16

46 4 0
                                    





"Nanti balik lagi ke sini."

Ana menghela napas, mencoba bersikap biasa saja walau mustahil bisa. Dia menoleh, terseyum kecil lalu melepas cekalan tangan Arga di lengannya. Rasa hangat itu seketika menghilang.

"Iya." Ana melangkah keluar dari kamar Arga dengan jantung berdetum kencang. Dia bingung harus bersikap seperti apa di depan kakaknya sekarang.

Tingkah pria itu biasa saja. Tidak canggung maupun menghindarinya saat bangun tadi. Tidak seperti dirinya yang malu luar biasaaa!.

Setelah Arga melepas pelukannya, Ana segera melimpir ke kamar mandi. Lalu bergegas ke dapur membuat sarapan untuk pria itu. Bubur, obat, teh manis dan air putih dia siapkan di atas nakas. Seperti kata pria itu semalam. Dia bisa makan sendiri, jadi Ana hanya bertugas menyiapkan kebutuhannya. Lagi pula dia harus cepat pulang karena harus sekolah. Dan ia tidak yakin bisa bersikap biasa saja setelah kejadian semalam. Tidak bisa!.

"Gimana keadaan Arga, Ana? Masih demam?."

Ana terseyum kecil ke arah Nala. "Masih bun. Bang Arga susah banget minum obat, soalnya."

"Emang kayak gitu anaknya. Mana mau dia minum obat, katanya pahit. Bunda lupa kasih tahu kamu masalah itu."

"Iya. Tapi tadi malam bang Arga akhirnya mau, walau harus aku paksa dulu sih."

Nala tertawa, pasti putrinya kualahan sekali, menghadapi Arga yang sangat rewel saat sakit.

"Nanti siang Bunda tengok dia kesana. Sorenya kamu pulang sekolah langsung ke sana ya?."

Ana hanya terseyum kecil lalu pamit setelah menyelesaikan sarapannya. Ada apa dengan dirinya?. Memikirkan nanti sore ia akan bertemu  dengan Arga membuat Ana tiba-tiba gugup. Astagaaa!. Itu hal normal antara saudara bukan?. Berpelukan sangat lumrah terjadi antar keluarga, apalagi ini kakak sendiri. Jadi apa yang dia khawatirkan. Kenapa dia harus segugup ini!. Arga saja biasa saja. Terus kenapa dia harus pusing di sini!.

••••••••

Sekantung buah Ana taruh di dalam kulkas. Dia baru sampai bengkel dan tidak menemukan Sarga di depan. Bukannya pria itu sudah pulang tadi?. Ia hanya melihat Suryo di luar. Kata Bunda Arga sudah makan siang waktu beliau datang tadi. Jadi ia hanya akan menyiapkan makan malam untuknya.

Langkah Ana berhenti di tangga ke enam saat mendengar suara ribut di lantai atas. Apakah Sarga di atas?. Tapi yang dia dengar malah suara perempuan. Kakinya kembali naik dan suara itu semakin jelas terdengar.

"Anaa! Akhirnyaa lo dateng juga!."

Ana mematung di tempatnya saat kakinya baru menapak di lantai dua. Ada Sarga di sana bersama seorang perempuan, yang Ana tidak tahu siapa.Ia baru pertama kali melihatnya. Tatap keduanya sempat bertemu sebelum Ana memutus kontak mata mereka. Ia terseyum mendekat ke arah Sarga.

"Tuh Arga nggak mau minum obat kalau lo belum dateng. Emang manja banget tu orang kalau lagi sakit!." Sarga menggerutu lalu menarik tangannya memasuki kamar Arga dan meninggalkan perempuan itu sendiri di luar.

Dan sekarang dahi Ana berkerut menemukan satu perempuan lagi di dalam kamar kakaknya. Namun kali ini Ana mengenalinya.

"Oh Ana lo udah dateng." Angel terseyum ke arahnya. "Nih urus kakak lo. Sumpah dia nyebelin banget!."

Ana balas terseyum melihat wajah kesal Angel. Mereka pernah bertemu beberapa kali saat gadis itu datang ke bengkel. Katanya dia teman Arga tapi tingkahnya melebihi teman di mata Ana.

"Gue keluar dulu— oh iya. Perempuan di luar itu kakak gue. Namanya Jesika nanti gue kenalin deh. Urus dulu nih bayi gede." Pintu tertutup rapat setelah Angel menjadi orang terkahir yang keluar.

THIS IS LOVE [On Going]Where stories live. Discover now