BAB 21. BANCI PEREMPATAN

378 15 0
                                    

“Cewek itu jangan digantungi terus dalam hubungan tanpa status, nanti dia sama yang lain lo yang nyesel,”
~Janson

Happy Reading!



“Aduh, Al! Cepetan dong!” desak Kheira dengan panik sambil membereskan ranselnya.

“Pakai dasi aja lama banget,” ucap Kheira kepada Alvin yang tampak dengan santai memakai dasinya.

“Susah, Khei.”

“Lama banget lo,” Kheira menarik kasar ujung dasi Alvin membuat cowok itu memekik karena lehernya tercekik.

“Nggak ada lembutnya lo jadi istri,” cibir Alvin kepada Kheira yang berada di depannya.

“Udah. Ayok cepat!” Kheira langsung berlari keluar kamar dengan menyandang ranselnya.

“Kayak dikejar setan aja,” gumam Alvin mengambil ranselnya dan menyusul Kheira keluar rumah.

“Ck, ayok dong!”

Alvin kaget saat Kheira sudah berada di atas motornya lengkap dengan helm yang sudah terpakai di kepalanya.

“Nggak, nggak, nggak! Lo nggak boleh naik motor sendirian. Biar gue yang bonceng. Turun sekarang!” ucap Alvin.

Kheira berdecak sebal. Gadis itu turun dari motornya. “Mau kemana lo?” tanya Kheira saat Alvin berjalan menuju garasi.

“Mau ambil motor gue,” jawab Alvin.

Kheira memutar bola matanya malas. “Pakai ini aja, udah lama nggak di pake. Sekalian mau gue mau service pulang sekolah.”

Alvin berbalik. “Ya udah, ayok.”

Kheira melempar kunci motornya kepada Alvin. “Untung nggak kena kepala gue, durhaka lo,” cibir Alvin kesal.

Kheira mengedikkan bahu tak acuh. Ia naik ke boncengan motor setelah Alvin menyalakan motornya.

“Terobos aja. Udah jam tujuh ini,” desak Kheira ketika Alvin berhenti di perempatan lampu merah.

“Lo nggak lihat ada polisi?” tunjuk Alvin ke polisi yang berada di ujung sana.

Kheira mendengus, gadis itu melipat tangannya di dada menatap angka lampu merah yang akan berubah dalam beberapa detik.

“Udah, cepetan!” seru Kheira ketika lampu sudah berubah menjadi hijau.

“Bentar, mas-mas di depan kita kok nggak jalan-jalan?” heran Alvin melihat sebuah motor matic di depannya yang tidak kunjung jalan.

“HEH MAS! CEPETAN DONG! GUE TELAT SEKOLAH INI!” teriak Kheira membuat Alvin menutup telinganya.

Mas itu menoleh ke belakang, ia membuka kaca helmnya. “Mba, yang sabar dong. Ayke lagi nunggu warna kesukaan ayke,” ucap Mas itu dengan suara yang dilembut-lembutkan.

“Banci ternyata,” gumam Kheira.

“JALAN NGGAK LO!” teriak Kheira.

“No! Ayke lagi nungguin warna merah lagi,” ucap

tersebut.

“AWAS LO YA!” teriak Kheira.

Gadis itu menepuk pundak Alvin. “Jalan aja di sampingnya,” ucap Kheira.

Alvin mengangguk dan mengarahkan stangnya ke arah samping melewati banci tersebut.

Plak!

“SIALAN LO BANCI PEREMPATAN!” teriak Kheira setelah menempeleng kepala banci tersebut.

“Kamu, ayke tandain! Awas aja kalau ketemu, ya!” teriak Banci tersebut mengelus-elus kepalanya.

***

“Benar-benar tu banci sialan. Pagi-pagi cari emosi gue aja!” kesal Kheira membuka helmnya.

Alvin hanya diam mendengarkan istrinya yang tidak henti-hentinya bergumam dan menggerutu setelah bertemu dengan lelaki jadi-jadian seperti tadi.

“Udahlah, mending kita sekarang masuk,” ucap Alvin menerima helm yang di berikan oleh Kheira.

