Chapter 10.

419 33 8
                                    

Satu minggu kemudian...

Di hari yang seharusnya bahagia ini, aku merasa tidak bahagia kala menyadari hari yang seharusnya kami bersenang-senang bertukar dengan hari yang sangat membuat hatiku sedih.

Sampai saat ini aku masih belum berani keluar padahal tante yang make up wajahku sudah sering berkata bahwa aku jangan menangis atau make up wajahku akan luntur.

"Sekarang udah?" Bukan tante itu yang menanyakannya tapi seseorang dibalik badanku. Aku melihatnya dari pantulan kaca dan itu adalah kekasihku.

Dia memberikanku back hug dan menaruh dagunya di pundak sebelah kiri ku. "Jangan sedih lagi. Relakan kakak mu bahagia dengan pilihannya. Kau masih memiliki aku disini." 

"Ya. Tapi aku masih belum mau turun."

"Kenapa? Takut menangis lagi?"

"Iya."

Chaeng mencium pipiku dan merapihkan poniku yang sedikit tergeser. "Lisaya kau tidak boleh seperti ini. Kau harus turun, jika nantinya mami atau papi mu mencari lalu mereka akan naik kemari untuk menjemput mu. Bagaimana tanggapan mereka ketika melihatku ada di kamar mu?"

"Kamu terlambat. Aku sudah dijemput."

Aku melihat wajah Chaeng langsung pucat saat dia berbalik ke belakang. Dan aku tertawa saat dia merubah ekspresi nya kala melihat bibi ada di ambang pintu sedang tersenyum melihat kami.

"Aduh aduh ... kalian ini mesra sekali. Heh Chaengie! Ingat ya, kekasihmu itu masih sangat kecil, jadi jangan bermacam-macam ya?"

"Mau bermacam-macam pun tidak masalah. Masa depan Lisa akan ku jamin sangat cerah karena hartaku banyak."

"Ini bukan soal harta! Kita tidak tahu bagaimana nanti Lisa menangani masalah rumah tangga kalian karena umurnya belum mencukupi! Bibi tidak rela jika nantinya kau memarahi Lisa karena tak becus mengurus mu atau mengurus anak mu nanti. Bibi orang pertama yang akan memukulmu jika kau membuat Lisa kenapa-napa setelah memiliki hubungan denganmu."

Chaeng dan aku terkekeh mendengar celotehan bibi yang tentu saja benar. Aku juga tidak mau hamil duluan yang membuatku nikah muda seperti ... kak Jen.

Ya tuhan, aku tidak mau menangis lagi karena sedih. Jadi aku berusaha menepis semua tentang kak Jen dan mengingat kata-kata bibi dan Chaeng yang harus aku turuti karena kak Jen juga ingin bahagia dengan pilihannya.

"Bibi, dimana sepatu heels ku?"

"Kau tadi ingin memakai yang mana?"

"Merah muda."

"Merk?" Tanya bibi sambil melihat ada 2 pasang heels merah muda dengan merk berbeda.

"Aaa yang ini saja. Desainnya cantik sekali." Chaeng mengambil sepasang heels merah muda merk Celine brand kesukaan ku. Lalu kembali lagi padaku kemudian berjongkok untuk membantu ku mengenakannya.

"Nah, sepatunya menjadi sangat cantik karena pemilik kakinya juga cantik. Hehe."

Aku tersipu malu saat Chaeng memujiku dan dia memaksa ku untuk menggandeng tangannya sebelum melangkah keluar kamar.

"Hei kalian! Mau kemana hum?"

Kami berdua berhenti melangkah lantas melihat bibi yang datang menuju tempatku berdiri.

"Kenapa bi?" Tanya Chaeng.

"Kau lupa? Kalian belum boleh mempublikasikan hubungan kalian di depan Yeaji dan Soohyun! Kau mau kepalamu disembelih oleh nyonya besar?!"

"Oh ya ampun, aku lupa. Maaf little girl, aku belum siap disembelih oleh ibu mertua. Bisnis ku masih banyak."

Bibi tertawa terbahak-bahak sambil memukul pundaknya Chaeng. Aku juga sedikit tertawa melihat tingkah Chaeng mulai absurd, apalagi sekarang dia sudah melompat ke atas ranjang ku sambil melakukan akrobat.

Harmonis? (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang