7. keliling

117 99 0
                                    

Happy reading




Seperti hari biasanya yang tampaknya sudah terjadwal Azoya berjalan mengeliling, berharap bertemu seseorang dan berakhir happy ending layaknya buku novel. Perbedaannya sekarang, langkah cewek itu lesu dari biasanya, padahal atas bawah cerah. Rambut dikepang dua, bado, sampai jepitan rambut menghiasi seluruh kepala. Sendal jepit-nya juga berwarna merah muda, agar serasi katanya.

"Apa salah gue, sih, ampe sesusah itu nyari jodoh?" gumam Azoya pelan sepanjang jalan."Yang dekil pada pamer pacar. Gue ditinggal. Si-ini sama si-itu. Si-ono bengong ngehaluin kanglim. Kencan ke isekai. Gue, kan, gak paham."

Hiruk pikuk orang melalui cewek itu melirik dengan pandangan aneh, lain dengan Azoya. Cewek itu tidak menyadari siapa dan apa saja telah dilewatinya, melangkah lurus kedepan dengan mulut tidak henti berkomat-kamit meng-gumam kan banyak hal.

"Salah, yah, gue pengen punya pacar? Adik Luna aja masih SD udah jadi fakgril," sambungnya lagi. Lebay memang, tapi rasanya Azoya tidak tahan. Menjadi jomblo bukan pilihan melainkan kenyataan.

"Jodoh, jodoh, dimana engkau."

Saking tenggelam dalam pikirannya yang jauh berkelana kemana-mana ia tidak sadar suasana gaduh dibelakang. Beberapa orang melewati dari menyingkir dari jalan saat seorang cowok berambut sedikit gondrong berlari tunggang langgang disusul beberapa pria berkepala plontos berpenampilan menyeramkan.

Orang-orang meneriakinya yang kini tidak berhenti, wajahnya babak belur juga mememar disegala sisi. Sudut bibirnya tertarik, menantang sambil berlari mundur sebentar.

"Minggir! Minggir! Cogan lewat!" pekiknya mengusir mereka yang menghalangi pergerakannya. Tapi beberapa tidak peduli, melanjutkan langkah santai.

Cowok berkalung rantai juga pakai lusuh acak-acakan itu masih sempatnya menunjuk seseorang dengan dua jarinya didepan mata "Kalau ketemu lagi, gue colok loh!"

Gerombolan preman mengejarnya jauh tertinggal. Kewalahan membawa tubuh mereka yang besar-besar. Ia membawa orang-orang itu memutar, entah sudah berapa kali melewati jalan ini.

"AYO, DOANG, SEMANGAT!! KEMPESIN DIKIT! KEMPESEN! UHUYYYYY!"

"Hah? Cogan?" Azoya hendak berbalik mendengar kata tidak asing di indra telinga. Tapi sebuah hantaman keras menyambutnya.

Brukkk

Keasikan meledek juga pandangan selalu kebelakang ia bertabrakan dengan Azoya sampai tubuh cewek itu terdorong kesamping. Cowok itu tersungkut meringis, cukup keras pasalnya larinya kencang. Apalagi Azoya korbannya.

Dia bangkit mencari cewek yang sejak tadi berjalan pelan, beberapa kali dilalui. Pergerakan lamban mata tertunduk ke aspal jalan. Saat mengangkat kepala cowok gondrong itu mengurutkan niatnya membantu Azoya diselokan.

"Ah, sok jagoan!" Ia kembali berlari.

"Awas loh woi!" erang preman berteriak keras. Marah. Menyusul derap langkah cowok berbadan kurus didepan, derap langkah kakinya banyak.

Azoya memandangi mereka, mendesah kecewa. Padahal cowok berbadan kekar itu cukup banyak, bisa lah satu berhenti membantunya keluar dari selokan Azoya bisa aja, sering malah masalah memanjat disekolah, kakinya memar terkena pinggang lancip lubang itu.

"Akhh, nasib, nasib. Jodoh gak dapet malah nyebur ke lubang! Bau kencing lagi," cakap Azoya. Cewek itu berjalan tertatih saat berhasil naik kepermukaan. Mencibik orang-orang tadi. Yang membuat kegundahannya bertama orang menabraknya menghilang, tidak sempat Azoya lihat.

"Kalau gue ketemu, acak-acak aja, tuh, muka orang. Seenggaknya lempar recehan gitu," tukas Azoya. Ia mengangkat gelang jam bentuk hati terpasang ditangan kiri. Ah, pukul sekian ini, tercatat sebagai waktu tersial. Tidak tahu menit berikut.

