Chapter 11: Perpisahan dan Peluang Baru

17 5 9
                                    

Dalam ruang sidang yang penuh dengan ketegangan, hakim memberikan putusan yang menentukan nasib hubungan pernikahan Braga dan Vera.

"Setelah mendengarkan bukti dan keterangan yang disampaikan, kami memutuskan untuk mengabulkan gugatan perceraian yang diajukan oleh saudara Braga Wiratama. Dengan ini, pernikahan antara saudara Braga Wiratama dan saudari Vera Maharani dinyatakan resmi bercerai."

Vera, meski sedih, mencoba tersenyum sambil menganggukkan kepala. Braga juga terlihat lega, namun ada rasa haru di matanya.

"Selanjutnya, kami akan membahas mengenai hak asuh atas putra kandung Anda, yaitu Ananda Wiratama. Berdasarkan bukti dan penjelasan yang diberikan oleh Pak Braga, kami menyimpulkan bahwa hak asuh atas Anan akan diberikan kepada Pak Braga. Ini berarti Anan akan tinggal bersama bapaknya."

Vera, meski penuh keharuan, mencoba memberikan senyuman kecil. Braga pun tampak bersyukur dengan keputusan tersebut.

"Apakah ada hal yang ingin disampaikan oleh pihak-pihak terkait?" tanya hakim ketua.

"Saya menerima putusan ini, Yang Mulia. Meski sulit, tapi ini yang terbaik untuk anak saya, yaitu Ananda Wiratama. Saya berharap anak saya tetap bahagia bersama Papanya," ujar Vera.

"Baik kalau begitu. Dengan ini, sidang dinyatakan selesai. Semoga kedua belah pihak dapat melanjutkan hidup masing-masing dengan baik. Terima kasih." Hakim mengetuk palu sebagai tanda bahwa sidang telah selesai dengan akhir yang memuaskan.

Braga menoleh dan tersenyum. "Terima kasih, Dek. Mas akan berusaha sebaik mungkin untuk memberikan yang terbaik bagi Anan."

Setelah sidang selesai, Braga dan Vera keluar dari ruang sidang. Di luar, suasana tetap terasa berat, namun ada kelegaan bahwa keputusan telah diambil. Mereka saling bertatap sejenak sebelum Vera berbicara.

"Terima kasih, Mas. Adek berharap Anan akan memiliki kehidupan yang bahagia bersamamu."

"Aku juga berterima kasih, Dek. Semoga kedepannya kita bisa menjalani kehidupan dengan damai."

Anan keluar dari ruang sidang bersama tantenya, yaitu Dian. Wajahnya mencerminkan perasaan campur aduk setelah mendengar keputusan hakim terkait masa depan hubungan pernikahan kedua orangtuanya. Di parkiran, ia melihat Mamanya, Vera, yang bersiap-siap untuk masuk ke dalam mobil bersama teman Papanya, yaitu Cakra. Tanpa ragu, Anan berlari menuju mereka, tangan terbuka, dan memeluk Vera erat.

"Mama, Anan mau tanya sesuatu. Mama bakal merindukan Anan nggak?"

Vera tersenyum lembut, menatap mata polos anaknya, "Tentu, sayang. Mama akan selalu merindukan Anan. Meskipun Mama tau kita tidak tinggal bersama, Mama akan selalu ada di sini," Vera menunjuk ke hatinya.

Anan mengangguk, seakan menerima jawaban dengan hati yang lega. Braga yang tiba di lokasi melihat momen itu dengan senyuman haru. Cakra, yang masih berada di dalam mobil, melihat kejadian ini dan merasakan rasa cemburu yang sulit ditahan.

Braga mendekati mereka, "Anan, sayang, Mamanya harus pergi sekarang. Tapi kita akan tetap bisa bertemu dan berkomunikasi, ya?"

Anan mengangguk antusias, "Iya, Papa! Anan mau video call sama Mama tiap hari!"

Vera tersenyum, "Tentu, Nak. Kapan pun Anan mau video call, Mama akan selalu ada."

Cakra yang berada di dalam mobil merasa canggung dengan kehadiran Braga dan Vera yang begitu akrab. Braga berjalan ke pintu mobil dan tersenyum padanya, mencoba meredakan kecanggungan.

"Terima kasih, Cakra, tolong jaga Vera baik-baik. Semoga kita semua bisa menjalani hubungan yang baik ke depannya."

Cakra, mencoba tersenyum, "Sama-sama, Braga. Semoga Anan selalu bahagia bersamamu."

Lintasan Hati yang Tak TerdugaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin