Uncle Han?

4 1 0
                                    

Paman Han dalang dari semuanya.

Langkahku terhenti. Siapa? Siapa yang Alverd katakan? Paman Han? Bukankah itu lelaki tua yang teramat benci akan kehadiranku di Negri Auvamor? Ada apa dengannya?

Aku segera berbalik dan menemui Alverd kembali. "Katakan semuanya."

Semulanya menunduk, mendengar suaraku Alverd mengangkat pandangannya. Ia menatapku dengan senyuman yang sulit diartikan. "Kau ingin tau? Segera ikut aku sekarang, kau perlu tau kebenarannya sebelum kau tertipu dengan ketenangan yang sebenarnya dari sudut manapun di setiap penjuru bumi ajal mengintai kau." jawab Alverd yang jika dicerna lebih dalam, ia mengancamku.

"Tentu dari sudut manapun ajal mengintai ku, dasar bodoh." aku terkekeh meremehkan. Setelahnya aku benar-benar keluar dan menjauh darinya sebelum aku akan termakan omong kosongnya

~o0o~

Teriknya sinar sang mentari sedikit demi sedikit menyusut, perlahan namun pasti ufuk barat menelannya dan menggantikannya dengan cahaya oren kemerah-merahan sepanjang mata memandang. Ketika matahari mulai terbenam seperti saat sekarang ini, cara paling sempurna untuk menikmatinya dengan bersantai di balkon ditemani dengan kopi beserta saudaranya, goreng pisang.

Memang selera bapak-bapak, aku tau itu. Akan tetapi tidak ada satupun hal yang bisa mengalahkan kenikmatan kopi dengan goreng pisang beserta matahari terbenam. Ah, satu lagi, novel. Sepertinya aku sudah sangat lama tak menemui kekasih fiksiku, maka sore ini aku akan menemuinya dan melepas rindu.

Seperti biasa, kekasih fiksiku akan selalu mempunyai cara yang luar biasa membuatku gila. Contohnya seperti ini, aku tak henti-hentinya menyengir kuda saat ia membacakan ijab qobul dengan lantangnya tanpa ada keraguan sedikitpun. Aku merasa seperti dinikahi secara tidak langsung akan tetapi rasanya begitu nyata.

Beberapa jam berlalu, aku semakin terhanyut dan menggila dalam dunia gilaku. Bahkan aku tak menyadari jika sekelilingku telah gelap. Sampai pada bagian akhir cerita, aku mendapat akhir menyedihkan.

Kekasihku mati dengan tragis demi membuktikan pada istrinya bahwa ia tak berselingkuh dengan siapapun. Ia berkata, "Kau bisa tidak mempercayaiku, akan tetapi kau harus tau hanya kau satu-satunya wanita yang berada dalam hatiku. Dan tidak akan ada satu pun yang bisa mengambil kedudukan kau. Kau wanitaku satu-satunya untuk yang pertama dan terakhir kalinya." Dan benar saja wanita itu cinta terakhirnya, selesai berujar demikian tetiba ia tersedak dan tak sadarkan diri.

Dan kau tau bagaimana akhirnya kekasihku? Ia pergi meninggalkanku begitu jauh. Ia menghembuskan nafas terakhir di hadapan istrinya yang tampak linglung. Aku terisak, aku benar-benar emosi pada istrinya yang bisa dengan bodohnya mempercayai sms aneh dari admin judi online yang mengatakan suami anda memiliki wanita simpanan. Akibat kebodohan istrinya kekasihku mati konyol.

Segera ku tutup buku dan akhiri merutuki istri bodohnya itu. Jika lama-lama mengumpatinya, bisa-bisa iblis bahagia bukan main karena aku semakin mendekatkan diri dengan neraka. Aku segera menuju kamar dan menyelami alam mimpi.

Baru saja hendak menyelami alam mimpi, goncangan pada kasurku memaksa mataku kembali terbuka. Aku berdecih malas, lagi-lagi Alverd bodoh merengek padaku. Kusipak tubuhnya dari kasurku, ia terhempas ke lantai dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin. Dasar lelaki tulang lunak.

"Ck. Kau tidak bosan menggangguku? Pergilah dan jangan kembali lagi. Kedatangan kau semakin memperumit keadaan, aku sedang berduka. Jangan sampai kau kembali ke Negri Auvamor tanpa kepala."

Kutarik selimut setinggi dada. Memejamkan mata dan mulai berancang-ancang menyusun skenario palsu sebagai pengantar tidur. Semakin rapi serta berjalan jauh skenario palsu dalam benakku, semakin terbawalah kesadaran ku menuju alam mimpi.

