Chapter 13: Melodi Kehidupan: Perjuangan Linzy Antara Keluarga dan Keinginan

13 1 1
                                    

Linzy duduk di bangku kelas, sibuk mencatat materi matematika yang dituliskan Bu Melly, sang guru matematika, di papan tulis. Wajahnya tampak serius, mencoba fokus untuk memahami setiap penjelasan guru.

Tiba-tiba, saat Bu Melly tengah menulis soal di papan tulis, spidol yang digunakan oleh guru tersebut tiba-tiba kehabisan tinta. Suasana kelas pun terdiam sejenak. Bu Melly memutuskan untuk mengatasi masalah ini.

"Baik, siapa yang mau mengambil spidol baru di ruang guru?" tanyanya sambil melihat sekeliling kelas.

Hampir semua murid antusias mengangkat tangan, berharap namanya dipilih untuk mengambil spidol baru. Namun, ada satu orang yang tetap diam dan tidak menunjukkan minat untuk mengambilnya, yaitu Linzy.

Bu Melly yang menyadari keadaan tersebut memutuskan untuk melibatkan Linzy. "Linzy, bisa ambilkan spidol baru di ruang guru?"

Linzy terkejut mendapat perintah langsung dari Bu Melly. Meski awalnya tidak berminat, ia merasa tidak bisa menolak perintah guru. "Ba-baik, Bu Melly," ucapnya dengan suara pelan.

Sebelum Linzy beranjak dari kursinya, ia berbisik pada teman sebangkunya, Retno.
"Retno, iso rewangi aku njupuk spidol ora? Aku wedi dewean neng ruang guru (Retno, bisa temani aku nggak ambil spidol? Aku takut sendirian ke ruang guru)."

Retno dengan senang hati menjawab, "Yo wis, ayo."

Keduanya pun berjalan menuju ruang guru, membawa perasaan keberanian karena saling mendukung. Sesampainya di sana, mereka meminta spidol baru kepada salah satu guru yang berada di ruang guru.

"Bu, bisa minta spidol baru?" ucap Linzy dengan ramah.

Guru yang berada di ruang guru memberikan spidol baru dan tersenyum. "Ini spidolnya, Nak."

Linzy menerima spidol pemberian dari gurunya. "Terima kasih, Bu."

"Iya, sama-sama."

Linzy dan Retno pun kembali ke kelas dengan perasaan lega dan bangga.

***

Braga dengan tekun mengerjakan tugasnya di perpustakaan, merapikan buku-buku dan membereskan meja dengan cermat. Ia berusaha menciptakan lingkungan perpustakaan yang nyaman dan teratur.

Setelah selesai dengan tugasnya, Braga merasa puas melihat perpustakaan yang kini terlihat lebih rapi. Tiba-tiba, pikirannya melayang pada Anan, dan ia memutuskan untuk menghubungi guru taman kanak-kanak tempat Anan bersekolah.

Braga mengambil ponselnya dan mencari nomor kontak guru tersebut. Setelah menemukannya, ia memilih untuk menelepon.

Guru TK Kasih Bunda, bernama Ibu Rina, menjawab telepon dengan ramah, "Assalamu'alaikum, Pak Braga.

Braga menjawab salam, "Wa'alaikumsalam, Bu Rina. Maaf saya mengganggu waktunya, saya ingin menanyakan bagaimana kondisi anak saya di sana."

Ibu Rina menyahut, "Bapak jangan khawatir. Anan baik-baik saja, dan sekarang dia sedang belajar membaca bareng teman-temannya."

Braga bernafas lega, "Alhamdulillah. Kalau begitu, di TK Kasih Bunda pulang jam berapa, ya? Maksud saya, tolong titip Anan ya. Soalnya saya baru bisa pulang sekitar jam 13:30."

Ibu Rina menjawab, "Tentu, Pak Braga. Saya akan menjaga Anan selagi menunggu Bapak menjemputnya kesini."

"Terima kasih banyak, Bu."

Ibu Rina menjawab, "Sama-sama, Pak."

Braga menutup percakapan dengan senyum di wajahnya. Ia merasa lega karena dapat berkomunikasi langsung dengan guru Anan, dan mengetahui bahwa putra semata wayangnya dalam keadaan baik-baik saja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 24 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lintasan Hati yang Tak TerdugaWhere stories live. Discover now