****

Kaki-kaki Azoya terjuntai dilayangkannya melayang, celana scubb merah muda dikenakannya di gulung ketas memperlihatkan jenjang kakinya agak memar. Sebelah lainnya masih dilapisi celana yang sedikit pasang itu, tidak apa-apa. Telapak kaki cewek itu masih basah kuyup tapi bersih, ia baru saja membasuhnya di kran umum yang tersedia.

Azoya sekarang duduk sendiri di sebuah bangku kayu tersedia dipinggir jalan tempatnya tadi, mengelus-elus memar merah terasa sakit itu. Terkelupas tipis.

"Ah, gak mulus lagi. Gak bisa daftar jadi permaisuri, deh, taon lalu," hembus Azoya. Ia terpejam meringis saat nyeri menyerang karna tangannya usil menekan luka.

Pandangan Azoya jadi gelap, ada tubuh berdiri tegap berdiri didepan menghalangi cahaya dengan bayangannya. Azoya mau protes padahal, tapi karna yang ia dapatkan cowok dengan tampang lumayan, bibirnya terkantup. Azoya pura-pura mengalihkan pandangan berharap orang itu menjauh. Ia tidak minat caper sekarang.

"Gak patah, kan?" tanyanya kaku.

Azoya meliukkan kepala kekiri kanan, atas sampai bawah ikut serta. Lalu menunjuk dirinya sendiri didepan dada. "Hah, gue? Masak, sih. Ah, halu lagi loh, Zo!"

Cowok itu membungkukkan badannya, mengambil sesuatu dikantong celana hitamnya. Setelah membuka perekat handsaplas yang ia bawa cowok itu menempelkan hati-hati kegoresan dikaki cewek itu.

"Tapi gue dikejar preman pasar soalnya ambil permen anaknya. Kirain dikasih, eh, ngadu ke bapake," ungkap cowok itu menegakan tubuhnya. "Telat dikit dijadiin aspal gue."

Cowok itu menunjuk beberapa bekas luka diwajahnya agar Azoya percaya dan memaafkan. Tapi cewek itu dia tidak berkedip membuatnya bingung.

Kemudian cowok itu duduk disebelah Azoya dengan raut khawatir. "Loh gapapa, kan? Gak perlu kompensasi atau sidang semacamnya gitu, kan? Gue gembel. Makan aja susah apalagi bayar parkir di pengadilan. Mana gue gak ada kendaraan."

Bibir cewek itu tampak berkedut membuat perasaan dia lega. Artinya orang ini tidak marah atau mengancam semacamnya kepadanya seperti kebanyakkan cewek biasanya. Masalahnya gadis satu ini seolah membatu terdiam, ia jadi kehabisan akal untuk meminta maaf.

"Loh bawa hp gak?" tanyanya." Gue bakal tanggung jawab kalau loh ada apa-apa. Tapi, tar, dulu, pas, ada uang. Maaf banget. Sekarang gue mau balik kerja dulu."

Lagi-lagi tidak ada jawaban, sehingga dengan inisiatif cowok itu meraba kantong hodie Azoya yang sejak tadi tampak mengencang. Setelah menemukan yang dicari cowok itu mengetik deretanan angka dengan cepat lalu mengembalikannya.

"Kalau ada apa-apa hubungi gue. Gue duluan." Cowok itu setelahnya berlari, membuat cahaya kebalikan menerpa wajah Azoya lagi.

Saat sosok cowok tadi jauh dari tempatnya, baru Azoya seolah tertarik kembali keduniaan nyata. Ia menepuk-nepuk kedua pipinya meronta, juga mengelus goresan memar yang telah tertutupi. Senyum lebar beralih menghiasi wajah kakunya.

"Aaaaaaaa mainstream banget!! Ketabrak terus suka! Klise! Klise! Tapi sukaaaaaa! Bodo amat, lah!!" pekik Azoya histeris kesenangan.

Ia beranjak dari tempatnya, sambil terus mengumpat dirinya sendiri. "Ais, bego loh, Zo! Harusnya, kan, tadi loh minta dinikahin aja!"

"Pokoknya yang lain harus tau kalau gue udah punya calon pacar tambahan! Satu sekolah, deh! Eh, gak, deh. Tar, Civa kecewa, dong." Sepanjang jalan cewek cantik berambut panjang itu terus  bergumam senang membuat sekeliling orang melihatnya aneh. Sudah bicara sendiri, jawabnya pun juga sendiri.

***











Aaaaaa, akhirnya bisa lanjutin!! Besok-besok aku bakal lebih rajin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aaaaaa, akhirnya bisa lanjutin!! Besok-besok aku bakal lebih rajin.

STOP SINGLE(Tahap Revisi)Where stories live. Discover now