Kheira pergi tanpa berbicara sepatah kata pun. Alvin mengikuti Kheira dari belakang. Tiba-tiba Kheira berhenti, gadis itu melempar ranselnya ke arah Alvin. “Bawain ke kelas, gue ke toilet dulu bentar,” ucap Kheira melangkah ke arah toilet.

Alvin menggenggam erat tas Kheira. Cowok itu menghela nafas lalu berjalan ke arah kelasnya.

“HALLO, ALVIN REANDRA! BESTIE GUE MANA? KOK TASNYA ADA SAMA LO?” teriak Jesi ketika Alvin menaruh tas Kheira di kursi milik gadis itu.

“Nggak usah teriak-teriak, gue dengar kok. Khei lagi ke toilet dulu bentar,” ucap Alvin berjalan ke kursinya yang berada tepat di belakang kursi Kheira.

“Weh! Lo tawuran nggak ngajak-ngajak! Teman macam apa lo?” ucap Janson ketika melihat wajah Alvin yang bonyok.

“Parah! Gue sama Ken sebagai teman lo sangat-sangat kecewa,” ucap Janson lagi dengan dramatis.

“Nggak usah bawa-bawa gue,” ucap Kenzie yang mendengar namanya tersebut.

“Enggak, Ken. Lagian lo juga diam-diam aja. Seperti diam-diam menyukai Rissa.”

“Uhuk ... Uhuk!” Rissa yang sedang memakan bekalnya langsung tersedak mendengar pernyataan dari Janson.

“Bagi Rissa minum tu,” ucap Jesi ketika Kenzie hanya diam saat sahabatnya tersedak.

Kenzie langsung memberikan botol minum yang ia ambil dari saku ransel Rissa kepada Rissa. Gadis itu memang rajin membawa bekal dan minum dari rumah. Biar sehat katanya.

“Kalau ngomong dipikir dulu,” ucap Kenzie kepada Janson.

Janson menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Gue bicara tentang fakta, cewek itu jangan digantungi terus dalam hubungan tanpa status, nanti dia sama yang lain lo yang nyesel,” ucap Janson.

Kenzie menatap tajam sahabat minus akhlaknya itu, membuat Janson yang ditatap terdiam.

“Urusin dulu kisah lo sama mantan lo itu. Nggak ada niat mau balikan?” ucap Rissa melirik Jesi.

“Nggak dia udah jadian sama Andhika si ketua basket,” ucap Janson membuat Jesi mendelik.

“Nggak usah sok tau deh lo,” ucap Jesi ketus ke arah Janson yang menurutnya sok tau.

“Kemaren lo jalan sama dia kok, ke gramed,” ucap Janson.

“Cemburu? Lo ngikutin kita, ya?”

Janson yang mendengar itu pun merasa tak terima. “Gue? Cemburu? Buat apa gue cemburu sama cewek sasimo kayak lo,” ucap Janson.

Jesi berdiri dari duduknya. Menatap Janson yang duduk dikursi. Janson memang duduk tepat di belakangnya. “Maksud lo apa ngomong gitu?”

“Kenapa? Nggak terima lo?” tanya Janson santai.

“Jan, udahlah. Nggak usah diperpanjang, terserah Jesi dong dia mau jalan sama siapa. Lo bukan siapa-siapanya Jesi,” ucap Alvin.

“Lo itu terlalu ngurusin kehidupan orang, makanya gue benci banget sama lo. Gue nyesel pernah nerima lo jadi cowok gue dulu. Harusnya lo introspeksi diri, lo itu terlalu cemburuan. Bikin cewek nggak nyaman sama lo,” ucap Jesi menunjuk ke arah Janson.

“Lo aja jadi cewek kegatelan. Udah tau punya cowok masih aja dekat sama cowok lain,” ucap Janson.

“Dasar brengsek lo!”

Rissa yang awalnya fokus pada bekal yang dimakannya. Kini menghampiri sahabatnya yang mulai emosi.

“Udah, Jes. Jangan diperpanjang,” ucap Rissa menyentuh lengan Jesi.

“Emang dasarnya semua cowok itu brengsek. Bisanya nyakitin perempuan. Sama kek dia, dia yang salah tapi nyalahin gue. Dia yang bikin gue risih, tapi gue yang dicap sebagai sasimo. Emang anj*ng ni cowok,” ucap Jesi menunjuk Janson.

“Lo yang cari masalah. Gue juga kalau tau lo sasimo, gue juga nggak mau nembak lo jadi cewek gue,” ucap Janson.

“Udah. Cukup!” Alvin membuka suara.

“Kalian kenapa, sih? Gue tau kalian punya kenangan buruk pada masa pacaran. Tapi enggak harus diungkit-ungkit kayak gini. Kalian berdua itu egois. Enggak ada yang mau nurunin ego buat kebahagiaan kalian. Harusnya kalian intropeksi diri masing-masing. Nggak berantem kayak anak kecil gini.”

Jesi dan Janson sama-sama terdiam mendengar ucapan Alvin. Suasana hening. Jesi duduk kembali.

Setelah semuanya diam. Tiba-tiba pintu didobrak keras oleh seseorang.

Dia Kheira, Kheira masuk ke dalam kelas dengan isakan. Semua yang berada di dalam kelas menatap Kheira yang masuk sambil menangis.

“Lho, Khei? Lo kenapa nangis?” tanya Rissa saat Kheira menangis dan memeluknya.

Mereka semua panik. “Khei, lo kenapa?” tanya Alvin mendekat.

Jesi tiba-tiba menepis tangan Alvin yang ingin menyentuh Kheira. “Nggak usah sentuh-sentuh. Lo sama teman lo sama aja,” ucap Jesi.

“Lo apa-apaan, sih, Jes? Lo punya masalah sama Janson jangan lampiasin ke gue. Lo terlalu kekanak-kanakan tau nggak?”

Jesi diam. Kali ini Kheira melepaskan pelukannya kepada Rissa dan beralih memeluk Alvin.

“Al, dia nemuin gue lagi ... Anni bilang Rian jahat,” ucap Kheira disela-sela tangisannya. Pelan dan Alvin sendiri yang dapat mendengar.

Diam-diam Alvin mengepalkan tangannya. Apakah orang dari masa lalu itu tak bisa membiarkan istrinya tenang walau sehari saja?
***
Seusai acara tangisan Kheira tadi. Kelas XII IPA KECE ramai karena jam kosong. Tentu ini adalah tugas ketua kelas untuk mengamankan kelas. Alvin berdiri di pintu kelas sendirian, ia bertugas bersama Dyana yang terus saja mendekat ke arahnya. Sementara Kheira? Gadis itu tertidur di kursinya dengan wajah yang di sembunyikan di lipatan tangan.

"Dy, jauh dikit bisa? Gue kepanasan. Mending lo duduk aja deh. Biar gue yang jaga disini," ucap Alvin mengusir Dyana secara halus.

"Kamu gimana, sih, Vin? Aku disini wakil kamu, tugas aku bantuin kamu dong," ucap Dyana menolak, gadis itu memeluk lengan Alvin.

Kelas ribut parah, apalagi di tantrum Janson. Cowok itu sedang membuat keributan sekarang. Alvin tidak bisa mencegah mereka semua, ia hanya bisa mengontrol setiap anggotanya yang keluar masuk kelas agar tidak terlalu banyak yang berkeliaran.

"Aaa kasihan aaa."

Janson mengoyang-goyangkan buku LKS yang berada di tangannya ke setiap meja. Terlihat seperti pengemis yang meminta sedekah. Apalagi raut wajahnya yang memelas itu, membuatnya pantas menjadi seorang pengemis.

"Maaf, nggak ada receh," ucap Kenzie ketika Janson berjalan ke arah mejanya.

"Bangsat lo, gue lagi ikutin trend ini," ucap Janson kesal. Pemuda itu menatap Tio selaku kameramen.  "Ulang lagi, Yo. Si Ken mah nggak asik kalau di ajak beginian." Janson menatap Kenzie kesal. "Harusnya lo itu ngasih sedekah atau kasihan gitu."

"Gue lebih kasihan sama jiwa lo, Jan. Kayak orang setres, emangnya lo semiskin itu?" ucap Alvin yang berada di dekat pintu.

"Kasihan, mana masih muda lagi," gumam Jesi melirik Janson sekilas, lalu kembali fokus ke ponsel yang berada di tangannya.

