Escape

3 2 0
                                    

"Satu tahun yang lalu, ibu kau melakukan per-"

Brak!

Pintu berdentang, saat itu juga ucapan bapak terpaksa terhenti. Seketika seluruh atensi teralihkan pada pusat perhatian.

Kudapati Alverd dengan Azrael saling beradu kekuatan dengan saling memukuli satu sama lain. Bahkan mereka saling mengacungkan katana bergagang perak penuntut darah yang berkilau dari ujung ke ujung.

Jester sama sekali tak peduli akan sesuatu yang mengerikan di hadapannya. Ia tampak seolah-olah menikmati film laga dengan wajah datar serta tatapan tajam. Berbanding terbaik dengan Paman Han yang tampak panik mencari cara melerai dua makhluk immortal yang telah dikuasai api amarah. Jelas dari kedua mata mereka tak ada kelembutan yang terpancar, netra mereka nampak hitam kelam dengan amarah yang berkobar di dalamnya.

"Azrael?" panggilku lirih.

Seketika Azrael berhenti, ia menatapku dengan tatapan yang tak aku sukai. Aku benci ketika ia menatapku dengan tatapan iba penuh kesedihan. Aku lebih suka ketika ia menatapku dengan tatapan ejekan dari pada menatapku iba seperti ini. Biarlah aku kelabakan menghadapi tingkah diluar nalarnya, biarlah aku menghadapi tingkahnya yang kelewat kekanak-kanakan, biarlah aku naik tensi melihatnya, daripada aku harus melihatnya seperti ini.

Aku terlonjak, di depan mataku, katana bergagang perak penuntut darah milik Alverd menebas lengan kiri Azrael. Lengannya terhempas begitu saja pada lantai, seketika baju kebesarannya yang dominan putih berubah dipenuhi cairan merah. Aku memekik, segera berlari mendekatinya yang kesakitan seraya menutupi lengannya yang tersisa dengan jari-jarinya.

Ketika berada di dekatnya, ku robek ujung bajuku lalu membalut lengannya agar darah mengalir tak begitu banyak. Ku usap keningnya dipenuhi peluh, air mataku kembali lolos tanpa hambatan menatap Azrael seperti ini. Aku tak sanggup melihat Azrael berada dalam posisi seperti ini, aku tak sanggup bila melihatnya kesakitan seperti ini.

Aku menengadah, mataku membola ketika kulihat Alverd mengangkat katananya setinggi mungkin dan hendak melayangkan pada batang leher Azrael. Aku segera menarik tubuh Azrael menjauh, akan tetapi Azrael membatu di tempat. Aku menariknya sekuat tenaga hingga histeris, namun saat katana tersebut hendak menebas leher Azrael, Paman Han menahan lengan Alverd.

Katana tersebut melayang di udara tak jauh dari leher Azrael. Aku menatap Paman Han yang sekuat tenaga menahan lengan Alverd, Alverd menatap nyalang pada Paman Han. Tanpa pikir panjang, katana yang semula tengah melayang di udara berayun kembali dan menemui leher Paman Han yang saat itu juga langsung terlepas, terhempas ke lantai dengan mata terbelalak.

Entah untuk yang ke berapa kali aku memekik histeris, rentetan peristiwa berdarah tak henti-hentinya menyiksaku. Seolah belum merasa puas, Alverd kembali mengayunkan katananya setinggi mungkin, saat katana tersebut hendak melayang pada leher Azrael, sebilah pisau belati mendarat tepat pada batang leher Alverd.

Ia mengerang kesakitan, saat itu juga katananya terhempas dan disambut dengan baik oleh Azrael. Alverd terhempas seraya memegangi lehernya yang telah dibanjiri darah. Azrael menatapku singkat seraya mengusap rambutku pelan, sedikit kesusahan ia berdiri menemui Jester. Aku terduduk lemas seusai menyaksikan sesuatu yang sukar untuk ku percaya.

Melalui ekor mata, kudapati Raja Auvamor bergontai mendekatiku. Aku sedikit beringsut mendekati Azrael berjaga-jaga jika Raja Auvamor akan melakukan hal yang tidak-tidak padaku, mengingat bagaimana hinanya ia menatapku dan hanya Azrael satu-satunya yang dapat melindungi dan ku percaya untuk saat ini.

"Berhenti atau mati?" suara bariton khas jantan mengalun dalam gendang telingaku.

Mau tak mau aku berhenti. Aku menatap ragu-ragu padanya. Raja Auvamor berjongkok, ia beri kantong kecil berwarna coklat serta 1 butir pil berbentuk bulat memanjang.

Sedikit berbisik, ia berkata, "Saat kau terkepung, kau sebarkan sedikit dari butiran kecil dalam kantong ini, saat itu juga ia akan berubah menjadi kabut yang mengaburkan pandangan, maka dari itu pergunakan kesempatan ini untuk kabur. Dan pil ini, ini adalah satu-satunya cara untuk kau keluar dari negri ini. Bagaimana cara menggunakannya kau bisa tanyakan pada Azrael."

Setelah selesai berpesan, Raja Auvamor seketika menghilang begitu saja bak terbawa angin. Aku menatap Azrael yang tengah berbincang dengan Jester. Azrael mengangguk, setelahnya Jester menepuk pundaknya pelan seraya mengangguk pula. Azrael segera menemui ku dengan senyum yang tak pernah pudar, aku sedikit terheran. Namun tak dapat ku pungkiri aku lebih suka melihatnya tersenyum merekah seperti ini.

"Mari."

Azrael ulurkan tangan kanannya dan langsung ku sambut. Saat aku hendak melangkah, Alverd telah berhasil menancapkan belati yang sebelumnya berada di lehernya pada kaki ku. Aku menjerit menahan sakit yang luar biasa pada kakiku. Aku hendak melepaskan belati itu pada kaki ku, saat aku hendak melepaskan belati, lebih dulu Alverd melepasnya dan menancapkan kembali pada kaki ku yang satunya lagi.

Lagi-lagi aku tak kuasa menahan jeritan, ku pegangi kaki ku yang telah dilumuri darah. Azrael segera mengangkat tubuhku dengan satu tangan saja, ia sandangkan pada bahu layaknya karung goni seraya berlari sebelum tubuhku hancur dipenuhi luka tusuk. Aku terisak, tubuhku telah dipenuhi luka, bajuku yang dominan putih berubah merah akibat luka ku yang bertebaran dimana-mana.

Azrael terus melangkah tanpa menghiraukan rasa sakit pada lengannya, ia berjalan secepat mungkin keluar dari istana. Setelah menempuh perjalanan keluar dari istana, aku dengan Azrael telah berhasil keluar dari pekarangan istana. Dan tibalah pada hutan mati. Sunyi. Senyap. Bahkan saat Azrael tak sengaja menginjak ranting kering, burung gagak beterbangan seolah suara kecil yang dibuat oleh Azrael begitu mengganggu mereka.

Waktu demi waktu berlalu, Azrael terus melangkah tanpa mengeluarkan sepatah kata sedikitpun. Aku pun tak ingin bersuara, mengingat kejadian yang baru saja terjadi begitu mengejutkanku. Luka ku juga berdenyut-denyut, tubuhku juga melemas.

Tiba-tiba langkah Azrael terhenti, ia turunkan tubuhku pelan. Aku segera meliarkan pandangan, memindai tempat yang ku pijaki saat ini. Untunglah, sepertinya aku sudah sangat jauh dengan kawasan istana. Setidaknya untuk beberapa saat aku bisa beristirahat di sini sebelum menghadapi kegilaan yang lebih gila.

"Tunggu di sini sebentar, aku akan mencarikan sesuatu untuk luka kau," pesan Azrael. Tanpa menatapku ia segera berlalu.

Aku mengangguk saja. Aku segera duduk seraya bersandar pada pohon beringin. Untuk sesaat aku merasa sedikit lega, terlepas sementara dari kegilaan Alverd, dan bertemu kembali dengan bapak dan juga Azrael.

Ah, iya. Sepertinya hutan ini tak seperti hutan sebelumnya. Hutan ini dipenuhi dengan berbagai tanaman, pohon-pohon berdiri begitu tingginya, serta berbagai bunga yang tampak asing di mata bermekaran. Sepertinya di sini memasuki musim panen, jika dilihat pada pohon-pohon yang dipenuhi puluhan buah dalam tiap batangnya, serta puluhan tupai menggerogoti pohon apel yang tengah berbuah lebat.

Derap langkah kaki menginjak ranting-ranting menyita atensi ku, kudapati Azrael kembali dengan membawa daun-daun di tangannya yang kemungkinan besar tanaman obat.

Ku perhatikan tiap gerak-geriknya, dimulai dari menghaluskan daun-daun dengan batu, melekatkannya pada lukaku, tak luput dari perhatinku. Aku sedikit meringis ketika ia menekan kakiku, sedikit terperanjat ia menatapku seraya ia kurangi menekan kakiku.

"Maaf, kau membuatku hampir gila." ungkap Azrael, dengan telaten ia mengobati lukaku.

Aku terkekeh, "Hampir gila? Aku sudah gila asal kau tau." aku terkekeh kembali, kudapati Azrael menghentikan aktivitasnya lalu beringsut bersandar pada sebuah pohon di hadapanku.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Tentu untuk menemui kau," jawabku seraya terkekeh kecil. Ia bertanya apa yang aku lakukan di sini? Hey, masih saja ia bertanya? Bukankah ia harus senang aku kembali? Seperti yang Alverd katakan Azrael membutuhkanku?

Sadar akan sesuatu, seketika mataku membola, darahku berdesir, akankah semua yang dikatakan Alverd saat membujukku untuk datang ke Negri ini hanya sekedar tipuan belaka? Akankah aku telah masuk dalam perangkapnya?

"Jangan katakan kau datang kemari karena hasutan Alverd?!"

DIFFERENT[✓]Where stories live. Discover now