Bab 7

14 4 0
                                    

✾ Gardenia  ✾

Keheningan dimana Nadira bisa menatap betapa luar biasanya Arjuna bermain telah berubah menjadi keheningan canggung. Aldara, wakil ketua OSIS yang duduk di sampingnya itu malah berteriak meneriaki nama Arjuna seolah memberikan semangat. Bahkan ia sesekali bisa melihat Gilang yang memutar bola matanya jengah ketika ia menoleh ke arah tribun penonton.

Dalam hati, Nadira juga ingin menyuarakan bahwa ia juga jengah dengan teriakan Aldara yang begitu menyakiti telinganya. Aldara kemudian duduk sambil bertepuk tangan ketika Arjuna berhasil mencetak poin. Gadis itu menoleh dan tersenyum tipis sambil berkata, “temennya Kiara?”

Nadira mengangguk ragu. Ia tahu bahwa sahabatnya—Kiara—itu sangat dikenal banyak murid karena sosoknya yang easy going dan juga ramah apalagi ia aktif di basket dan juga sering membawa tim basket putri mereka ke perlombaan. Sudah pasti nama Kiara takkan asing di telinga anak-anak OSIS.

Aldara mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya. “Gue Aldara. Aldara Yunita.” Nadira mengangguk kecil dan menyambut uluran tangan itu. “Nadira Ayu Kusuma. Panggil aja Nadira atau Dira,” ucap Nadira.

Aldara tak berlama-lama membiarkan tangannya menjabat tangan Nadira. Begitu gadis itu melepaskan tangan Nadira, ia langsung mengalihkan pandangannya ke arah Arjuna yang kembali bermain. Aldara tersenyum lebar dan sesekali meneriaki nama Arjuna.

Nadira tersenyum tipis dan kemudian menggenggam botol air mineral yang tadi memang ia siapkan untuk Kiara. Butuh waktu sampai akhirnya permainan diberi istirahat. Kiara, Gilang juga Arjuna berjalan menuju ke arah Nadira dan Aldara berada.

Kiara langsung merengek dan memeluk Nadira sambil mengeluhkan lelah. Gilang yang melihat itu menggeleng geli. “Kayak bocah aja lu, Ki. Badan lo keringetan malah meluk si Nadira. Ntar dia ikutan bau,” ejek Gilang.

Kiara menjulurkan lidahnya ke arah Gilang. “Bilang aja lo iri. Sana peluk Juna aja deh. Sahabat lo ’kan dia,” ucapnya sambil melirik ke arah Arjuna yang menerima handuk kecil dari Aldara. Kiara menyeringai kecil dan kemudian melepaskan pelukannya pada Nadira.

“Jun, pinjem handuk lo dong! Badan gue lengket nih!” seru Kiara yang mengundang tatapan tak terima dari Aldara. Arjuna yang memang dasarnya baik pun menyerahkan handuk tersebut kepada Kiara.

“Kok dikasih sih? Itu ’kan punya lo!” ucap Aldara protes. Arjuna mengatakan kepada Aldara bahwa tak masalah. Lagipula mereka teman. Kiara yang melihat Aldara kesal pun mengambil botol air mineral dari tangan Nadira dan melemparkannya ke arah Arjuna. Untung saja pemuda itu bisa menangkapnya.

“Bayaran lo minjemin handuk. Gue kasih tuh air minum gue yang dibeliin spesial dari sahabat gue yang paling cantik.” Kiara berucap sambil menatap Nadira dengan tatapan geli. Nadira bisa merasakan pipinya bersemu merah karena malu. Kiara kemudian melanjutkan dengan nada mendayu-dayu, “gue bakal iri banget deh sama cowok yang bisa dapetin hati sahabat gue ini. Pasti Nadira bakal perhatian banget sama dia dan enggak bakal perhatian sama gue lagi.”

Nadira mencubit pelan lengan Kiara yang membuat sahabatnya itu malah tertawa terbahak-bahak. Gilang menggeleng geli melihat tingkah Kiara. “Gue kalo jadi lo ya, Nad. Udah gue gadein kali temen macam Kiara. Geli gue tiap hari ngadepin dia,” ucap Gilang sambil duduk dan mengusap keringat di wajahnya dengan handuk yang entah darimana dia dapat.

Kiara memukul pelan Gilang dengan handuk yang sedikit basah di tangannya itu. “Sembarangan. Semprul banget jadi manusia!” balas Kiara.

“Udah deh. Kalian berdua tuh. Pantes ya kapten basket putra sama pemain inti basket putri nih suka enggak bener kalo latihan bareng. Ternyata kalian malah begini kalo ketemu,” ucap Arjuna melerai.

“Temen lo aja nih yang ngeselin. Gue curiga jangan-jangan lo naksir sama gue. Ngaku lo?” tuding Kiara kepada Gilang.

Gilang menatapnya seolah tersinggung. “Najis banget naksir sama uget-uget kayak lo! Mending gue naksir Nadira,” ucap Gilang. Ia menatap ke arah Nadira dan mengedipkan sebelah matanya. “Hai, cantik?” ucapnya kepada Nadira.

Kiara menjerit dan langsung memeluk Nadira seolah-olah mengatakan kepada Gilang bahwa ia tak boleh mendekati Nadira. “Jauh-jauh lo pantat gorila! Jangan deket-deket sahabat gue. Lebih ikhlas gue kalo Nadira sama Arjuna daripada sama lo!” seru Kiara.

Oh! Nadira langsung merona malu begitu Kiara bersuara seperti itu. Sekarang Arjuna juga Gilang menatapnya dengan tatapan geli dan Aldara menatapnya dengan tatapan tajam. Kiara tak peduli. Ia akan mengawal kapal Arjuna–Nadira sampai berlayar kalau bisa sampai ke pelaminan.

“Juna enggak mungkin naksir kali. Lagian Juna juga sibuk sama OSIS,” ucap Aldara dengan nada tak suka.

Kiara membalas, “enggak selamanya dia jadi Ketua OSIS tuh. Taun depan mau enggak mau dia turun soalnya udah mau kelas 12. Lo kalo mau sampe nenek-nenek jadi Wakil Ketua OSIS sih silakan aja.”

Aldara mengepalkan tangannya dan menatap Kiara dengan aura permusuhan. Gilang takjub dan mendukung bagaimana Kiara melawan Aldara. Ia memang tak terlalu suka dengan Aldara karena gadis itu selalu mengganggu waktunya bersama dengan Arjuna padahal mereka hanya nongkrong apalagi Gilang dan Arjuna sudah berusaha sejak lama. Seenaknya saja Aldara masuk dan mengganggu.

Aldara menatap Arjuna dengan netra sedih. Seolah-olah mengadu kalau ia ditindas. Arjuna malah terkekeh geli. “Kiara becanda kok, Dar. Lagian dia bener, taun depan gue turun dari jabatan gue. Udah mau kelas 12. Biarin adek kelas yang lain buat berproses. Lo juga enggak mungkin menjabat lagi taun depan.” Arjuna dengan lembut berkata seperti itu.

“Oke,” balas Aldara dengan nada lesu. Ia jadi bertanya-tanya kepada dirinya. Apakah setelah jabatan mereka habis, ia takkan bisa bersama-sama dengan Arjuna lagi? Aldara tersenyum kecil dan bertekad dalam hati untuk mengungkapkan perasaannya kepada Arjuna dan memastikan bahwa ia akan menjadikan Arjuna pacarnya sebelum jabatan mereka di OSIS berakhir.

Kiara menatap Arjuna dan melirik ke arah Nadira sebentar sampai ia menyeringai kecil. “Eh, Jun! Kok jaket lo dipake Nadira sih?” ucap Kiara tiba-tiba.

Aldara langsung menatap jaket yang dipakai oleh Nadira dengan tatapan tajam. Ia mengenali jaket itu dan memang itu jaketnya Arjuna.

“Oh, itu? Ya, gapapa. Nadira keliatan lebih butuh. Lagipula cuma jaket aja kok,” balas Arjuna sambil tersenyum kecil ke arah Nadira yang kini menunduk malu.

“Masa sih, Jun? Bukannya itu jaket kesayangan lo, ya? Gue inget banget tiap gue mau pinjem tuh jaket lo selalu ngomel ke gue,” ucap Gilang.

Arjuna menatap sahabatnya dengan tatapan malas. “Semua barang gue yang lo pinjem pasti berujung ilang. Gue ingetin lagi deh celana training gue yang warna item yang lo pinjem dua bulan lalu aja lo bilang enggak inget ditaro dimana,” balas Arjuna.

Gilang malah terkekeh kecil. “Maaf deh. Gue ganti ntar! Tenang aja.”

Nadira mengeratkan genggamannya kepada jaket Arjuna yang ia pakai. “Gue balikin besok, ya. Nanti gue cuci sampe bersih,” ucapnya dengan nada malu-malu kepala Arjuna.

Arjuna menatapnya dengan tatapan lembut. “Gapapa. Santai aja kok, asal enggak ilang aja.”

Gilang mendelik tajam mendengarnya. “Iya, Jun. Gue ganti. Ya Tuhan, masih aja diinget!” keluhnya.

Kiara menertawakan itu. Berbeda dengan Aldara yang kini mengepalkan tangannya dan menatap ke arah Nadira dengan tatapan tajam. Nadira tersenyum tipis dengan pipi memerah dan menggenggam erat jaket Arjuna ketika pemuda itu malah dengan santainya mengatakan kepadanya untuk tidak perlu mengembalikan jaketnya dengan terburu-buru asalkan jaketnya tak hilang saja.

✾ Gardenia  ✾

✾  Bab 7
✾ ditulis oleh girlRin

[02] GardeniaWhere stories live. Discover now