Memohon

6.3K 1.4K 319
                                    




Baca ini dulu di Wattpad yak

Baca ini dulu di Wattpad yak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


❤️‍🩹

Aku langsung menghela napas lega saat melihat Kak Sambada menghilang di balik pintu Jemari Hati. Semakin lama dia di sini, sudah pasti otakku akan semakin buntu.

Dia tuh gila. 100% persen gila. Dan dapetin dukungan ibu  1000 % sekarang. Bagaimana ceritanya dia bisa mengadakan acara dalam waktu sesingkat itu? Dikiranya aku Jin bisa nyari   gaun cuma 7 hari?

Kerjaanku tuh banyak. Dan masalah di otakku lebih banyak lagi. Aku paling anti yang namanya beli baju main comot. Apalagi untuk acara spesial. Aku kan kudu buat Kak Sambada nggak nyesel dan terpesona.

Aku melirik ke rak penyimpanan kain Jemari Hati. Ada kain satin berwarna  white pearl di sana. Itu adalah kain yang dulu akan  dibuat jadi gaun untuk perayaan anniversary opa dan oma salah satu teman kuliaku yang ke lima puluh tahun. Sayangnya, opa meninggal dua bulan sebelum hari perayaan, hingga temanku yang baru seminggu memesan, terpaksa membatalkannya.

Setiap melihat kain itu, aku selalu bersedih. Bukan gara-gara aku nggak balik modal soalnya gak tega nagih biaya kain yang keluar, tapi justru karena kain itu mengingatkanku pada kisah cinta indah yang akhirnya harus usai karena kematian. Level cinta kayak gitu bikin aku iri setengah mati. Pasangan yang bisa megang janji pernikahan mereka sampai akhir itu langka, terutama di zaman sekarang.

Namun, sekarang, setiap melihat kain itu, kesan dukanya aku pastikan akan berganti. Karena kain itu akan kupakai di hari pernikahanku. Cihuy!

"Bisa ya kamu senyam-senyum begitu?"

Aku menoleh pada Ibu yang kini bersedekap dan memandangku dengan senewen.

Kan. Ini nih jangan seneng duluan, Ndoro Ratu belum bagus moodnya.

"Ibu masih marah?"

"Menurut kamu?"

"Tadi sama Kak Sambada nggak? Manis banget pakai bilang nyetirnya hati-hati. Kok sama aku galak?"

"Emangnya yang bisa bunting itu Bada?"

"Ya nggak."

"Itu tau."

"Tapi kan nggak pakai kata bunting juga, Bu.  Kayak Cimol aja aku rasanya."

"Emang kamu kayak Cimol. Nerima Sambada pas Ibu nggak ada. Untung kamu nggak diarak warga."

Aku menunduk. Malu banget sumpah.

Ibu berjalan  ke arahku. Dia menyerahkan kemeja Kak Sambada dan celana dalamku. "Bawa pulang terus cuci. Sumpah ya kalian  bikin kepala Ibu ternoda."

"Iya, tapi Ibu nggak jadi buat kue?"

"Nggak jadi. Ibu mau ketemu Jeng Permata."

"Demi apa?"

Has To Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang