22

29 2 3
                                    








Semua yang Ana pegang pagi ini,mudah sekali terjatuh. Sore nanti mereka akan kembali pulang ke jakarta. Hingga ia memutuskan membereskan kamarnya terlebih dahulu. Tapi, apa dia yang sangat ceroboh atau bagaimana?. Buku yang baru saja dia taruh di rak, langsung jatuh menimpa kakinya. Dan masih banyak hal ceroboh yang dia lakukan pagi ini. Puncaknya sekarang, gelas yang dia gunakan membuat susu coklat pecah, saat ia baru menuangkan air panas.

Ana meringis, langsung mengaliri tangannya dengan air. "Perih bangett."

Dia berjalan mengambil kotak obat, lalu mengoleskan salep di tempat air hangat itu melukai tangannya. Suara ribut dari ruang depan mengalihkan atensinya. Ada apa?.

"Ayah bu-kok Bunda nangis?." Ana melangkah tergesa menghampiri wisnu dan Nala yang terlihat akan pergi.

"Nggak papa sayang, kamu tunggu di rumh-"

"Ayah." Nala menatap memohon suaminya. Dan Wisnu mengeleng sebagai jawaban. Ana berdiri bingung di tempatnya.

Ini ada apa sih?.

"Nggak bun... kita nggak bisa-"

"Bunda nggak mau menyesal nanti yah. Tolong... mungkin ini kesempatan terakhirnya,untuk bisa bertemu dengannya."

"Ada apa bun? Kenapa Bunda nangis gini?."

"Tapi b-"

"Yah!."

Wisnu memejamkan matanya, begitu putus asa."Baik."

Nala memeluk Ana erat. "Kita harus pergi sekarang."

Mobil mereka melaju kencang membelah jalan jogja yang masih legang pagi ini. Ketegangan begitu terasa di dalam mobil. Nala terus meremas tangannya. Dan seperti tersugesti, Ana ikut merasakan panik. Yang dia tidak tahu, kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi tidak enak begini.




••••••••••


Satu minggu Ana izin tidak masuk sekolah. Menambah libur yang seharusnya telah usai. Dan sekarang ia baru masuk lagi, hanya untuk mengurus sesuatu yang sangat penting untuk kelanjutan masa depannya. Keputusan yang sangat sulit sekali. Dan berat. Tapi tidak mungkin Ana bertahan di sini. Di saat tuhan begitu baik memberi dirinya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Dia tidak bisa egois lagi. Sudah terlalu lama ia bersenang-senang di sini. Sementara di tempat lain.

Ana menghela napas panjang. Kelas masih begitu sepi. Dia menjadi orang pertama yang masuk. Nala dan wisnu telah mengurus semuanya, walaupun mereka sangat tidak setuju dengan keputusannya. Tapi, mereka akhirnya menyetujui, dengan banyak syarat yang harus ia turuti. Ana tidak masalah. Ini belum ada apa-apanya.

Waktu terus bergerak, satu persatu teman sekelasnya masuk. Lalu, Gea muncul di pintu. Temannya itu membekap mulut terkejut, dia segera berlari mendekatinya.

"Lo jahat banget, Ana!."

Ana tertawa membalas pelukan Gea. " Iya iya. Gue tau lo kangen sama gue."

"Diem lo." Gea mendegus, "Lo liburan apa hibernasi sih! Ngilang, nggak ada kabar sama sekali. Lo kemana? Lo Kenapa?."

"Satu-satu dulu, Ge. Banyak bener pertanyaan lo."

"Jangan alihin pembicaraan ya!."

Ana menghela napas, terseyum kecil.,"Gue sengaja nggak aktifin ponsel gue... mau my time aja sih."

"Oke, semua orang juga butuh my time.Terus?."

"Gue ikut orang tua gue ke jogja, liburan di sana."

"Terus?."

Ana berdecak gemas. "Terus terus mulu. Udah itu aja."

"Udah?! Woy markonah! Lo belum jelasin kenapa lo nambah libur lagi, bahkan sampai satu minggu anjirr!." Gea menatap Ana heboh, "Lo tahu? Gue nggak masalalah, lo sampai hilang kabar selama seminggu itu, nggak masalah sama sekali!."

