberikan usapan di kepala Laskar. Usapan seorang kakak yang menyayangi adiknya, kemudian berjalan meninggalkan Mama dan Laskar dengan senyum yang tak dapat di bendung.

***

Dengan style yang selalu keren, Adan memasuki parkiran kampusnya tak lupa dengan gitar dan slayer merah yang sudah terikat di kepalanya. Cowok itu turun dari motor sport merah kesayangannya, merapikan kemejanya yang sedikit berantakan karena di terpa angin di perjaanan tadi.

“Adan”

Panggil perempuan yang sering menganggu ketenangannya di kampus ini, laki-laki itu hanya menoleh menatap perempuan yang memanggilnya itu. Tidak memberikan reaksi yang antusias tentunya.

“Kenapa?”

“Lo ada kelas?” tanya Mona yang sudah senyum-senyum sedari ia melihat Adananta di parkiran tadi.
Adananta menggeleng

“Terus lo ke kampus ngapain?”

“Ada urusan” jawab Adan

“Woi Kapten! Mending kita cepet-cepet masuk. Nanti bakal lama persiapannya kalo lo terlalu lama disini” ucapan yang ingin dilontarkan Mona langsung terhenti ketika suara Reven yang tiba-tiba datang langsung merangkul Adan.

Adan menghela nafasnya lega, “Gue duluan, ya, Mon” pamit Adan yang ingin cepat-cepat beranjak dari perempuan di hadapannya ini. Sedangkan Reven pura-pura tidak melihat keberadaan Mona di dekatnya.

Mona yang seperti tidak di anggap pun mengepalkan kedua tangannya, “Awas aja, ya kalian. Gue bakal bales semuanya” batin Mona

Diperjalanan menuju ruang kelas, mereka berdua melewati koridor yang sudah sangat ramai.

Thanks, ya, bro” ucap Adan berjalan beriringan dengan Reven, “Untung lo cepat datang. Gue nggak tau bakal jadi apa kalo gue lama-lama di dekat Mona.”

Reven terkekeh sambil menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan kelakuan perempuan itu. Reven sangat tau seorang Adananta memang benar-benar susah untuk di dekati, pantas saja masih jomblo sampai sekarang.

“Iya, sama-sama.” ucap Reven “Emang lo nggak mau membuka hati lo buat si Mona, Dan? Dia udah berusaha banget buat deketin lo” sambung laki-laki itu sedikit bercanda.

“Gue nggak mau! Fokus gue cuma untuk ke depan. Gue belum mau mikirin hal itu, masih banyak hal yang mau gue capai”

Reven menoleh sebentar kearah Adan lalu kembali menatap jalan di depannya, “Emang ke depannya lo mau mencapai pada titik apa, Dan?”

Adan berpikir sejenak, “Hmmm…nggak banyak. Gue cuma mau punya umur yang panjang”

“Hanya itu?” pikir Reven tak percaya
“Kenapa?” tanya Reven yang tadinya terdiam sejenak.

“Ya kalo gue nggak banyak umur, gue nggak bisa mencapai semuanya dong? Lo gimana sih?!!”

Reven menghela nafasnya pelan, “Maksud gue, selain itu, Adananta?” tekan Reven saat menyebutkan nama Adananta.

“Gue nggak mau berangan-angan, takut nanti kecewanya banyak. Selain kecewa, gue takut semuanya nggak sesuai keinginan gue” ucap Adan
“Tapi gue cuma mau memberikan kebahagiaan untuk keluarga gue, orang-orang terdekat dan tersayang gue” sambungnya.

“Lo nggak mau jadi hakim, Dan?”

“Mau lah!” jawab Adan cepat, “Gila aja gue nggak mau” Adan terkekeh.

“Berarti lo harus dapet gelar itu untuk dapetin semua itu”

Adan mengangguk, “Doain gue”

Reven merangkul Adananta yang berjalan sejajar dengannya sejak tadi, “Gue pasti akan mendoakan sahabat gue ini”

Diperjalanan menuju persiapan untuk acara pameran antar beberapa universitas di kota ini, kedua laki-laki dengan langkah besarnya melangkahkan kaki mereka setelah membuat cerita pencapaian yang entah nantinya akan menghampiri atau tidak. Tapi yang jelas mereka sedang mengusahakan hal itu. Do’akan saja.

***

Segini aja dulu!

Semoga suka

Jangan lupa vote dan komen banyak2, Men!!

2891 mdplWhere stories live. Discover now