Outpouring of taste

9 3 1
                                    

Semilir angin menyentuh kulit dramatis. Melalui celah-celah jendela cahaya matahari menelisik malu-malu dibalik gumpalan tebal awan. Ayam jantan berkokok pertanda pagi telah tiba, teriakan para ibu-ibu yang membangunkan putra-putrinya mulai terdengar.

Di ruang tamu, ruangan remang diselimuti keheningan. Aku dan juga Azrael terdiam membisu sibuk dengan fikiran masing-masing. Hingga pada akhirnya aku berdeham. Azrael menoleh, ia angkat dagunya.

"Jika aku berkata tidak akan pernah kita bersatu meski aku harus mengakhiri hidup dengan tanganku sendiri, apakah kau akan pergi setelah ini?"

Azrael menoleh. Jelas sekali ia tidak suka dengan arah pembicaraan ini. Namun, pada saat ini kepastian lah yang kubutuhkan. Jika memang pada akhirnya aku dan Azrael tidak akan pernah dapat bersama dan setelahnya Azrael menghilang, aku akan mencoba mengikhlaskan.

"Tentu tidak. Jika kita tidak dapat bersama, izinkan aku untuk menemani hari-hari kau dengan mengesampingkan perasaanku. Akan selalu aku temani langkah kau, sekalipun kau telah melupakanku dan sudah memiliki pasangan hidup."

Sorot matanya yang begitu sendu menusuk hingga relung hati. Meluluhlantakkan seluruh penjuru hati. Entahlah, saat menatap tirai beterbangan melalui netra hitam kelam miliknya, hatiku seakan terjerat dalam pesonanya.

"Kau yakin? Aku tidak begitu yakin rasa yang kau tanamkan padaku sedalam itu." kelakar ku mencoba mencairkan suasana. Namun bukan suasana yang hangat kudapatkan, melainkan keterkejutan yang amat luar bisa saat ia mengeluarkan suara,

"Jika kau tidak yakin, ikut denganku."

Tanpa menunggu jawaban, segera Azrael menarik lenganku menuju gudang persis seperti beberapa waktu lalu saat Azrael membawaku ke Negri Vamousta. Dan benar saja firasatku, setelah Azrael merapalkan mantra, lubang besar hitam dengan tepi-tepinya yang berhiaskan petir-petir putih menganga lebar dihadapanku.

"Mari." Azrael membungkuk seraya mengembangkan tangannya kanannya. Dan jangan lupakan dengan senyuman manis yang selalu ia tampilkan.

Sontak aku tersenyum. Perlakuannya yang amat manis seakan-akan mampu menghipnotis diriku. Mulanya, mood-ku sangat tidak baik seketika jauh lebih baik dari seseorang yang mendapat penghargaan.

Lebih dulu ia melangkah, dan dibelakangnya aku mengikutinya dan menyamakan langkah. Proporsi tubuhnya yang amat luar biasa dari ujung kepala hingga ujung kaki, selalu menyita perhatianku hingga aku tak menyadari jika telah menginjakkan kaki di Negri Vamousta. Portal yang menganga lebar tadipun telah berada di belakangku dan perlahan mengecil, lalu setelahnya menghilang.

Seperti biasa, selalu kesunyian yang menyambut kedatanganku kemari. Pagar tinggi menjulang dengan hiasan kepala domba diatasnya, perlahan terbuka hingga menciptakan deritan yang begitu memekakkan telinga.

Baru beberapa langkah mendekati pintu masuk utama, bau anyir darah sudah menyeruak mengisi seluruh rongga hidung. Pintu dengan bercat hitam kelam perlahan terbuka, semakin pekatlah bau anyir serta darah yang telah mengering dan meninggalkan bau yang tidak sedap.

Namun ucapan selamat datang yang buruk itu hanya bertahan sebentar, sampai pada saat aku melihat seluruh penjuru ruangan di hadapanku, aku terpaku dengan tatapan berbinar. Pemandangan jauh berbeda dengan saat pertama kali aku melangkahkan kaki disini.

Kelinci-kelinci berbulu seputih susu berkeliaran bebas kesana kemari, dinding bercat putih dengan berpadukan cat cream dan ditambah beberapa lampu luar biasa megahnya bergelantung di langit-langit.

Untuk sesaat aku terperangah, sampai ketika Azrael menyentil keningku, barulah aku tersadar kembali.

"Kenapa kondisinya jauh berbeda dari yang sebelumnya?"

DIFFERENT[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang