Chapter 4: Perpisahan dan Tantangan Baru

26 14 2
                                    

Surabaya

Di sekolah menengah pertama terkemuka, suasana haru dan kebahagiaan menyelimuti acara pelepasan purna tugas guru dan staff yang telah memasuki masa pensiun. Linzy Amira, seorang siswi yang energetik, bersama teman-temannya, aktif sebagai seksi acara, menyemarakkan kegiatan tersebut.

Acara tersebut menjadi begitu berkesan dengan kehadiran Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur serta seorang anggota DPRD Bidang Dewan Pendidikan dan Kesehatan Kota Surabaya. Mereka memberikan nuansa penting pada peristiwa bersejarah ini.

Kepala Sekolah Menengah Pertama, Ibu Saraswati, menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada para guru dan staff yang telah memberikan dedikasi mereka sejak awal berdirinya sekolah. Dalam pidatonya yang penuh emosi, Ibu Saraswati juga memberikan doa dan harapan untuk masa pensiun yang bahagia bagi para purna tugas.

***

Seusai acara, Linzy dan teman-temannya berkumpul di ruang OSIS untuk membicarakan kesan mereka tentang pelepasan purna tugas.

"Acara tadi sungguh luar biasa, ya? Rasanya terharu banget ngeliat ekspresi para guru yang pensiun," kata Linzy

"Iya, bener. Mereka pantas mendapatkan penghargaan setinggi-tingginya)," jawab Rina

"Terutama kata-kata Ibu Saraswati, sungguh mengharukan. Kita bisa ngerasain betapa beratnya perpisahan bagi mereka," balas Dito

"Tapi, ada rasa bahagia juga, kan? Mereka bisa menikmati masa pensiun dengan tenang."

Percakapan mereka dipotong oleh kedatangan salah seorang guru yang baru saja memasuki masa pensiun, Ibu Sri Handayani.

"Terima kasih, anak-anak. Kalian membuat acara ini begitu istimewa," ucap Ibu Sri dengan senyum bahagianya.

"Tidak sebanding dengan pengabdian Ibu dan guru-guru yang lain selama ini, Bu. Kami yang berterima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah Ibu berikan kepada kami," kata Dito.

Ibu Sri memeluk mereka satu-satu, kemudian berkata, "Kalian adalah generasi yang cerdas dan berpotensi. Jagalah kebersamaan di sekolah ini, ya?"

***

Beberapa hari kemudian, suasana sekolah memasuki masa peralihan. Para guru purna tugas mulai meninggalkan kantor mereka, disambut oleh ungkapan terima kasih dan doa yang hangat dari siswa dan rekan-rekan mereka. Linzy dan teman-temannya merenung tentang tantangan dan peluang yang akan mereka hadapi di masa depan.

"Sekarang, kita harus bersiap menyambut guru-guru baru nanti. Bagaimana ya, kita bisa membuat mereka merasa nyaman di sekolah ini?" tanya Linzy sambil memainkan mainan kunci motornya.

"Kita bisa menyelenggarakan acara kecil penyambutan untuk mereka. Mungkin itu bisa membantu," usul Dito

"Setuju. Kita perlu nunjukkin bahwa kebersamaan di sekolah ini akan terus berlanjut meski ada perubahan."

Mereka bersama-sama merancang rencana penyambutan bagi guru-guru baru. Langkah baru ini menjadi tantangan yang dihadapi bersama, membangun masa depan sekolah yang penuh harmoni dan semangat kebersamaan.

***

Yogyakarta:

Braga terus melangkah cepat, meninggalkan perpustakaan sekolah dengan langkah yang terburu-buru. Fadly, rekan kerjanya, menyusulnya dengan penuh keingintahuan.

"Eh, Braga, kenapa tadi buru-buru banget? Ada apa?" tanya Fadly dengan perasaan yang aneh.

Braga mengalihkan pandangannya, mencoba menyembunyikan kegelisahan di wajahnya.

"Ah, biasa saja, Fadly. Ada urusan yang harus segera diurus di rumah," jawab Braga terbata-bata

Fadly tetap penasaran, namun Braga memilih untuk tidak membahas lebih lanjut.

Sementara itu, di kafetaria, suasana tegang memenuhi ruangan.

"Cakra, aku benar-benar tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi. Aku takut kehilangan Anan," ucap Vera gelisah.

Cakra mencoba memberikan dukungan, "Vera, kita harus tetap tenang. Semua akan berjalan dengan baik, percayalah."

Vera yang semakin khawatir mengatakan, "Tapi bagaimana jika hak asuh Anan jatuh ke tangan Braga? Aku takut kehilangan anakku."

"Kita akan mencoba yang terbaik. Dan siapa tahu, mungkin Braga juga ingin yang terbaik untuk Anan. Mari kita bicarakan dengan bijak."

Meskipun Cakra mencoba menenangkan Vera, ketidakpastian tetap menggelayuti pikiran mereka berdua. Vera merasa penyesalan yang mendalam atas perbuatannya dan khawatir akan kehilangan kebahagiaan keluarganya.

Di lain waktu, Braga tiba di rumahnya. Anan, yang sedang asyik bermain di sudut ruangan, menghampiri Braga dengan senyum ceria.

"Papa, hari ini apa yang seru?"

Braga tersenyum padanya, mencoba menyembunyikan kekhawatiran di matanya.

"Nanti Papa ceritain ya, nak. Sekarang, kenapa tidak kita masak sesuatu yang enak bersama?"

Anan mengangguk antusias, dan mereka berdua menuju ke dapur kost'an untuk menghabiskan waktu bersama. Namun, di dalam hati Braga, kekhawatiran dan ketidakpastian tentang masa depan keluarganya terus menghantuinya.

To be continued

Pada kaget ya aku ngupdate cerita tengah malem? 🤣
Sengaja kok, karena posisinya belum tidur aja sih :V
Selamat membaca^^

Lintasan Hati yang Tak TerdugaWhere stories live. Discover now