BAB 38

87 15 22
                                    

Beberapa Jam Sebelumnya

Sikap Haneul yang begitu manis kepadanya membuat Yoona tak menaruh curiga apa-apa. Ia kira bekas tunangannya itu memang sudah insyaf dan berubah.

Tidak ada manusia yang akan terus bersifat jahat dan menyebalkan. Mungkin Haneul sudah menyadari dan menyesali semua kesalahannya. Begitu pikir Yoona.

"Minumlah. Acaranya masih panjang." Haneul menyodorkan gelas kedua pada Yoona. Lelaki itu duduk santai di sampingnya.

Penampilan semua anak didiknya di atas panggung membuat Yoona merasa begitu bangga dan bahagia. Bocah-bocah cilik itu menyanyikan dan menarikan lagu untuknya----untuk guru yang begitu mereka sayangi dan hormati.

Namun di akhir lagu, saat semua murid-muridnya berdiri di atas panggung dan membacakan sebuah puisi perpisahan untuknya, saat ia melihat kedua puluh lima murid yang telah diajarnya selama satu tahun ini terisak-isak menangis, airmata Yoona pun tumpah. Ia berdiri dan berjalan menuju panggung. Sambil diiringi oleh sebuah musik yang begitu lirih, Yoona dan kesemua anak didiknya saling rangkul dan menangis dalam suasana haru biru yang membuat orang-orang di dalam ballroom ikut menyeka airmata mereka.

"Jangan sedih begitu." Tegur Haneul ketika Yoona kembali ke meja yang mereka diami bersama. "Kau harus bangga karena telah menjadi guru yang begitu mereka sayangi. Minumlah. Kau pasti haus setelah menumpahkan airmata sebanyak itu." Lagi-lagi Haneul menyodorkan segelas air.

Mula-mula Yoona menolak. Perutnya sudah kembung. Sakit kepala yang dideritanya sejak siang hari malah semakin menjadi-jadi. Tapi karena Haneul terus membujuknya, Yoona terpaksa meneguk sedikit air di dalam gelas. "Haneul ah, aku semakin tak enak badan. Aku mau pulang sekarang."

"Kau masih sakit?" Haneul memerhatikan air muka Yoona. Wajah wanita yang dulu pernah menjadi tunangannya itu tampak semakin pucat.

Yoona mengangguk. Keringat dingin mulai membasahi kening dan lehernya. Jika tidak cepat-cepat duduk, mungkin ia sudah akan semaput. "Aku akan memesan taksi." Ia mencoba untuk membuka tas tangan yang tergolek di atas meja, namun kedua tangannya terasa begitu lemas.

"Kondisimu pasti sangat parah." Haneul mendecah cemas. "Tak usah pesan taksi, biar aku mengantarmu pulang."

Yoona mengangguk. Namun ia berubah pikiran, "tolong antar aku ke rumah sakit atau klinik."

Haneul menyanggupi permintaan Yoona.

"Yoona, kau kenapa?" Sunny yang baru kembali dari kamar kecil sedikit kaget melihat Yoona yang berdiri dibantu oleh Haneul.

"Sepertinya aku demam." Yoona merasa mulut dan kerongkongannya terbakar. Keringat tak henti-hentinya mengucur dari sela-sela rambutnya.

"Aku akan membawa Yoona ke rumah sakit." Ujar Haneul memberitahu Sunny.

"Biar kutemani." Sunny menarik kursi yang tadi diduduki oleh Yoona agar tidak menghalangi temannya itu.

"Tidak usah. Kau harus berjaga di sini. Kau kan salah satu panitia." Tolak Haneul. "Aku sendiri bisa menyetir dan mengantar Yoona ke dokter." Ia memegangi pinggang Yoona.

Sunny melirik tangan Haneul yang melingkar di pinggang sahabatnya. "Apa Taehyung sudah diberitahu?" Tanyanya curiga.

Yoona hendak menggeleng, tapi Haneul sudah keburu mengangguk.

"Sudah."

Sunny memerhatikan Haneul memapah Yoona keluar dari ruang pesta. Ia sama sekali tidak senang. Hatinya berbisik kalau seharusnya ia yang membawa Yoona ke dokter, tapi Haneul juga benar. Ia adalah salah satu panitia acara, ia tak boleh meninggalkan Hotel Harrington sebelum seluruh rangkaian acara usai dilaksanakan.

WHEN LILAC IS FALLING [VYOON FANFIC]Where stories live. Discover now