"Marcellia..."

Tak ku hiraukan rengekan tak bergunanya meski sangat terganggu dengannya. Namun lelaki bodoh itu nampaknya begitu semangat menggangguku, pada akhirnya aku hilang kesabaran dan kubuka mata serta menarik tubuhku menuju ujung kasur.

"Bajingan bodoh, kau tidak dengar ucapanku tadi?!Pergi dan jangan pernah kembali lagi!"

"Ayo, ikut denganku sekarang. Azrael berada dalam bahaya, nyawanya sedang dipertaruhkan." lagi-lagi Alverd membujukku untuk yang kesekian kalinya. Dan telah kesekian kalinya pun aku menolaknya.

"Kau tidak mendengar ucapan ku tadi? Aku tidak peduli. Apapun yang terjadi aku tidak peduli sedikitpun padanya. Aku sudah memutuskan berhubungan dengan kalian. Jangan memaksaku untuk kembali menyusuri dunia derita disana." hardik ku tepat di depan matanya. Semoga itu dapat membuatnya sedikit sadar.

Selama beberapa waktu Alverd tak mengeluarkan sepatah kata pun. Syukurlah, nampaknya ia telah sadar. Terlalu lelah dan muak, aku segera merebahkan tubuh dan kembali menyambung skenario palsu yang selalu ku rancang setiap harinya sempat terputus.

~o0o~

Azan subuh telah berkumandang dari langgar ke langgar. Ayam jantan pun telah berkokok lantang membangunkan setiap manusia yang masih setia dengan alam mimpinya, dan termasuk aku di dalamnya. Aku segera bangkit dan membersihkan diri menuju kamar mandi.

Setelah mengambil wudhu, aku segera menunaikan shalat subuh sebelum fajar terbit. Setelah sekian lamanya, aku kembali melaksanakan shalat meski rasanya sangat berbeda dari sebelumnya. Kali ini, rasanya lebih khusyu' dan rasa malu tak henti-hentinya menggerogoti hati.

Setelah sekian lama berlalang buana melupakan tujuan hidup di dunia, sekarang aku kembali dengan dosa yang menggunung. Rasanya sungguh malu. ketika hidup terasa tanpa beban, langsung lupa akan kewajiban pada Tuhan. Dan setelah tertimpa musibah, baru teringat akan Tuhan. Atau ketika begitu terobsesi ingin mendapatkan keuntungan dunia, baru akan gila-gilaan beribadah dan memaksa Tuhan memberikan semuanya. Apa aku  harus selalu diberi kesusahan agar dapat selalu mengingat Tuhan?

Kehilangan Amalia, bapak, berhasil membuatku kacau. Hilangnya mereka yang begitu mendadak memaksaku yang belum biasa tanpa mereka harus terbiasa. Kemana hilangnya bapak? Kenapa ia harus pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun? Setidaknya beri sedikit penjelasan sebelum menghilang.

"Paman Han dalang dari semuanya, Marcellia."

Aku segera menoleh ke sumber suara, yang ternyata seperti biasa itu adalah Alverd makhluk gila yang tak henti-hentinya meneror ku akhir-akhir ini. Dan sekarang, apa lagi maksudnya berkata paman Han dalang dari semuanya?

"Tolong berbicara dengan jelas atau aku akan menyipakmu dari lantai 3."

"Paman Han yang telah merencanakan kematian Amalia dan hilangnya bapak." tutur Alverd yang berhasil membuatku terbelalak.

Tunggu, mengapa harus bapak dan Amalia? Toh ia hanya tak menyukaiku dan apa hubungannya bapak dan Amalia dengan dunia penyiksaan ini? Ini benar-benar rumit. Aku harus segera menemukan titik terang dari benang kusut ini sebelum lebih banyak orang di sekitarku yang menjadi korban.

"Aku tak bisa mempercayai kau seutuhnya. Sekarang tolong antarkan aku menemui Paman kau itu dan aku sendiri yang akan bertanya padanya." finalku seraya menanggalkan mukena dan setelahnya bersiap-siap untuk kembali menuju Negri yang setiap incinya memberi penyiksaan.

Alverd mengulas senyum seraya mengangguk singkat. Ia genggam tanganku dan mulutnya berkomat-kamit yang bisa aku pastikan ia tengah membaca mantra. Sepersekian detik kemudian, cahaya putih menyilaukan mata berbentuk bulat menarikku dan Alverd ke dalamnya.








DIFFERENT[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang