Chapter 9: Momen Keputusan dan Pertemuan Emosional

19 8 2
                                    

Braga dan Vera kembali hadir di persidangan perceraian, diwarnai oleh ketegangan dan raut wajah keluarga serta para saksi yang hadir. Ibu Rini mendekati Ibu Siti dengan kerinduan di matanya, menyampaikan penyesalannya atas segala kejadian.

"Ibu Siti, sungguh saya menyesal melihat anak kita bisa sampai begini. Vera seakan melupakan batas-batas norma," ucap Ibu Rini dengan nada sedih.

Ibu Siti mengangguk, "Kita harus mendukung mereka, meski keputusan ini pahit. Ini mungkin memang jalan terbaik."

Sidang dimulai kembali, dan tim kuasa hukum Braga tak menyia-nyiakan kesempatan untuk membacakan gugatan. Mereka secara tegas menampilkan bukti-bukti perselingkuhan Vera dengan Cakra, yang hadir sebagai saksi dari pihaknya.

Kakaknya Vera, yaitu Indah, hanya bisa menggelengkan kepala, kesal dengan perilaku adiknya. Vera, di sisi lain, terlihat lemas saat gugatan dibacakan.

Ketika giliran Vera untuk menanggapi, ia meminta waktu untuk berpikir. Namun, Dian, adik sekaligus saksi dari pihak Braga, tak bisa menyembunyikan ketidakpuasannya. "Sungguh tidak pantas lu, Mbak. Jangan terlalu lama berpikir," protes Dian.

Tim kuasa hukum Vera, melihat situasi ini, mengambil alih. Salah satu dari mereka, seorang pengacara bernama Adrian, memberanikan diri bicara, "Yang Mulia, izinkan kami mewakili saudari Vera ingin memberikan penjelasan atas gugatan ini."

Hakim memberikan izin, dan Adrian melanjutkan, "Kami tidak menyangkal beberapa fakta, tapi harap dipahami, hubungan ini telah mengalami kesulitan. Vera ingin kesempatan untuk menjelaskan situasinya dengan lebih lengkap dan adil."

Adrian dengan tenang melanjutkan, "Pertama-tama, kami mengakui bahwa situasi ini sulit bagi semua pihak yang terlibat. Namun, perlu dicatat bahwa dalam setiap pernikahan, terdapat dinamika kompleks yang sulit dipahami secara sepenuhnya."

Braga memandang Vera dengan tatapan campuran antara kekecewaan dan harapan. Vera, setelah menghela nafas, mengangkat kepala untuk berbicara.

"Saya tidak bermaksud mencari pembenaran atas kesalahan saya, Yang Mulia. Namun, perlu diungkapkan bahwa pernikahan ini sudah lama mengalami ketidakharmonisan. Saling terluka, kehilangan komunikasi, hingga akhirnya terjerat dalam situasi yang sulit."

Adrian menambahkan, "Vera ingin meminta maaf kepada keluarga Braga atas segala kesalahannya. Namun, kami berharap juga untuk dapat memahami bahwa keputusan perceraian ini tidak diambil dengan ringan."

Hakim mengangguk, memberikan kesempatan pada Braga untuk memberikan tanggapan. Braga, setelah beberapa saat yang terasa berat, berkata, "Kami memang menghadapi masalah, tapi saya yakin, di tengah semua ini, kita masih bisa menemukan jalan keluar yang baik bagi kedua belah pihak."

Pandangan hakim menunjukkan pertimbangan serius. Sidang berlanjut dengan adu argumen dan pembuktian. Keluarga dan saksi-saksi berada dalam ketegangan, menanti keputusan yang akan mengubah arah hidup Braga dan Vera.

Sidang terus berlanjut dengan ketegangan yang memenuhi ruangan. Braga dan Vera, ditemani oleh para pengacara dan keluarga mereka, menantikan keputusan yang akan mengubah arah hidup mereka.

Hakim, setelah mendengarkan argumen dari kedua belah pihak, memutuskan untuk memberikan waktu istirahat sejenak sebelum mengambil keputusan. Ruangan sidang hening, dan suasana tegang terasa semakin nyata.

Cakra, dengan tatapan penuh harap, menyentuh tangan Vera. "Kita harus kuat, Sayang. Apapun keputusannya, kita akan hadapi bersama."

Vera tersenyum tipis, mencoba menunjukkan keberanian di tengah situasi sulit ini. Sementara itu, keluarga dan saksi-saksi duduk dengan wajah tegang, menunggu keputusan yang akan diumumkan.

Lintasan Hati yang Tak TerdugaWhere stories live. Discover now