Bab 11

18 4 0
                                    

✾ Gardenia  ✾

Hari ini Nadira berangkat ke sekolah dengan perasaan gundah. Percakapannya dengan Arjuna semalam via DM itu masih terngiang di kepalanya. Disanjung dan diberi semangat oleh Arjuna—sang pujaan hati—memang tak ayal membuatnya sedikit termotivasi. Nadira sempat berpikir apakah harus dia terima tawaran teman-teman sekelasnya itu? Namun, Nadira kembali merasa rendah diri. Ia masih merasa apa yang akan ia hasilkan dalam karyanya itu nanti akan sesuai dengan ekspektasi orang-orang. Apalagi ekspektasi orang-orang terhadap anak-anak teater itu sangat besar. Jika Nadira mengambil alih kendali projek teater kelas mereka untuk festival nanti, takutnya hasilnya tak sesuai harapan.

Nadira mendongak dan mendapati sosok Arjuna sedang berbicara dengan Gilang dan juga Kiara. Raut wajah pemuda itu terlihat serius ketika mendengarkan Gilang berbicara. Kiara juga sesekali menimpali dan Arjuna mengangguk kecil.

Nadira hanya diam menatap mereka. Lihatlah. Ketiga orang itu sangat terlihat jauh di atas Nadira. Arjuna si Ketua OSIS yang sangat ramah dan baik hati. Gilang Kapten Basket Putra yang sangat berkarisma juga Kiara anggota inti Basket Putri yang mudah berbaur dengan orang-orang. Nadira tiba-tiba saja merasa tak sebanding dengan mereka. Ia hanyalah gadis penyendiri yang selalu memendam semuanya sendiri. Satu-satunya tempat ternyaman baginya hanyalah di rumah karena di sanalah dia baru bisa menjadi Nadira yang ceria dan berceloteh ria di hadapan ayah dan ibunya.

Kiara tak sengaja menoleh dan mendapati sosok sahabatnya yang terlihat melamun. Kiara langsung berseru memanggilnya. “NADIRA!” Arjuna dan Gilang ikutan menoleh.

Nadira yang mendengar seruan itu langsung menatap Kiara dengan kaget. “H–ha? Apa?” tanyanya gugup.

Kiara berjalan menghampiri Nadira diikuti oleh Arjuna dan Gilang. Kiara langsung merangkul pundak Nadira. “Tumben agak siang berangkatnya. Biasanya pagi banget dianter bapak lo.” Kiara bertanya.

“Oh, ayah hari ini kebetulan bisa berangkat agak siang soalnya semalem lembur,” jawab Nadira.

Kiara mengangguk paham. “Eh, lo tau enggak? Masa si Gilang ngusulin ke Juna buat anak-anak basket suruh bikin atraksi sih di pembukaan festival nanti. Gila, 'kan?” adu Kiara kepada Nadira.

Gilang langsung memasang wajah kecut. “Kalo pembukaan pake penampilan anak-anak tari tuh udah biasa, Ki. Sesekali pake ide baru dong. Jangan sukanya daur ulang ide mulu dari tahun-tahun kemarin,” ucapnya dengan nada kesal.

“Ih, bukan gitu. Cuma aneh aja masa anak basket suruh atraksi. Kita tuh anak basket yang kerjaannya masukin bola ke ring bukan orang-orang sirkus,” ucap Kiara.

“Tuhan! Gue cuma mau ngide aja. Lagian sekalian promosi ekskul basket, Ki. Biar kalo kita lulus nanti, banyak yang mau masuk dan bisa nerusin prestasi basket di sekolah,” ucap Gilang.

“Kayak mau meninggal aja lo pake butuh diterusin aja. Lagian tuh masih lama kita lulus. Ulangan semester satu aja belum udah mikir lulus aja lo. Mau apa emang? Mau kuliah?” balas Kiara.

“Sembarangan. Gue pinter kok. Abis lulus gue mau masuk sekolah polisi tau,” ucap Gilang dengan percaya diri.

Kiara menggeleng kecil. “Kesian gue sama orang-orang kalo lo yang jadi polisi. Entar kalo ada yang demo malah lo lemparin pake bola basket lagi bukannya dibubarin,” ejeknya.

Gilang memutar bola matanya jengah. Arjuna yang melihat itu hanya bisa terkekeh geli. “Udah deh. Niatnya Gilang bagus kok biar festival kita beda aja dari yang biasanya. Cuma mungkin memang kalo mau nyuruh anak-anak basket atraksi tuh agak enggak mungkin. Soalnya pasti enggak jauh-jauh dari bola aja sama lompatan.” Arjuna menjelaskan.

[02] GardeniaWhere stories live. Discover now