Chapter 20.

293 22 1
                                    


Beberapa jam setelah operasi selesai...

Ketika aku membuka mataku, samar-samar aku melihat kesilauan dari lampu diatas kepalaku lalu kemudian disusul penampakan 3 kepala orang muncul melihatku dari atas.

Aku belum bisa melihat mereka dengan jelas dan lama-kelamaan setelah aku berkedip beberapa kali, aku bisa melihat bahwa mereka adalah seorang dokter, papi dan mami.

Mereka menyapaku dan menanyakan kabarku, saat aku ingin menjawab tiba-tiba saja aku merasakan dada ku perih dan ternyata ada sebuah perban yang menempel disana.

Aku hanya bisa bergumam dan menangis untuk melampiaskan bahwa tak hanya dadaku, seluruh tubuhku juga merasakan perih yang tak tertahankan.

"Hey sayang, kenapa kau menangis? Ini mami nak, mami sama papi sudah menunggumu sejak tadi dan kami sangat senang melihatmu kembali sadar."

"Nyonya, sepertinya putramu merasa kesakitan karena efek biusnya sudah mulai memudar. Biarkan aku memeriksanya dan tolong beri kami tempat."

Aku mengulur tanganku untuk menggapai mami tapi mami tetap mundur dan melambai ke arahku dengan ekspresi sedih. Tidak bisakah dokter membiarkan mami berada di sisiku? Aku sangat ingin merasakan kehangatan tangannya.

"M-mami ..."

"Dok, biarkan saja istriku menemani Jennie. Dia sejak tadi melihat maminya terus."

"Oh. Ya direktur, maafkan aku. Nyonya silahkan."

Aku menyunggingkan senyum tipis saat mami kembali lagi di sisiku sambil menggenggam tanganku yang dingin.

"Mami percaya kalau anak mami ini sangat kuat dan hebat! Semoga cepat sehat kembali ya nak? Apa kakak mencari Lisa juga?"

Aku mengangguk dan baru menyadari ketika adikku tidak kelihatan disini. Lalu aku melihat mami menunjuk ke sofa bed disana, ternyata ada Lisa sedang tidur beralaskan paha papi sebagai bantal kepalanya dan papi duduk disebelahnya sambil mengusap-usap kepala Lisa.

"Adikmu sekarang sangat manja dengan papi. Dia mengantuk tapi ketika mami ajak pulang ke rumah, dia merengek tak mau pulang sehingga papi harus menggendongnya seperti koala sampai dia tidur dan setengah jam setelahnya kami mendapat kabar kakak sudah selesai operasi."

"Lalu, dimana Hae In mi?"

"Dia ada di kamar sebelah. Operasinya juga berjalan lancar tapi sampai sekarang dia belum sadar."

"Syukurlah, semoga dia cepat siuman."

"Sepertinya anak mami yang satu ini sangat bucin menanyakan Hae In, apa kau benar-benar mencintainya nak?"

Aku menghela nafas. Mami benar-benar suka menggodaku dan aku tidak ingin melihatnya lagi karena sekarang aku memejamkan mata.

"Sudah, tensi darahnya normal tapi suhu tubuhnya sedikit hangat. Nanti kami akan kembali memberikan obat antibiotik dan obat pereda nyeri setelah pasien sudah makan."

"Ya dok, terimakasih."

"Ya sama-sama nyonya, kami pergi."

"Sekarang kakak makan ya biar cepat sembuh." Mami mengambil piring di atas nakas lalu papi antusias menaikkan sandaran bangsal supaya aku bisa makan dengan baik tanpa bergerak untuk duduk sendiri.

"Sudah cukup? Atau ingin papi turunkan lagi?"

"Cukup pi."

"Aaa cepat buka mulutnya, biar mami yang suapin kakak."

Saat aku menerima suapan pertama kali dari mami, aku sempat terdiam dan terus memandangi raut wajah mami yang sekarang penuh ketulusan dan tidak ada lagi raut wajahnya yang garang. Tiba-tiba saja aku meneteskan air mata karena aku terharu menerima ini.

Harmonis? (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang