Sup Tahu dan Kenangan Masa Lalu

6.2K 1.5K 220
                                    

❤️‍🩹


Aku buru-buru memarkirkan motorku. Tas plastik berisi belanjaanku terayun cukup keras seiring langkahku yang lebar menuju Kak Sambada.

Aku itu cuma pergi nggak lebih dari lima belas menit, tapi pria ini sudah berdiri di depan pintu, bersandar di kusen dan tampak berusaha agar tidak tumbang.

Aku geregetan, sumpah.

"Kak Bada ngapain di sini?" tanyaku yang langsung membimbingnya masuk ke  dalam lagi.

"Nungguin kamu."

"Nungguin kan bisa di dalam juga."

"Tapi kalo di dalam nggak bisa lihat kamu datang."

"Di luar juga nggak bisa lihat aku datang kalo belom datang."

"Tapi bisa lebih cepat lihat kamu kalo di luar."

Makhluk ini sadar nggak sih, bahkan ucapan lempengnya itu memiliki kemampuan untuk membuat aku meleyot?

"Terus kenapa nggak duduk aja? Itu kan gunanya kursi di luar."

"Temboknya bikin nggak bisa lihat kamu kalo duduk."

Antara berbunga-bunga dan gemas, aku mencoba membaringkannya di sofa.

"Aku nggak mau tidur lagi."

"Tapi harus."

"Nggak harus." Kak Sambada menahan langkahnya. Buset, dia nggak berdaya aja aku nggak bisa gerakin. Gimana kalo dia sedang sehat walafiat?

"Kakak udah gede. Nggak boleh keras kepala."

"Aku nggak keras kepala. Aku cuma nggak mau berbaring lagi. Punggungku sakit."

"Tapi Kakak lemas." Aku menghela napas. Kayaknya debat sama dia bakal ngabisin waktu aja deh. Kak Sambada jelas nggak mau ngalah kali ini. Jangan-jangan sikap tegasnya sama aku balik lagi kayak dulu? Duh bahaya. Aku lemah kali dia udah tegas tau.

"Aku mau mandi."

"Hah?"

"Gerah, lengket, nggak nyaman."

"Orang sakit mana nyaman Kak."

"Orang sakit harus dibuat nyaman."

"Tapi mandi cuma bakal bikin demam Kakak naik lagi."

"Aku bisa berendam pakai air hangat." Kak Bada menambahkan, "Ada bath tub di kamar mandi."

"Bath tub?"

"Iya."

Aku menipiskan bibir.

"Kenapa?"

"Nggak ada," jawabku ketus. Aku membimbing Kak Sambada ke kamarnya. Mendudukkanya di pinggir tempar tidur. Tanpa kata aku masuk ke dalam kamar mandinya.

Memang ada bath tub di sana. Ada juga sabun dengan botol berwarna ungu bergambar bunga.

Hatiku tiba-tiba panas. Mataku juga. Tapi sembari mengisi batt tub dengan air hangat, aku berusaha menenangkan diri.

Masalaknya nggak berhasil.

Aku tersentak saat tiba-tiba merasakan sentuhan di punggungku.

Kak Sambada sudah berdiri di belakangku.

"Kamu kenapa?"

"Ngisi air."

"Bukan itu yang kutanyain. Kamu kenapa? Kamu marah?"

"Ngapain marah."

"Karena aku mau mandi?"

"Orang sakit harus dibuat nyaman," jawabku mengulang perkataanya.

Has To Be YouWo Geschichten leben. Entdecke jetzt