08. Love-Hate Relationship

105 6 0
                                    

Usai pengumuman line-up debut, Wildan segera mengabari dua perempuan kesayangannya yang tak lain dan bukan adalah sang bunda dan Mawar, adiknya yang seringkali memalak itu.

Pemberitahuan berita baik kali ini dilakukan lewat panggilan video yang menyambungkan langsung bundanya yang tinggal di Karawang, juga adiknya yang berada di Malang.

"Selamat ya bujang bunda yang ganteng, asyik deh punya anak artis,"

"Kalo punya anak calon dokter gak asyik kah bun?" Si bungsu protes,

"Gak asyik soalnya kamu maunya jadi dokter relawan," Sahut sang bunda yang mengudang tawa puas dari Wildan.

Sementara Mawar malah cemberut.

Adik satu-satunya Wildan itu memang dari kecil tertarik dengan dunia kesehatan karena ayahnya yang seorang dokter. Saat beranjak dewasa dan mulai mengetahui sedikit demi sedikit konspirasi di dunia, selain bercita-cita mengikuti jejak sang ayah menjadi dokter, dia juga bertekad akan menyerahkan dirinya untuk masyarakat.

Menjadi dokter relawan adalah jalan terbaik untuk merealisasikan mimpi itu menurut Mawar. Mimpi yang seringkali dibantah oleh semua anggota keluarga karena itu sangat beresiko membahayakan dirinya sendiri.

"Kamu tuh anak cewek, bontotnya bunda, kalo kamu kenapa-kenapa waktu lagi kerja gimana?"

Wildan kembali mengompori karena dia pun kurang setuju dengan keinginan sang adik,"Tuh Maw, dengerin..."

"Mas mau minta uang sih, aku abis dipalak temen," Mawar mengalihkan pembicaraan karena kalau dilanjutkan malah semakin menyakiti hatinya,

"Minta sama ayah dih, minta mas mulu perasaan, belom juga jadi artis,"

Ibunda mereka hanya tertawa melihat tingkah kedua anaknya,

"Ya udah, kalian kalau mau lanjut ngobrol silahkan, bunda sebentar lagi ada jadwal ngajar privat,"

Selepas sang ibunda yang berprofesi sebagai guru musik itu berpamitan, sepasang kakak-beradik itu masih lanjut berbincang. Pada dasarnya mereka saling rindu, hanya saja tertutup gengsi.

"Mas Wil, kamu gak mau ngabarin ayah?"

Wajah Wildan berubah masam mendengar adiknya menyebutkan kata ayah,"Kan yang bertugas ngabarin ayah itu kamu, mas mah ke bunda udah tadi,"

Mawar manggut-manggut saja, ia sudah hafal dengan respon ketus sang kakak setiap kali berbicara tentang ayah mereka,"Nomor ayah masih mas blokir?"

"Masih, gak akan mas buka blokirannya,"

"Kasian ih, nanya-nanya kabarnya ke aku mulu," Adu Mawar mulai sewot,

"Ya itu lah tugasmu dek Mawar yang cantik jelita,"

Berhubung kakaknya itu masih tak bisa diajak kerjasama, lebih baik dia mengganti topik. Wajah Mawar mendekat pada layar, dagunya disanggah dengan satu tangan, tak lupa tatapan genit sang adik itu membuat Wildan jadi curiga.

"Mas, temen artismu itu gak ada yang mau dijodohin sama aku kah?"

Reflek Wildan mematikan sambungan secara sepihak sambil misuh-misuh. Sudah malas menanggapi kecentilan sang adik yang seringkali kambuh itu. Padahal sudah berkali-kali disakiti lelaki, masih saja mau mencari yang lain.

"Selamat Wil," Ucap Bima seraya menyalami teman seperjuangannya itu, kali ini betulan tulus, bukan sarkas.

Wildan balas tersenyum sembari memasukan ponselnya ke dalam saku,"Thanks Bim. Gue tunggu debut lo, nanti kita bikin kolaborasi di atas panggung yang gede,"

Bima terkesima, ia sampai bertepuk tangan karena kagum,"Harus gak sih itu mah?"

Selepas berpelukan sejenak bersama Bima, seseorang menarik atensi Wildan, dipanggilnyalah anak itu,

Fake Case [AERIIZE]Where stories live. Discover now