Balik Kayak Dulu

6.3K 1.6K 432
                                    

Baca Part ini dulu di KK yakkkk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Baca Part ini dulu di KK yakkkk

❤️‍🩹

Meski percaya zodiak, shio, primbon dan sebagainya, tapi aku nggak percaya hari sial. Suer. Aku percaya semua yang baik-baik. Itu kenapa ramalan zodiak, shio dan kawan-kawannya itu aku cuma mau percaya pas baik doang. Karena apa? Aku anggap itu sebagai motivasi untuk tetap positif thingking. Makanya, kalo ramalannya nggak bagus, aku menolak percaya.

Namun, kayaknya hari ini aku benar-benar sial deh. Setelah bangun tidur dengan perasaan remuk redam, aku harus dengar kabar dari Ibu kalo Cimol nggak pulang semalam. Aku yakin dia nginap di rumah Jali. Untung aja dia hewan, kebayang kalo manusia, si Cimol pasti udah diarak warga terus viral di media sosial.

Tapi ya, nggak cuma itu, semesta kayaknya lagi mau ngolok-ngolok aku. Ibu bilang aku nggak perlu ke Jemari Hati, hari ini aku harus bantuin Ibu di toko. Padahal Jemari Hati sebelahan sama toko Ibu. Tapi intinya, aku nggak hatus jahit hari ini. Banyak kue yang harus dibuat sampai tiga pegawainya nggak sanggup bantuin. Kue untuk acara perkenalan si sendok di keluarga Sambada.

Apa aku menolak? Oh tentu tidak. Meski mata sembab dan hati hancur berantakan, aku tuh tetap ngikutin perintah Ibu. Aku mandi air hangat dan dandan yang cantik lalu bonceng Ibu ke toko kue kami.

Mobil buntut kesayangan Bapak emang ada di rumah, tapi aku nggak bisa nyetir. Kenapa? Karena aku anak tunggal dan Bapak berpikir dia akan selalu ada buat antar aku kemana-mana. Kalo Bapak udah tua, akan ada suami aku yang jagain ntar. Tapi lihatlah sekarang, bapak udah meninggal dan mantan suamiku bentar lagi jadi suami orang.

Hasyuu emang.

Iyap, aku sudah berpikir panjang semalam. Setelah menghabisi sekotak tisu, dan akhirnya melanjutkan dengan sholat malam, aku memutuskan untuk benar-benar melepas Kak Sambada.

Eitss, bukan karena aku pengecut lho ya, tapi karena aku tahu, berdarah-darah dalam perang yang nggak akan kumenangkan itu konyol.

Iya, konyol.

Lagian Kak Sambada juga kayaknya naksir sama Vivi. Ya kali aku mau jadi martir salah sasaran.

Musuh terbesarku bukan orang tua Kak Sambada, Qahi, atau Vivi. Musuh terbesarku adalah takdir kami. Aku nggak lagi mau ngelawan takdir, aku capek.

Semalam, pas aku nangis-nangis di atas sajadah, aku udah bilang sama Allah. Kalo emang Kak Sambada jodohku, bukain jalannya lebar-lebar. Tapi kalo dia bukan jodohku, ya buatin jalan. Eh nggak ding, aku udah nggak semaksa itu sama Allah. Aku cuma minta semoga apapun takdir kami di masa depan, aku bisa berlapang dada dan Kak Sambada bahagia.

Kenapa aku nggak mikir buat nyari cowok lain? Dua cowok aja ribet apalagi tiga.

Mendengar ucapan Ibu membuatku memgingat banyak hal tentang masa lalu kami. Aku baru menyadari Kak Sambada selalu ada dalam momen terburukku, tapi aku tak pernah memperhatikannya karena pandanganku tertutup Qahi.

Has To Be YouWhere stories live. Discover now