Bab 41 : Tanggung Jawab Untuk Ketentraman Diri

5K 320 36
                                    

41

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

41. Tanggung Jawab Untuk Ketentraman Diri

Keheningan tercipta diantara Marel dan Anin. Setelah fakta adiknya menyukai calon suaminya terbongkar, Anin mati-matian menghindari Marel. Anin tau sikapnya ini kekanakan karena memilih menghindar daripada menghadapinya dengan dewasa. Marel adalah orang luar yang seharusnya Anin beri pengertian terhadap apa yang terjadi dalam keluarganya.

Kepulangan Caca memang melegakan hati Anin, namun ketenangan itu tidak sepenuhnya Anin rasakan. Sebab ada Marel yang menuntut penjelasan dan ada perang antara hati dan logikanya terhadap keputusan apa yang akan dia ambil terhadap dilema besar ini.

"Kamu kayak kurang sehat, Nin? Are you okey?"

Anin mengangguk, "Aku baik-baik aja, Mas."

"Okey. Jadi, kita mau bicarakan apa? Oh iya, kemarin vendor telpon aku perihal tenda yang sudah dipasang dan-,"

"Aku mau mundur, Mas."

"Ya? Mundur dari apa?"

"Maaf, Mas. Aku nggak bisa lanjutin hubungan kita."

Marel membeku di tempatnya. Seperti petir disiang bolong, keputusan Anin ini membuat Marel terguncang bukan main.

"Nin, kalau aku ada salah bisa kita bicarain aja. Atau ada yang kurang sesuai sama kamu? Gaun atau seserahan? Aku bakalan penuhin sesuai yang kamu mau, jadi kita bicarain dulu ya?"

Anin mengigit pipi dalamnya, menahan air matanya agar tak mengalir. "Bukan, bukan karena itu. Semuanya sudah sempurna, semuanya sudah sesuai impian aku. Hanya saja..."

"Hanya apa, Nin?"

Netra yang mati-matian menahan bendungan cairan kristal itu menatap tepat di netra coklat Marel yang menuntut lebih banyak penjelasan. "Aku nggak mau nyakitin adikku dengan menikahi pria yang dia cintai."

Marel lemas mendengar perkataan Anin yang baginya tidak masuk akal. Alasan yang bahkan tidak pernah Marel bayangkan akan dia dengar dari mulut Anin yang menurutnya memiliki pemikiran rasional. Jika ini hanya perkara kedekatannya dengan Caca yang lebih awal dibanding kedekatannya dengan Anin, Marel tidak bisa menerima dugaan buruk yang membawa kata cinta atas nama Caca untuknya.

Mengetahui calon suaminya terdiam dengan wajah kaget bukan main, Anin menyeka air matanya. Dia menegapkan bahunya, berusaha menegarkan diri untuk memulai cerita panjangnya.

"Mungkin Mas anggap aku mengada-ada, tapi ini faktanya Mas. Fakta yang juga membuat aku terguncang sama halnya dengan kamu sekarang. Fakta yang seharusnya aku sadari sejak awal, kenyataannya aku malah terlambat tahu kebenaran itu dan aku nggak tau seberapa jauh luka yang aku toreh tanpa sengaja ke Caca. Entah itu sejak pinangan kamu ke Ayahku, atau bahkan jauh sebelum itu? Aku bener-bener ngerasa jahat Mas dan aku nggak mau terus-terusan jadi orang jahat buat adikku."

Three Little WordsWhere stories live. Discover now