Bab 17

38.7K 3.5K 28
                                    

Dari hari Senin sampai Jumat Raya sibuk bekerja. Untuk agenda hari Sabtu adalah pilates atau panjat tebing. Khusus hari Sabtu ia khususkan untuk melakukan kegiatan yang bisa menjaga kesehatan tubuh dan pikirannya. Waktu santainya hanya ada di hari Minggu. Biasanya di hari Minggu ia gunakan untuk tidur, menonton film atau jalan-jalan ke mall. Ia menikmati kesehariannya meski terkesan sangat datar. Saat ini ia merasa hidupnya cukup seimbang.

Setelah lulus kuliah, Raya tidak pernah berpikiran untuk berpacaran. Padahal dulu ia suka sekali berburu kating tampan di kampusnya. Bukan untuk dipacari, hanya untuk dijadikan motivasi agar semangat berangkat ke kampus. Semakin bertambahnya umur, ia sadar kalau ada banyak hal yang ingin ia lakukan selain berpacaran. Mencari pacar menjadi prioritas nomor kesekian bagi Raya.

Hari ini adalah hari Minggu, Raya berencana menghabiskan sepanjang hari di kasur. Ia tidak punya agenda apapun saat ini. Sampai pintu kamarnya diketuk dan suara teriakan Gandi yang keras membuat tidurnya terganggu.

"Bocah! Bangun, Bocah!"

"Woi, udah siang. Bangun!"

Raya turun dari kasur, lalu membuka pintu kamar dengan ekspresi wajah kesal. "Apa sih ketok-ketok?!" semprotnya langsung.

"Udah jam setengah tujuh."

Raya menggeram. "Ngapain bangunin aku jam segini?"

"Bangun, mandi, siap-siap. Sejam lagi kita berangkat."

Raya bersadar di bingkai pintu dengan mata terpejam. "Emang mau kemana pagi-pagi kayak gini?"

"Hari ini acara lamarannya Mbak Naura, Bocah!" Gandi menoyor kepala Adiknya pelan. "Kamu mau disate Budhe sama Pakdhe karena nggak datang ke acara Mbak Naura, hah?"

Kedua kelopak mata Raya langsung terbuka. "Astaga! Aku lupa!" serunya sambil berlari masuk ke kamar mandi. Tak lama ia keluar lagi dan berjalan ke arah balkon untuk mengambil handuk. "Tutup pintu kamarku, Mas!" teriaknya sebelum benar-benar masuk ke kamar mandi.

Setengah jam di kamar mandi, sekarang Raya sudah duduk di depan meja riasnya. Ia menyalakan lampu yang ada di setiap sudut kaca, dan bersiap untuk berdandan. Baru saja ia memakai primer, pintu kamarnya diketuk. Belum sempat ia menyahuti, pintu sudah lebih dulu terbuka.

"Kamu lama banget sih."

Raya menoleh saat mendengar suara Ibunya. "Sebentar lagi selesai."

"Jangan lama-lama. Acaranya dimulai jam sepuluh. Kita harus datang lebih cepat di rumah Budhe sama Pakdhe," ucap Ibu mengingatkan sebelum menutup pintu kamar anaknya.

Raya mempercepat proses makeup-nya. Setelah itu ia mengambil dress dari dalam lemarinya. Sebuah dress selutut bewarna navy. Setelah menata rambutnya dengan rapi, ia menyemprotkan parfum dalam jumlah banyak ke seluruh tubuhnya.

"Masih lama?"

Raya berjingkat saat pintu kamarnya kembali dibuka tanpa diketuk lebih dulu. Yang makin membuatnya kaget adalah suara Bapaknya. Kalau sudah sampai Bapaknya yang menghampirinya, berarti kesabaran Bapak untuk menunggunya sudah habis.

"Ini udah selesai kok." Raya menarik tas dan heels dari lemari kaca, kemudian berjalan keluar kamar.

***

Sepanjang acara lamaran berlangsung, Raya duduk dengan para sepupunya di ruang tengah. Ia menghindari Budhenya, takut ditanya kapan akan menyusul. Tapi harapan hanyalah harapan. Saat sesi ramah tamah, Raya yang baru saja mengambil siomay, langsung dihampiri oleh Budhenya.

"Ibumu bilang, sekarang kamu kerja di kantornya Masmu."

Raya yang mendengar itu mengulum senyum. "Iya, Budhe."

Jagad Raya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang