Chapter 17.

307 24 2
                                    


Keesokan harinya...

Pagi-pagi sekali setelah sempat beributan dengan Yeaji, aku berhasil membawa Lisa keluar, sementara bibi dan Jennie ku suruh menahan Yeaji untuk tidak keluar rumah karena dia mati-matian untuk menyusulku ke rumah sakit.

Walaupun aku meragukan bayi siapa yang dikandung Yeaji sekarang, aku masih peduli karena aku tahu bayi itu tidak bersalah.

Namun masalahnya sekarang bertambah lagi, semalam pengacara Yeaji mendatangiku dan menjelaskan bahwa kami tidak bisa mengadakan sidang perceraian dengan alasan istriku sedang hamil, jadi aku tidak bisa menceraikannya dan aku terpaksa harus menunggu 7 bulan lagi setelah kelahiran bayinya.

Dan aku melirik ke kaca di atas kepalaku. Aku terkekeh gemas melihat Lisa hanya diam melihatku dari belakang.

"Kenapa melihat papi terus nak?"

"Papi umurnya berapa?"

"Loh, tumben sekali. Umurnya papi 43 tahun, memangnya kenapa?"

"Sudah agak tua tapi papi masih terlihat seperti bujangan."

"Lalu apa intinya dari pertanyaanmu? Biasanya jika Lisa bertanya sesuatu pasti ada artinya."

"Tau saja. Intinya meskipun masalah papi banyak dan pikiran papi berantakan, tetap pikirkan kami berdua yang siap membuatmu bahagia. Aku juga kesal dengan mami tapi sepertinya alasanku tidak terlalu besar untuk membencinya karena mami baik padaku." 

Aku tersenyum. "Kamu beruntung nak, papi juga bahagia mendengar mu tidak mendapatkan kekerasan dari mami mu yang kejam itu. Jika Lisa memiliki pemikiran yang luas, jangan benci mami mu ya nak. Sayangi dia sepenuh hatimu, dia sangat mencintaimu dibandingkan kakak mu."

"Sebenarnya Lisa lebih mencintai papi daripada mami tapi papi lebih menyayangi kak Jen."

Saat itu juga aku menepikan mobilku ke pinggir jalan lalu membalikkan badan saat ingin menatap Lisa.

"Kemarilah."

"Apa?"

Aku segera menarik kepala Lisa kala dia memajukan badannya lalu aku menciumnya di pipi dan keningnya.

"Papi juga mencintaimu. Semoga saja hasilnya positif."

"Jika negatif?" Lisa bertanya. Dia sudah tahu karena aku jujur untuk membawanya pergi ke rumah sakit untuk tes DNA dan dia mau.

"Papi tidak peduli. Lisa tetaplah menjadi anak gadis papi."

"Baiklah tapi apakah papi juga tidak akan membenci adik bayi di perut mami?"

"Papi tidak benci dia, papi hanya benci dengan sifat mami mu."

"Tapi pi entah kenapa Lisa merasa senang sekali mendengar mami hamil. Berarti Lisa akan punya adik dan Lisa tidak kesepian lagi."

"Syukurlah Lisa senang." Hanya kata-kata itu yang mampu aku ucapkan pada Lisa karena aku tak tahu harus berkata apa lagi sebab pikiranku masih tidak tenang.

"Pi."

"Hm. Kenapa sayang?"

"Bagaimana pendapat papi jika Lisa benar-benar sudah punya pacar?"

"Oh, Lisa sudah memiliki pacar? Kenapa tidak mau mengenalinya ke papi?"

Lisa diam. Kurasa dia sedang meragukan sesuatu padaku, mungkin dia masih takut mengenali kekasihnya.

"Lisa takut nantinya papi atau mami tidak merestui hubungan Lisa dengannya karena..."

"Apa sayang, kenapa kau takut mengenali dia? Apakah dia pencuri atau orang jahat sehingga kau tidak terbuka tentang dia ke papi?"

Harmonis? (JENSOO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang