Chapter 00

56.3K 3.5K 43
                                    

Chapter 00 : Prologue

Dalam stigma yang tertanam di benak masyarakat secara luas, kata 'Ibu Tiri' adalah representasi dari seorang wanita yang mendiskriminasi sikap dan perlakuan kepada anak kandung dan anak sambungnya. Seperti sosok ibu tiri yang ada dalam dongeng 'Cinderella'.

Pada kenyataannya, itu tidak selalu benar. Karena Ibuku tidak begitu.

Ibuku selalu mencurahkan seluruh perhatian dan kasih sayangnya pada Richard Mack Lowell, putra kandung Count of Lowell yang kini telah resmi menjadi suaminya. Richard adalah putra sambung Ibu sekaligus kakak tiriku.

Kasih sayang yang Ibuku berikan kepada Richard selalu melimpah ruah.

Menyulam sapu tangan, membuat kue, merajut syal, membelikan pakaian-pakaian modis, mengajaknya piknik, pergi ke negeri seberang, dan lain sebagainya.

Ada banyak hal menyenangkan yang dilakukan bersama dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Aku sampai tidak bisa menghitung dan mengingatnya dengan jelas sebab itu terlalu banyak.

Semuanya terlihat menyenangkan.

Ya, kelihatannya sih begitu. Sepertinya ...

Entah lah.

Aku tidak tahu karena aku tidak pernah terlibat apalagi ikut merasakannya.

Mendambakan perhatian dan kasih sayang dari Ibuku seperti berusaha menggapai langit. Mustahil bisa diraih.

Ibu selalu menyiksaku dengan berbagai cara. Mulai dari melecehkanku secara verbal, hingga menyerang melalui kekerasan fisik. Ia terus melakukannya. Selalu, sejak aku lahir hingga detik ini.

Berarti, itu sudah terjadi selama sembilan tahun.

Alasannya?

Karena ia menganggap semua kemalangan dalam hidupnya bermula karena kehadiran diriku.

Aku membawa kesialan untuknya.

Aku membuatnya hidup menderita.

Aku membuatnya harus pergi dari rumah dan bersembunyi karena takut dibunuh oleh pria yang ia sebut sebagai Ayahku.

Semua hal buruk yang terjadi padanya, itu karena aku.

Itu abstrak dan tidak spesifik. Spektrumnya terlalu luas.

Tapi intinya, Ibu membenci apa pun yang menyangkut soal diriku. Sebesar atau sekecil apa pun itu. Sekalipun itu fakta bahwa aku bernapas.

Tentu saja aku merasa sakit hati, aku kan bukan patung batu. Namun, aku selalu berusaha memaafkannya karena ia adalah Ibuku.

Tapi ... harus sampai kapan?

Sampai kapan aku harus merasakan rasa sakit ini?

Sampai kapan aku perlu menahan dan berlapang hati?

Apa harus sampai mati rasa?

Sayangnya, aku tidak bisa. Aku sudah muak. Cukup sampai di sini. Lagi pula, tidak ada lagi alasan bagiku untuk bertahan dalam posisi bayang-bayang yang tidak diharapkan.

"Paman, bisakah kau membawaku pergi? Ke mana pun itu, tidak masalah. Aku sudah tidak sanggup lagi."

Karena itu, aku meminta bantuan pada 'Paman'.

Ia bukan paman biologisku. Ia hanya orang asing yang selalu datang dan menyusup ke kamarku setiap malam untuk memberikan kue, roti, dan permen.

Ia hanya orang asing yang selalu mengobati luka-luka hasil penganiayaan dari Ibuku.

Ia hanya orang asing yang selalu mengajakku mengobrol sembari mengusap kepalaku sampai aku tertidur.

Ia hanya orang asing yang selalu memelukku—pada dasarnya, hanya ia satu-satunya orang yang pernah memberiku pelukan hangat.

Dan, setelah semua kehangatan yang ia berikan padaku selama ini, aku tidak bisa menganggapnya hanya sebagai orang asing kan?

Ia adalah cahaya lentera di kehidupanku yang suram.

Aku menyayanginya, lebih dari aku menyayangi Ibuku.

"Baiklah, jika itu keinginanmu. Aku akan membawamu ke rumahku. Ah, ralat. Itu rumah kita sekarang."

Pria berusia tiga puluh tahun itu tersenyum hangat setelah mengatakannya. Kemudian ia menggendongku dan membawaku pergi dengan melompat dari jendela.

Saat itu aku belum tahu jika pria yang selalu menyelinap diam-diam untuk menemuiku setiap malam adalah Gerald Stanley Morgan, Grand Duke of Morgan.

Ayah kandungku.

.

.

Young Lady, Helene Morgan
©sourbxrries

Young Lady, Helene Morgan [END]Where stories live. Discover now