"Ken nggak asik, Alvin juga nggak asik." Janson berlagak seperti orang yang ngambek. Namun, ia tersenyum ketika Rissa yang berada di samping Kenzie menatapnya.

"Apa?" tanya Rissa ketika melihat maksud lain dari Janson. "Masih muda lo, jangan ngemis. Otot gede ada buat kerja. Tau diri dikit, udah jadi beban keluarga jangan sampai jadi beban masyarakat juga," sarkas Rissa.

Alvin yang berada di pintu tersebut tertawa. "Kasian Lo, Jan. Beban kayak lo emang selalu salah."

Janson menatap Alvin yang sedikit jauh darinya tak terima. "Lo juga beban buat Kenzie kemaren pas lo dijodohin sama– Aduh!" pekik Janson ketika sebuah sepatu mendarat di kepala belakangnya.

Cowok itu memutar balikkan badannya menatap sang pelaku yang menatapnya tajam. Orang yang melempar sepatu tersebut adalah Kheira, gadis itu mengacungkan jari tengahnya kepada Janson. "Lo–"

"Apa?! Berani lo? Sini!" gertak Kheira membuat Janson sedikit takut. "Nggak sepatu lo bagus," elak Janson.

Alvin menepis tangan Dyana dari lengannya, cowok itu tidak ingin Kheira salah paham. Dengan senyum penuh arti, Alvin berjalan ke arah Kheira.

"Aaa kasihan aaa," ledek Alvin ketika melewati Janson. Rissa yang melihat itu tertawa kecil membuat hati Kenzie yang berada di sampingnya menghangat. Apakah Kenzie menyukai Rissa?

"Akh! Nggak seru lo, Jan. Nggak jelas, mending gue tidur," ucap Tio melempar ponsel mahal Janson ke pemiliknya.

"Astaga, anak ayah. Untung kamu nggak papa, Nak," ucap Janson mengelus sayang ponsel mahalnya.

Kenzie menendang pantat Janson kuat sehingga cowok itu terjungkal. "Pergi lo, ganggu ketenangan aja."

Rissa dan beberapa siswa-siswi lainnya tertawa. "AAA KASIHAN AAA," ledek mereka secara bersamaan kepada Janson.

Sementara Alvin menghampiri Kheira. Cowok itu menundukkan sedikit kepalanya menatap Kheira yang bersandar di kursi. Tangannya terangkat untuk mengelus Surai hitam Kheira. "Gimana? Pusing nggak?" tanyanya.

Kheira mengangguk lemah.

"Khei kalau ada masalah cerita, gue selalu panik ketika ngeliat lo nangis tiba-tiba dan nggak bercerita apa-apa," ucap Alvin membuat Kheira menatapnya.

"Ekhem! Kalian beneran ada hubungan, ya?" tanya Jesi menatap Kheira dan Alvin bergantian.

"Ee—"

"Mereka nggak ada hubungan kok, Vino itu pacar aku," ucap Dyana tiba-tiba memeluk lengan Alvin membuat sang empu terkejut.

Kheira menopang kepalanya, menatap Alvin dan Dyana yang berada di sampingnya. Gadis itu menguap. "Oh. Pacarnya, Al?"

Alvin menepis tangan Dyana. "Jauh-jauh lo dari gue," usir Alvin kepada Dyana.

Dyana berdecak sebal. "Aaa kasihan aaa," ejek Janson melewati Dyana. Dyana dengan kesal menendang pantat cowok itu.

"Heh! Pelecehan seksual lo!" semprot Janson mengelus-elus pantatnya. "Aaa kasihan aaa," ejeknya lagi.

Alvin menempelkan punggung tangannya ke kening Kheira. "Ck, apaan, sih, lo!" ucap Kheira menepis kasar tangan Alvin. "Urusin aja tu pacar lo, kegatelan banget jadi orang."

Kheira meninggalkan Alvin yang membeku di tempat karena ucapannya. Apakah dia percaya jika Alvin memiliki pacar?

"Aaa kasihan Aaa ... Kasihan aaa ...." ledek Janson saat melewatinya.










ISTRI NAKAL PAK KETUWhere stories live. Discover now