Bab 43 : Mimpi Caca

5.1K 342 66
                                    



43

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

43. Mimpi Caca

Dua hari berlalu, Caca menyibukkan diri dengan hal-hal positif. Seperti mempersiapkan diri untuk menghadapi semester barunya yang makin mendekati semester tua. Hampir setengah harinya Caca habiskan di perpustakaan kampus, membaca beberapa buku yang menunjang perkuliahannya. Setiap pagi Caca pergi dan pulang saat sore hari. Tau jikalau adiknya mencoba untuk move on dari segala permasalahan beberapa hari lalu, Anin mencoba untuk memperbaiki kehidupannya juga dan memperbaiki hubungan dirinya dengan sang adik yang makin hari makin canggung.

Seperti malam ini, selepas Anin pulang kerja. Dirinya mampir ke salah satu restoran favorit Caca untuk membelikan menu kesukaan adiknya itu. Dia kembali dengan menenteng paper bag restoran jepang itu ke rumah. Alih-alih dirinya menemukan adiknya, Anin berpapasan dengan Marel yang nampak telah lama duduk di teras rumah mereka.

Melihat orang yang dia tunggu telah pulang, Marel tersenyum lebar. Dia menghampiri Anin untuk menyampaikan beberapa pertanyaan dan kerinduannya pada calon istrinya yang menghindarinya beberapa hari ini. Berbeda dengan senyum sumringah Marel, Anin malah menunjukkan kejenuhannya.

"Apa hari ini banyak pasien yang datang ke praktikmu?" tanya Marel.

Anin mengangguk, "Ada apa?"

Marel sadar jika dirinya tidak mendapatkan sambutan yang baik dari Anin, tetapi dirinya tidak ingin mengindahkannya. Baginya, menemukan Anin lebih sulit dari apapun. Jadi entah dirinya diterima atau tidak, itu urusan belakangan.

"Nin, kenapa aku susah banget ketemu sama kamu? kenapa kamu nggak pernah bales pesan aku dan setiap aku telepon kamu selalu tolak."

"Aku kira kamu udah paham, tapi ternyata kamu terlalu denial buat nerima keputusan aku. Jadi, aku tegaskan lagi. Mas Marel, aku mau kita selesai. Dan sebagai bukti keseriusan aku.." Anin mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah lempengan emas yang dibentuk melingkar itu diberikan Anin ke Marel. "Aku kembalikan apa yang telah menyatukan kita, dengan ini aku harap Mas Marel bisa terima keputusanku."

Marel menatap cincin emas yang menjadi simbol ikatan dirinya dengan Anin yang kini terlepas dan jatuh di tangannya kembali. Wajahnya nampak terluka, Anin tau bahwa ini tidak adil bagi Marel namun akan jauh lebih tidak adil jika Anin memaksa hubungan yang menyakiti banyak pihak.

"Aku masuk duluan, Mas."

Baru kakinya hendak melangkah mendekati pintu, Marel menahan tangan Anin.

"Nin, kenapa harus gini? kenapa kamu bersikap egois dalam hubungannya ini?"

"Maaf, mas bisa sebut aku orang yang egois karna aku juga sadar akan itu. Tapi ini keputusan yang tepat untuk kita semua."

"Kita semua? Yang kamu maksud adil itu cuma buat kamu dan adikmu doang kan?"

Three Little WordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang