"Maaf menyela perbincangan, Yang Mulia."

Karena tidak tahan, akhirnya aku buka suara, hendak menyampaikan pendapatku.

"Untuk menikah dengan Yang Mulia Putra Mahkota ... sepertinya itu agak sulit. Untuk saat ini, saya belum memiliki keinginan untuk menikah. Karena usia saya masih cukup muda, masih ada banyak hal yang ingin saya lakukan, dan hal itu sepertinya akan sulit direalisasikan jika saya menikah."

"Kalau begitu, kalian bertunangan saja dulu."

Permaisuri yang semula hanya menjadi pendengar dialog pada akhirnya ikut bicara.

"Selagi kau mewujudkan hal-hal yang ingin kau lakukan, pada waktu yang sama, kalian bisa menghabiskan waktu bersama untuk saling mengenal," imbuh wanita itu lagi, lengkap dengan seulas senyum manisnya.

Diam-diam aku menghela napas, mulai merasa tertekan dan frustrasi dengan permintaan sepasang penguasa negara ini.

Karena merasa buntu dan tidak menemukan alibi lagi untuk menolak, aku melirik Putra Mahkota Wilhelm, berharap dia peka dan mau membantuku.

Namun, lelaki itu hanya memasang senyum simpul sebagai balasan dari kode yang kuberikan.

'Sial,' umpatku dalam hati.

Tiba-tiba aku jadi berpikir, jangan-jangan, justru dia yang meminta pada Kaisar agar dijodohkan denganku ..?

"Saya ..."

Alasan apa lagi yang harus kubuat?

"Hanya ingin menikah dengan orang yang kau cinta?"

"Ya!"

Tanpa sadar aku berseru.

"Ah, maksud saya ... iya, benar. Seperti apa yang dikatakan Yang Mulia Putra Mahkota, saya ingin menikah dengan pria yang saya cintai," ujarku lagi, meralat.

"Kalau begitu, aku tinggal membuatmu jatuh cinta kepadaku kan?"

'...?! Sialan!'

Karena kalimat sahutan Putra Mahkota Wilhelm, aku jadi mengumpat dua kali.

Aku pikir dia ingin membantuku. Rupanya malah ingin menjebakku.

"Seperti apa tipe pria yang kau sukai?"

Karena sudah terlanjur kesal kepadanya, pada akhirnya aku menjawab pertanyaan Putra Mahkota Wilhelm dengan ketus.

"Yang seperti ayah saya."

'Kau sama sekali tidak mirip, jadi tolong menyerah saja!'

***

Meski berhasil pergi dari istana kekaisaran, bukan berarti penolakanku dan Ayah diterima. Kaisar hanya mengulur waktu, meminta kami untuk memikirkannya kembali.

Hingga tiba di mansion, kami yang tengah berjalan bersisian menyusuri lorong mansion masih belum ada yang buka suara. Itu karena, baik aku maupun Ayah, kami sama-sama masih kesal dengan apa yang terjadi di istana.

Rencana piknik gagal.

Tiba-tiba disudutkan untuk menikah.

Sungguh hari yang melelahkan.

"Nona Helene!"

"Sekarang apa lagi, keparat?!"

Ayah benar-benar sudah tidak bisa menahan dirinya sendiri. Ia langsung mengumpat ketika mendengar suara orang memanggilku dari belakang.

Seraya menghela napas lelah, akhirnya aku berbalik, menatap laki-laki yang tengah berlari menghampiri kami—Ayah pun ikut berbalik dan menatapnya dengan tatapan tajam.

Young Lady, Helene Morgan [END]Where stories live. Discover now