Cerita 15 - Akad

15.2K 824 119
                                    

Derap langkah pelan menghampiri Salma yang sedang duduk di belakang rumahnya, yah...dia sudah harus stay di rumahnya karena seminggu lagi acara pernikahannya akan digelar, dan pagi tadi Rony dengan keras kepalanya mengantarkannya pulang sebelum pria itu juga kembali lagi ke Jakarta.

"Kak aku bisa sendiri, biasanya juga pulang sendiri!"

"Iya itu dulu sebelum ada aku"

"Apa bedanya?"

"Aku hanya ingin memastikan calon istriku tidak lecet apalagi diculik orang sampai hari H akad" ucap Rony kala Salma menolak tawaran pria itu.

Terdengar manis memang mendengar pria batu akik itu bicara kekhawatirannya, tapi Salma cukup tahu bahwa Rony pasti akan capek mengingat jarak tempuh dari Jakarta ke Surabaya pastilah menguras tenaga pria itu.

"Apa memandang langit tanpa bintang lebih menarik dibanding bersua dengan keluarga di dalam?" Salma tersentak kala ayahnya tiba-tiba datang dan duduk di bangku bambu di sebelahnya, dengan senyum tipis Salma merangkul lengan ayahnya sambil bersandar di bahu pria yang telah memberinya kehidupan.

"Salma cuma rindu suasana damai Ayah, kan sudah lama nggak nikmatin yang kayak gini di kota" ayahnya mengusap pelan kepala putrinya, dia yakin putrinya tak hanya sekedar ingin menikmati suasana kampung tapi ada hal lain yang dipikirkannya.

"Apa kamu takut?" Salma menoleh cepat pada ayahnya saat pria paruh baya itu menebak isi pikirannya.

"Aku cuma khawatir ayah, takut ini adalah keputusan yang salah dalam hidup Salma nanti. Apa menurut ayah aku harus bagaimana nanti?" Salma adalah anak yang tak pandai menyembunyikan suatu hal pada orangtuanya terutama ayahnya, pria itu selalu punya feeling yang kuat.

"Nak...jika kamu mencari pria maka carilah yang ketika marah malah membuatmu tertawa dan saat bahagia malah membuatmu menangis terharu..." Berpikir sejenak, mencoba mencari hal itu pada Rony, dia mencoba mengurai setiap tindakan Rony padanya.

Justru Rony tak pernah keliatan marah padanya....

"Apa kamu ragu pada nak Rony?" Salma mengangkat kedua bahunya, karena jujur semakin dekat waktu itu maka ada rasa yang semakin berkecamuk di hatinya, pikiran-pikiran tentang apa yang akan terjadi ke depannya memenuhi pikirannya.

"Kalau ayah balik pertanyaannya, apa yang bisa buat kamu yakin pada dia?" Kembali Salma mengangkat bahunya karena diapun tak bisa menjelaskan itu, semua terasa mendadak dan membuatnya sulit untuk menghindar.

Kalau kata Rony 'kita adalah dua kebetulan yang dipertemukan semesta...'

"Kamu tahu...menikah itu bukan hanya soal cinta dan rasa, ada tanggung jawab dan kesesuaian yang harus selalu dijaga agar hubungan itu seimbang. Ayah tidak bilang menikah akan membuat hidup kita bahagia selamanya, riak beriak itu akan tetap ada adakalanya kalian akan tertawa dan adamasanya pula kalian akan bersedih....tapi menikah memberikan jaminan ibadah terpanjang seumur hidup yang tiada henti memberi jalan menumpuk amal selama dijalankan pada koridornya" Salma menyimak setiap ucapan ayahnya, menunggu sang ayah melanjutkan ucapannya.

"Bahkan perbuatan dosa yang sebelum menikah bisa jadi pahala saat dilakukan setelah menikah..."

"Tak heran setan akan selalu menghantui setiap manusia yang berniat menjalankan ibadah terpanjang itu, seperti halnya kamu sekarang..." Salma mengangguk tak menyanggah, dia menyadari bahwa semakin mendekati momen sakral itu semakin banyak pertimbangan di kepalanya yang muncul.

"Tapi ayah tahu kan kalau kak Rony itu...."

"Seorang mualaf?" Salma mengangguk.

"Terlepas dari ilmu agamanya yang masih cetek, sebagai sesama pria ayah melihat dia sebagai pria yang baik...selain karena ganteng tentunya dan akan memperbaiki keturunanmu tentunya" canda ayahnya yang membuat Salma mengeluh manja karena candaan itu malah muncul disaat dia serius mendengarkan.

STORGE - PRAGMA LOVEWhere stories live. Discover now