Intimidasi

6.4K 1.5K 472
                                    


Apdet lagiiiiii. Yang mo pesen mini ebooknya ama kranyya. Buuran ya sebelom diskonnya berakhir

❤️‍🩹

"Hai ...," sapa si dua sendok dengan sok manis.

Dia emang manis beneran kok, tapi kan kami saingan. Masak aku mau puji. Ogah!

"Hai," balasku, dingin. Tak lupa aku mengangkat dagu.

"Perkenalkan, aku Silivia, biasa dipanggil Vivi. Aku ...."

"Pacar baru Kak Bada?"  tembakku langsung. Lagian siapa sih yang mau tau nama aslinya?

Aku melihat Sambada yang hendak menyalakan mobil terhenti. Dia menatapku lewat spion. Aku membalas tatapannya dengan garang. Apa lihat-lihat?

"Kami masih hanya teman kok, tapi amin," ujar Vivi yang menatap Kak Sambada malu-malu.

Cuih!

"Oh ... kasihan."

"Maaf?"

"Kak Bada itu jago PHP-in orang lho. Udah banyak korbannya kok. Aku kan saksi hidup, " dan setengah korban, tambahku dalam hati.

Bukannya terlihat marah, Kak Sambada malah mengulum senyum. Aku pasti seperti bocah tantrum di matanya.

"Pakai sabuk pengamanmu, Thira," ujarnya lembut.

Asem, bisa-bisanya dia masih setenang ini saat aku setengah ngereog.

"Nggak mau."

"Thira. Itu penting buat keselamatan."

"Naik mobil ini aja aku dah nggak selamat," gumamku ketus.

Jawabanku dijawab pintu mobil Sambada yang terbuka. Pria itu keluar dan malah membuka pintu mobil di sampingku.

Aku tentu saja terkejut.  Sambada tiba-tiba saja  memakaikan sabuk pengamanku.

"Kan aku bilang nggak mau!"

"Nggak mau, tapi  baik buat kamu. Kamu boleh marah, tapi keselamatan tetap nomor satu."

Aku kesal bukan kepalang. Kekesalan yang sedikit berkurang saat melihat Vivi mengawasi kami dari kaca spion. Vivi terlihat ... sedih?

Mampus!

Oh ini belum berakhir, Nyisanak!

Aku mengangkat sebelah alisku yang membuat Vivi terkejut. Dia  pasti tak menyangka bahwa aku akan memergokinya.

Dia boleh seorang pengacara, tapi aku anak Ibu Kumala. Mental baja saat bertemu saingan salah satu keunggulan kami.

Aku sengaja mengusap kening Kak Sambada hingga lelaki itu terkejut.

"Basah," ujarku dengan bibir setengah dicebikkan sok imut. Untung bibirku bentuknya bagus. Kata Qahi, keliatan enak buat diisep. Mesum banget emang tuh mantan satu.

"Apa?"

"Udah tahu nggak bisa kena hujan malah turun dari mobil nggak pakai payung. Nakal."

Sambada mengerjap sementara aku mulai merapikan rambutnya.

"Kamu kenapa?"

"Emangnya kenapa? Nggak boleh?" tanyaku nyolot.

"Ya nggak juga."

"Iya udah nggak usah bawel."

Aku mengelap seluruh wajah Kak Sambada dengan telapak tangan. Kenapa sih dia harus gagah banget? Kalo aku tiba-tiba nyium dia, aku nggak bakal dikatain kesurupan kan?

Has To Be YouWhere stories live. Discover now