Ana masih diam karena tahu Gea belum selesai dengan kata-katanya.

"Tapi masalahnya tuh! Bang Arga!. Kakak lo itu tiap hari datengin rumah gue, buat tanyain kabar lo doang!. 'Ana udah kabarin lo belum? Ana udah ini belum, udah itu belum,bla bla bla dan masih banyak lagi!. Pengap tau nggak kuping gue!."

Arga. Pria itu selalu memenuhi pikirannya satu minggu ini. Karena keputusan yang dia ambil ini pasti sangat melukai kakaknya. Ia tidak sanggup melihat mata itu menatapnya penuh luka dan kekecewaan. Ia, tidak bisa.

"Dia nggak tau lo masuk sekarang kan?."

Ana mengangguk pelan. Tapi keputusan ini benar-benar yang terbaik. Ia tidak bisa membatalkan hanya karena perasaannya kepada Arga. Egois sekali dirinya kalau begitu.Walau sebagai gantinya, dirinya harus siap di benci oleh pria itu.

"Gue nanti nginep ya di rumah lo. Ada yang mau gue omongin."

Alis Gea terangkat, "Ngomong aja sekarang, ngapain tunggu nanti."

"Nggak. Nanti aja. Dan satu lagi. "Ana menatap memohon Gea. "Jangan sampai bang Arga tahu,gue masuk hari ini. Ya ya ya please."

Gea tidak tahu masalah Ana dengan saudaranya itu apa. Tapi dirinya tetap mengangguk membuat Ana memeluknya erat.

•••••••••••

"Ini hasil my time lo?!" Gea menatap marah Ana yang duduk di kursi belajarnya. "Gila lo, An! Tega banget sumpah!."

"Ini juga berat untuk gue,Ge."

"Gue nggak mau denger apa pun. Bercanda lo nggak lucu!."

Ana melangkah mendekati Gea yang menyibukkan diri dengan laptopnya. "Gue serius,Ge. Gue nggak bercanda kalau gue bakal pin-"

"Diem!."

"Kita masih bisa kontakan,Ge. Gue nggak mungkin lupain lo."

Gea menatapnya dengan napas memburu,matanya sudah berkaca-kaca. "Tapi ini tiba-tiba banget Anaa! Lo tega banget ninggalin gue sendiri di sini."

Tangis Gea pecah. Ana memeluk erat sahabatnya itu. "Kita masih tetap bisa berhubungan,Ge. Gue cuma pindah kota, nggak pindah negara."

Gea memukul pelan punggung Ana. "Gue serius! Nggak bisa di batalin aja gitu."

"Nggak bisa, Ge."

Gea melepas pelukannya, matanya sudah sembab, Ana terseyum melihatnya. "Kenapa lo mutusin buat pindah,An. Lo ada masalah? Cerita sama gue, apa yang bisa gue bantu?."

"Gue belum bisa cerita sekarang. Tapi, gue janji. Gue bakal cerita semuanya ke lo." Tangannya mengengam erat tangan Gea, "Dan. Gue minta tolong banget sama lo... jangan kasih informasi apa pun tentang gue ke bang Arga."

"Lo pindah gara-gara dia?!."

"Bukann!" Ana segera menyangkal, melihat Gea yang kembali emosi. "Bukan karena bang Arga, Ge. Bukan."

"Terus kenapa dia nggak boleh tau apa-apa tentang lo! Arga kakak lo, An?!."

"Astaga,Geaaa. Pokoknya ini semua nggak ada hubungannya sama bang Arga. Sama sekali nggak ada hubungannya sama orang lain."

Gea menghela napas kasar. "Oke. Gue akan tunggu janji lo. Di manapun lo berada. Lo harus tetap baik-baik aja. Gue akan selalu ada buat lo."

Ana terseyum, kembali memeluk Gea erat. Ia bersyukur sekali, menemukan teman sebaik Gea. Semua akan baik-baik saja. Iya.

Begitu banyak tangis, yang dia keluarkan minggu lalu. Fakta yang terkuak begitu mengguncangnya. Sungguh, andai mereka tahu. Sangat berat sekali memutuskan semua ini.












💜🐰Stay healthy guys.




THIS IS LOVE [On Going]Where stories live. Discover now