23

43 3 3
                                    



Orang tuanya mengabari ia akan berangkat minggu depan. Rasanya berat sekali. Rumah, sekolah dan semua tempat yang sudah dia jelajahi di sini, tentu akan sangat ia rindukan. Apalagi orang-orang yang selalu bersama dirinya. Memikirkannya saja sudah membuat dadanya sesak luar biasa.

Kakinya melangkah lemas menuju kamar. Rasanya lelah sekali hari ini. Apa karena dia sedang sedih?. Hingga energi di tubuhnya ikut merasakannya. Bisa saja. Di tambah ia sangat merindukan kakaknya. Pasti pria itu marah sekali, saat tahu ia sudah di jakarta, tapi tidak pernah menemuinya.

Setelah menutup pintu, ia langsung melempar tas sekolahnya ke ranjang. Helaan napas kasar beberpa kali ia keluarkan hari ini. Seolah hanya dirinya yang memiliki masalah hidup. Ana berbaring terlentang, menatap kosong langit-langit kamarnya. Suara pintu yang terbuka membuat dia tersentak. Padahal dia sudah menguncin-

"Sudah pulang?."

Ana terlonjak berdiri dengan jantung berdegup kencang saat melihat Arga tiba-tiba keluar dari kamar mandinya.

Mata Ana melotot, kapan pria ini masuk ke kamarnya!?.

"Masih mau main-main?."

"B-bang Arga kapan masuk ke sini?" tanya Ana gugup. Tatapan Arga saat ini begitu menakutkan untuknya.

"Apa lo perlu tanya hal itu?." Langkah Arga mendekat, lalu berhenti di depan Ana yang sudah mati kutu.

"Kenapa lo menghindar dari gue, Ana?." Arga menyorot tajam netra Ana. "Dan...."

"Bang!." Ana memekik saat tangan Arga menarik kuat pingganya.

"Apa?." Arga mencengkram pinggang Ana, "Kenapa lo nggak kasih gue kabar saat liburan di jogja? Lo sengaja?."

Ana berusaha mendorong dada Arga tapi pria itu semakin meremas kuat pingganya,membuat dia meringis. Ana tidak menduga akan bertemu Arga sekarang. Jadi dia belum menyiapkan alasan apapun saat ini.

"Bang lepas dulu."

"Liat gue." Arga merangkum wajah Ana hingga gadis itu membalas tatapannya. "Jawab dulu pertanyaan gue, Ana."

"Makanya lepas dulu-Bang!."

Arga tidak terganggu sama sekali dengan teriakan Ana di telinganya. Pria itu dengan mudah mengakat tubuh Ana, membuat gadis itu otomatis melingkarkan kakinya ke pinggang Arga. Ana berusaha turun saat Arga membawanya duduk di pinggir ranjang.

"Jawab pertanyaan gue, Ana." Arga berujar datar, menyorot dingin wajah Ana.

Ana berhenti berontak dalam pangkuan Arga. Kepalanya menunduk dalam, tidak berani menatap wajah pria itu sekarang.

"Aku...aku emang sengaja matiin ponsel saat liburan di jogja. Tapi, bukan untuk menghindari bang Arga. Serius." Maaf, bang.

Arga hanya diam sebagai isyarat Ana melanjutkan penjelasannya.

"Bang Arga bisa tanya Gea. Dia tahu alasan aku matiin ponsel. Aku hanya ingin fokus liburan di sana, bang... aku mau my time. Menikmati waktu sendiri, tanpa harus membagi pikiran aku dengan berbagai persoalan yang ada di jakarta. Karena itu, aku memilih nggak hubungi bang Arga." Ana mendongak, melihat ekpresi pria itu. Apa kata-katanya kurang meyakinkan?.

"Aku serius bang." Ana meremas kuat kaus hitam Arga, merasa prustasi karena Arga hanya diam menatapnya. "Bang-"

"Terus kenapa lo nggak temuin gue langsung pas udah sampai jakarta, Ana?." Arga dengan cepat menahan wajah Ana yang ingin kembali menunduk. Ia menatap dalam netra coklat itu. "Kenapa?."

Ana menelan ludah gugup. Bagaimana ini!.

"Kenapa diem?" Arga mengelus lembut pipi Ana yang terasa hangat di tangannya. Tindakan Pria itu berhasil mengalirkan desiran panas ke tubuh Ana. "Jawab."

THIS IS LOVE [On Going]Where stories live. Discover now