Bab 21

37.3K 3.3K 35
                                    

"BAPAK!!! BAPAK KENAPA, PAK?" teriakan Ibu saat melihat suaminya merintih kesakitan memegangi bagian dada.

Bapak tidak bisa menjawab. Hanya bisa merintih dengan keringat yang bercucuran di keningnya.

"GANDI!!! RAYA!!!"

"BAPAK!!!" teriak Ibu sambil memegangi badan Bapak.

Ibu tidak berani beranjak meninggalkan Bapak. Ia juga makin khawatir karena anak-anaknya tidak ada yang datang ketika ia berteriak. 

"RAFLI!!! JAGAD!!!"

Teriakan yang berasal dari kamar Bapak dan Ibu, sukses membuat Rafli berlari ke kamar mereka. Pemandangan pertama yang dilihat Rafli membuat jantungnya mencelos. Sosok yang selama ini sudah dianggap sebagai orang tua kandungnya sendiri, sedang ada di hadapannya dengan kondisi yang tidak baik.

"Rafli, Bapak kesakitan di dada," ucap Ibu dengan raut wajah panik.

Dengan sigap Rafli berjalan keluar, menggedor kamar Gandi dan Jagad. Kemudian tanpa kata-kata, mereka bertiga sigap membopong Bapak ke mobil. Sementara itu, Raya yang baru terbangun, bingung melihat ribut-ribut di luar kamarnya.

"Ada apa sih?" tanya Raya menggaruk belakang kepalanya.

"Bapak sakit. Kita harus bawa ke rumah sakit," beritahu Rafli. 

Mendengar itu, seperti ada reruntuhan yang jatuh ke tubuh Raya. Ia terpaku di tempat, disaat semua orang sedang panik. Sampai akhirnya ia ditarik oleh Jagad untuk masuk ke mobil.

Di balik kemudi ada Rafli. Pilihan paling tepat, karena diantara mereka, Rafli yang bisa menyetir dengan cepat dan tidak membuat penumpang merasa takut. Di sebelah Rafli ada Gandi yang berulang kali menoleh ke kursi tengah. Di bangku tengah ada Ibu yang tidak melepaskan pegangan tangannya dari Bapak. Dan di kursi baris ketiga, ada Jagad dan Raya. Suasana mobil nampak mencekam, tidak ada satupun dari mereka yang mengeluarkan suara.

Mobil yang dikendarai Rafli tiba di rumah sakit pukul setengah dua pagi. Dengan kondisi Bapak masih sadar dan merintih kesakitan sambil memegamgi dada. Bapak langsung ditangani oleh dokter dan perawat yang ada di IGD. Sementara Bapak mendapat tindakan, semua di luar menunggu dengan perasaan cemas.

Beberapa jam sebelumnya, semua bersuka cita merayakan ulang tahun Raya. Tidak ada yang menyangka kalau kejadian ini akan berlangsung pada Bapak. Kini, semua duduk termenung di depan ruang tunggu IGD. Ibu yang tidak pernah suka dengan rumah sakit, harus memberanikan dirinya.

Saat dokter keluar dan mengatakan bahwa keadaan Bapak sudah stabil, semua langsung menghela napas lega. Ibu diminta untuk masuk dan menunggu di dalam.

Walaupun sudah mendengar bahwa kondisi Bapak sudah stabil, tetap saja Raya masih belum tenang. Ia harus melihat langsung kalau Bapaknya benar-benar baik-baik saja. Tapi, hanya diperbolehkan satu orang yang masuk untuk menemani Bapak. Ia harus sabar menunggu dengan perasaannya yang tak menentu. Saking cemasnya, ia bahkan tidak sadar kalau kedua tangannya mulai gemetar.

Jagad yang duduk di sebelah Raya, menyadari kalau kedua tangan perempuan itu bergetar. Jagad membawa kedua tangan Raya untuk ia genggam. Karena tindakannya membuat Raya mengangkat kepalanya yang tertunduk.

"Bapak pasti baik-baik aja. Dokter bilang Bapak udah baik-baik aja," bisik Jagad.

Raya menggigit bibir bawahnya, menahan tangisnya agar tidak keluar.

"Aku beli minum dulu, nitip Raya." Gandi menepuk pundak Jagad, kemudian berjalan pelan menjauhi ruang tunggu IGD.

Jagad mengangguk. Dilihat dari ekspresi wajah Gandi dan Raya, mereka berdua tidak jauh berbeda. Keduanya nampak menampilkan raut wajah kalut dan cemas. Hanya saja, Gandi bisa mengontrol raut wajah dengan baik. Jagad yakin kalau Gandi ingin pergi ke suatu tempat untuk menangkan diri. Atau mungkin Gandi ingin menangis, tapi tidak ingin dilihat oleh Raya.

Jagad Raya [Completed]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu