Bab 5

19 5 0
                                    

✾ Gardenia  ✾

“Jadi, gimana? Nak Juna ada saran?” tanya Kepala Sekolah kepada Arjuna.

“Gimana kalau kita bikin kayak festival aja, Pak? Jadi kita bikin kayak kasih kesempatan buat anak-anak ekskul lain buat menjajakan produk mereka sendiri entah mereka bikin bakso pedes atau apa gitu. Trus nanti kita ramaikan sama penampilan kayak tiap kelas dibebaskan bikin pertunjukan gitu. Bisa nyanyi, nari atau bahkan baca puisi. Menurut Bapak gimana?” usul Arjuna.

Kepala Sekolah mengangguk setuju. Mereka sedang mendiskusikan apa yang akan dilakukan untuk memperingati ulang tahun sekolah mereka dan usulan Arjuna barusan memang cukup bagus. Membuat murid-murid di sekolah jadi benar-benar berpartisipasi.

“Apa enggak kerepotan kalo begitu? Banyak banget makan dana pasti,” ucap Azka Nugroho atau akrab dipanggil Azka.

“Kalau gitu gimana tiap kelas menampilkan sesuatu? Kayak mereka bikin pertunjukan yang seenggaknya menampilkan sesuatu dan bikin mereka bener-bener terlibat sama kegiatan. Biar mereka enggak cuma bisa nyelonong ke Kantin doang dan enggak peduli sama kegiatan sekolah.” Arjuna mengusulkan.

“Gue setuju. Bebasin aja mereka mau nampilin apa. Kalo misalkan ada satu kelas yang mau masak-masak dan ngejual makanan bikinan sendiri itu dianggap aja penampilan mereka. Jadi, tetep mereka berpartisipasi gitu.” Aldara menyetujui usulan Arjuna.

Azka melirik Aldara sekilas yang mana gadis itu malah menatap Arjuna dengan tatapan berbinar-binar. Ia ingin membantah, tapi ia tak ingin membuat Aldara yang sudah berteman dengannya itu malah marah kepadanya.

“Gue setuju.” Arjuna menyetujui ucapan Aldara yang mana membuat Aldara langsung merona malu.

“Oke. Kalau begitu kalian bisa rapatkan lagi untuk keputusan lebih lanjutnya. Nanti buatkan proposalnya dan juga rinciannya ke saya biar dananya diurus. Juga tolong pastikan tiap kelas mau menampilkan apa biar kita bisa atur rundown acara dan tetapkan bagaimana urutan penampilan nanti,” ucap Kepala Sekolah dengan tenang.

Anak-anak OSIS lainnya mengangguk setuju dan kemudian pamit keluar dari ruangan Kepala Sekolah. Aldara langsung menatap Arjuna dan bertanya, “jadi mau dirapatkan kapan?”

Arjuna menatap jam tangannya dan kemudian menjawab, “besok pagi gimana? Gue ada ulangan bab hari ini.”

Aldara mengangguk. “Lo semangat buat ulangannya, ya. Lo pasti bisa!” Arjuna mengangguk dan tersenyum sambil melambaikan tangannya sembari pergi meninggalkan mereka.

“Ciye, seneng banget deh disenyumin si Juna!” goda salah satu gadis OSIS yang memang telah berteman dengan Aldara sejak awal masuk SMA, Salwa Nindya atau akrab dipanggil Salwa.

Aldara langsung merona dan menatap Salwa dengan tatapan malu. “Ciye, malu-malu!” ejek Salwa.

Aldara langsung menatap Azka dan berseru, “Azka! Tolongin gue! Salwa ngeselin!” Salwa yang mendengar itu malah terkekeh geli. Azka hanya mengulas senyum tipis dan menegur Salwa.

“Dih, iya deh. Hahaha! Eh, ngantin yok? Laper nih!” ajak Salwa.

Aldara mengangguk. Kemudian ia menggenggam tangan Azka dan juga Salwa untuk berjalan menuju Kantin. Masih ada waktu dua puluh menit sebelum bel masuk berdering. Masih sempat kalau mau makan jajanan ringan di sana.

✾ Gardenia  ✾

Gilang saat ini malah menemani Kiara dan juga Nadira di Kantin. Setelah selesai memakan makanan mereka tadi, teman-teman Gilang yang lain pamit dan meninggalkan Gilang yang masih setia memakan siomai yang baru ia beli. Kiara juga membeli beberapa jajanan dan juga roti yang ia bagi dengan Nadira.

Kiara membuka bungkus pilus yang akan ia makan sampai kemudian Gilang mengambilnya dan memakannya dengan rakus. “Anjing! Punya gue tuh, cok!” seru Kiara.

“Bagi doang satu. Pelit amat lo, Ki!” balas Gilang.

“Ya, tap—”

“Udah, Ki. Malu diliatin yang lain,” tegur Nadira.

