Chapter 9: Momen Keputusan dan Pertemuan Emosional

Start from the beginning
                                    

Di lain pihak, namun masih di ruangan yang sama, Braga hanya menatap wanita yang dulu ia cintai sambil tersenyum getir. Sementara Ibu Siti menepuk pundak putra sulungnya dengan berkata, "Kamu yang kuat ya, Mas."

Braga mengangguk menanggapi ucapan sang ibu.

Setelah istirahat singkat, hakim kembali ke ruang sidang. "Setelah mempertimbangkan semua argumen dan bukti yang disampaikan, saya akan mengambil waktu untuk memutuskan perkara ini. Pengumuman keputusan akan dilakukan pada sidang berikutnya."

Wajah Braga dan Vera tergambar dengan kekecewaan, tapi mereka menerima keputusan tersebut dengan kepala tegak. Sidang ditutup, dan langkah mereka keluar dari ruangan, diikuti oleh pandangan penuh tanya dari keluarga dan saksi-saksi yang masih memenuhi ruangan pengadilan. Keputusan yang sulit masih menggantung, dan masa depan Braga dan Vera bergantung pada kebijaksanaan hakim.

***

Di parkiran mobil, Vera dan Cakra menghampiri Braga, memohon agar diberikan kesempatan untuk bertemu sebentar dengan Anan. Dian awalnya menolak dan bertanya, "Ngapain lagi sih lu? Mau ngerebut Anan dari kakak gua?"

Akan tetapi Braga dengan tegas menyela, "Dian, biarin aja mereka bertemu Anan. Ini adalah momen penting loh."

Dian menghela nafas kesal, namun langsung menyetujui omongan kakaknya.

Braga membawa Vera, Cakra, dan keluarga mereka menuju kost-kost'an tempat tinggal Braga dan Anan. Sesampainya di sana, Braga mengajak mereka masuk ke dalam kost-an.

"Mama, Ibu, Vera, Dian, duduk di sini dulu ya. Braga mau ke kamar bentar manggilin si Anan."

Braga pergi menuju kamar yang ditempati bersama Anan. Cakra seolah-olah tidak dianggap masih tetap berdiri sambil memandangi Braga masuk ke dalam kamar.

Braga, dengan lembut, mengajak Anan keluar sebentar. "Anan, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu."

Anan yang sedang asyik bermain game menuruti ajakan papanya ke ruang tamu. Sesampainya di sana, bocah itu mengangkat wajahnya dengan ekspresi campuran antara keterkejutan dan kebahagiaan saat melihat mamanya ada di sana.

"Mama?"

Anan berlari menghampiri dan memeluk mamanya. Vera tersenyum dan mencoba menahan tangis. "Anan. Mama rindu."

Anan langsung menangis di pelukan mamanya. "Mama! Anan rindu Mama!"

Vera mencium kening Anan dan mencoba menjelaskan, "Mama dan Papa memang harus bicara serius, Nak. Tapi Mama selalu mencintaimu, tak peduli apapun yang terjadi."

Anan mengangguk paham, walaupun mungkin masih sulit untuk benar-benar mengerti semua yang terjadi di sekitarnya. Braga melihat momen tersebut dengan haru. Dian menepuk bahu Braga dengan ungkapan rasa lega, sementara Cakra yang masih tetap berdiri di pintu dengan senyum penuh makna, menyaksikan langkah-langkah kecil menuju pemulihan keluarga dari wanita yang ia cintai.

***

Braga, Vera, Cakra, dan Anan duduk bersama di ruang tengah kost-an, menciptakan suasana yang penuh emosi. Sementara Dian, yang baru saja kembali ke kost-an setelah mengantar ibunya dan keluarga Vera pulang ke rumah, memutuskan untuk bergabung dan melihat momen penting ini dengan harapan yang penuh.

Cakra, yang sedari tadi tak dianggap kehadirannya, memulai percakapan dengan penuh kerendahan hati, "Kami sadar bahwa situasi ini sulit bagi Anan, dan kami ingin menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuknya."

Vera menambahkan, "Anan, Mama dan Papa memang nggak bisa bersama lagi, tapi kita tetap keluarga ya, Nak. Mama akan selalu ada buat kamu."

Anan mengangguk mengerti, mencoba menyembunyikan kebingungannya di balik senyuman kecil. Braga menyambung, "Kita semua ingin yang terbaik buat Anan. Mama dan Papa akan selalu mendukung dan mencintai Anan."

Cakra menyapa Anan dengan lembut, "Kalau ada pertanyaan atau perasaan yang ingin Anan sampaikan, bilang aja. Kami di sini mau dengerin Anan kok."

Anan memandang mereka satu per satu, meresapi kata-kata yang diucapkan. Dian, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya ikut berbicara, "Keluarga kita mungkin akan berubah, tetapi bukan berarti kita harus berhenti peduli satu sama lain."

Perbincangan damai itu memberikan harapan bahwa, meskipun perceraian tak dapat dihindari, keluarga ini mampu menemukan cara untuk membina hubungan yang sehat bagi Anan. Seiring waktu, pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju pemulihan dan kedamaian bagi semua pihak yang terlibat.

***

Sore itu, suasana di sekitar kost-an terasa hangat seiring Anan bermain bersama teman-temannya. Setelah memastikan Anan dalam keadaan baik-baik saja, Braga kembali ke kost-an dan berkumpul dengan Vera, Cakra, dan Dian.

Dengan wajah serius, Braga membagikan rencananya, "Gua mutusin buat resign dari sekolah. Situasi di sini membuat gua ingin memulai hidup baru di kota yang berbeda."

Dian spontan bertanya, "Loh kok tiba-tiba kek gini? Kenapa nggak bilang gue sama Ibu dulu sebelumnya?"

Braga menjelaskan dengan penuh kejujuran, "Situasi yang sulit dan menyakitkan membuat gua udah nggak nyaman berada di kota ini. Gua mau memberikan Anan kesempatan untuk hidup tanpa beban di lingkungan yang baru."

Vera menyayangkan keputusan tersebut, "Tentu saja aku ingin bertemu dengan Anan setiap waktu, Mas. Tapi, aku juga mengerti, Mas ingin memberikan yang terbaik bagi Anan."

Cakra menyuarakan kekhawatirannya, "Emang Anan bakal bisa beradaptasi di lingkungan yang baru? Bagaimana kalo dia merasa kesepian atau sulit berinteraksi?"

Braga meyakinkan mereka, "Gua tau kalian khawatir. Tapi, gua akan selalu ada buat Anan, dan gua yakin dia akan bisa beradaptasi dengan baik. Kita harus memberinya kesempatan untuk memulai yang baru."

Meskipun dengan berat hati, Vera, Cakra, dan Dian mulai meresapi keputusan Braga. Pilihan ini membawa mereka ke arah yang baru dan menantang, namun diharapkan menjadi langkah menuju masa depan yang lebih baik untuk semua yang terlibat.

To be continued

Hai gaes, aku kembali🥳
Gimana hari ke empat di tahun 2024? Enjoy atau ada yang bikin badmood kah?

Aku harap di tahun 2024 ini, wish list kalian yg belum terwujud bisa terealisasikan ya. Hehe ^^

Selamat membaca^^

Lintasan Hati yang Tak TerdugaWhere stories live. Discover now