Bab 38

5.4K 372 33
                                    

Dua pekan kedatangan kedua orangtuanya membuat Salma sedikit lebih santai karena mereka cukup banyak membantu Salma. Dia dan Rony menjadi lebih tenang setiap pagi karena ada mereka yang bisa mengantarkan Bhumi sekolah. Dalam beberapa kesempatan mereka juga bertemu dan menginap di rumah tante Anita sehingga Rony tak perlu bolak balik menjemput anak itu.

Semua terasa lebih mudah dengan keberadaan ayah dan ibunya di rumah.

Rony menjadi lebih tenang bekerja tanpa harus khawatir pada Salma dan Bhumi sedangkan Salma menjadi lebih tenang kuliah serta mengontrol bengkel Rony. Dalam beberapa kesempatan, ibunya malah menggantikan Salma untuk menemani Bhumi bertemu Karin.

Bicara soal Karin, perempuan itu benar-benar menepati semua kesepakatan yang mereka sepakati. Tak ada lagi Karin yang lancang atau drama untuk bertemu Rony. Karin sepertinya memang hanya fokus pada Bhumi. Salma sudah berpikir mungkin suatu hari dia akan mengizinkan Bhumi menginap bersama Karin karena bagaimanapun peran perempuan itu tak bisa dihapus dari kehidupan Bhumi. Tapi Salma masih mempertimbangkan keadaan mental Bhumi, dia takut Bhumi akan bingung jika memberitahukan tentang siapa Karin sebenarnya. Dia harus lebih berhati-hati demi menjaga tumbuh kembang anak itu.

“Hei, melamun aja kayak taik kering Sal” Yono datang mengagetkannya bersama Vania. Keduanya menggeser tubuh Salma agar mendapat tempat untuk duduk.

“Tumben nongkrong di sini lagi?” Vania terlihat heran karena Salma masih di kampus dan masih terlihat santai membaca buku di taman belakang, tempat dimana dia selalu menghabiskan waktu saat bersantai. Setelah menikah, Salma memang sudah jarang ke tempat itu karena dia pasti akan ke bengkel atau langsung dijemput Rony apalagi sejak ada Bhumi, dia tak punya kesempatan itu lagi.

“Lagi pengen aja”

“Lagi ada masalah rumah tangga ya Lo jadi menepi di sini, ah gaya lu Sal, Sal kek anak senja taik Lo” Yono dengan segala pikirannya membuat Salma mendelik kesal.

“Enak aja, aku dan suamiku lagi mesra-mesranya tidak ada masalah apapun jadi tolong bibir bebeknya dijaga yah” Salma menjepit bibir Yono yang selalu berasumsi sendiri.

“Ya elah suamik, hasil menjebak juga.” Yono masih tak mau kalah dengan terus mendebat Salma, Vania tak ingin campur dan memilih menjadi penonton sambil mencomot cemilan Salma.

“Van, tolong dong temenmu yang satu ini dikremasi aja” Vania terkekeh dengan mulut penuh dengan roti.

“Heh aku masih hidup yah, main kremasi- kremasi aja”

“Makanya diem, suaramu ganggu tahu Yon”

“Heleh”

“Sal, bentar kok kamu kayak agak lain deh kelihatannya” Vania mencoba menundurkan sedikit tubuhnya untuk meneliti Salma dengan saksama.

“Kamu kok agak gemukan yah, atau Cuma mataku yang jereng”

“Iya matamu jereng Van” Yono meledek Vania tapi matanya ikut meneliti Salma yang dengan santai mencomot buah strawbery dari kotak bekal yang dimasukkan Rony dalam tasnya.

Merasa risih dengan tatapan dua manusia yang haus informasi itu membuat Salma memasang wajah malas sebelum menarik nafas dan mengatakan sesuatu.

“Aku hamil.” Ucapnya santai sambil terus memakan buahnya. Vania terbatuk dan membuat roti dalam mulutnya tersembur mengenai wajah Yono sementara Salma bisa masih beruntung menghindari semburan ajaib dari liur Vania.

“aaaahhhhh….VANIA, jorok banget sih”

“uwwwek, jigong lu bau gas ethanol tauk” Yono protes sambil mengusap wajahnya dari semburan cairan Vania, beberapa kali dia memasang mimik wajah mual karena mencium tangannya.

STORGE - PRAGMA LOVEWhere stories live. Discover now