Gilang tersenyum senang karena Nadira menyelamatkan dirinya. Kiara menatapnya dengan tatapan kesal dan menendang kaki Gilang di bawah meja sampai pemuda itu meringis kesakitan.

“Sakit, sialan!” ringis Gilang.

Kiara tak peduli. Ia melanjutkan makannya. Gilang ingin membalas, tapi netranya malah mendapati sosok Aldara masuk ke Kantin dengan Azka dan juga Salwa. Sontak saja Gilang berteriak. “DAR, MANA JUNA?”

Aldara yang mendengar itu tentu saja menoleh dan menatap Gilang dengan tatapan malas. Ia selalu tak menyukai teman Arjuna yang satu itu. Gilang sering membuat Aldara susah mendekati Arjuna.

“Kelas. Katanya nanti ada ulangan,” jawab Aldara dengan nada ketus. Ia langsung menarik kedua temannya untuk duduk menjauhi meja yang ditempati oleh Gilang, Kiara dan Nadira.

Gilang yang melihat Aldara melengos begitu saja langsung berdecih kecil. “Sombong amat. Kalo dulu gue enggak ngejabat duluan jadi Kapten Basket Putra juga tuh jabatan Wakil Ketua OSIS bakal jatuh ke gue. Kagak bakal bisa tuh dia sok kayak Ratu banget cuma gara-gara jadi Wakil Ketua OSIS doang,” sungut Gilang.

Kiara mengangguk setuju. “Bener banget. Sok kayak Ratu padahal cantik juga kagak,” ucapnya.

Nadira menegur Kiara dengan pelan. Ia bisa melihat kalau Aldara dan dua temannya menatap mereka dengan tatapan tajam. “Ki, udah. Gosah ngejulid lagi. Dia ngeliatin kita,” bisik Nadira.

“Biarin aja. Ngapain takut sama dia? Tuhan juga bukan!” ucap Kiara.

“Sesat sih kalo menuhankan dia,” balas Gilang.

“Nah! Udah paling bener kita nyembah Tuhan doang. Gosah nyembah dia. Ratu juga bukan,” ucap Kiara.

Nadira hanya bisa menggelengkan kepalanya. Gilang dan Kiara ini kalau disatukan untuk mengatai orang lain, sepertinya sangat cocok.

“Eh, kapan lagi nih latihan gabungan? Gue kangen pengen ngelawan tim kalian,” ucap Kiara mengalihkan pembicaraan.

Gilang menyahut, “kapan aja sih boleh. Lo mau kapan?”

“Secepatnya deh. Jangan di sekolah! Ntar lo semua malah tebar pesona pake buka baju segala. Gue juga mau selebrasi, cuma kalo gue ikutan buka baju yang ada kena panggil ke BK ntar!” ucap Kiara.

“Kalau gitu kayak latihan biasa aja. Ntar kita diskusi ke grup basket aja deh. Atur di sana.” Gilang mengusulkan.

Kiara mengangguk setuju. Ia menoleh ke arah sahabatnya dan bertanya, “lo temenin gue kayak biasa, ’kan?” tanyanya kepada Nadira.

“Males. Panas-panas gitu, ntar kulit gue item.” Nadira menyahut dengan nada malas.

“Ih, ikut dong! Temenin gue!” rengek Kiara.

“Ogah, Ki. Panas. Mending gue di kamar baca novel sambil kipasan,” jawab Nadira.

“Lo suka novel?” tanya Gilang tiba-tiba. Nadira mengangguk. “Kenapa?” tanyanya.

Gilang menggeleng pelan. “Gapapa sih. Cuma kayak Juna aja. Juna juga suka baca novel trus sahabatan sama anak basket kayak gue. Mirip kayak lo yang suka baca novel eh sahabatan sama Kiara yang anak basket juga. Lucu, ya?” ucapnya dengan nada geli.

Lain dengan Gilang yang merasa geli dengan ucapannya sendiri, Nadira malah merona malu. Kiara yang melihat itu tentu saja menggelengkan kepalanya dengan nada iba. Ia kasihan kepada Nadira yang sudah naksir setengah mati kepada Arjuna, tapi ketika disuruh supaya menampilkan tindakannya secara terang-terangan malah tak mau. Katanya malu dan merasa tak pantas. Katanya Arjuna terlalu sempurna untuk dirinya. Kiara ingin sekali menjedotkan kepala sahabatnya itu. Arjuna juga manusia dan mereka sama-sama makan nasi. Apa yang membuat Nadira tak sebanding dengan Arjuna? Memangnya Arjuna memakan nasi premium dan Nadira memakan nasi bekas? Tuhan, konyol sekali!

✾ Gardenia  ✾

✾  Bab 5
✾ ditulis oleh girlRin

[02] GardeniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang