BAB 26. Semudah Itu

118 12 0
                                    

Assalamualaikum, gimana kabarnya temen-temen? Part ini khusus flashback ya.

Happy Reading 💙




Aku berlari menuju lapangan yang kini sudah terisi dengan orang-orang yang sedang berbaris. Seragam merah putih yang sudah Mama setrika tadi pagi kini sedikit kusut olehku.

Ini kali pertama aku masuk sekolah menengah pertama. Belum mengenakan seragam SMP dan masih menggunakan seragam sekolah dasar. Tidak hanya aku saja yang mengenakan seragam sekolah dasar, tetapi seluruh murid baru yang ada di sini mengenakan seragam yang sama denganku.

Aku terus menggerutu dalam hati karena Rindu dengan teganya meninggalkanku di rumah yang masih tertidur. Alhasil aku kesiangan dan berujung telat. Namun, syukurnya upacara penyambutan siswa baru ini harus diundur beberapa menit dan aku masih memiliki kesempatan untuk tidak dihukum.

Di hukum di hari pertama masuk sekolah jangan sampai aku mengalaminya. Hingga sekuat tenaga aku berlari menuju lapangan. Tidak perduli dengan napasku yang hampir habis.

Sesampainya dibarisan aku berusaha untuk mengatur napasku yang sedikit putus-putus. Berlarian dari gerbang sekolah menuju lapangan sekolah ternyata mampu menguras tenagaku begitu banyak.

“Lo mau minum? Kayaknya lo capek banget kaya habis lari maraton,” ujar perempuan yang baru aku sadari keberadaannya.

Aku menegakkan tubuhku setelah membukuk untuk mengatur napas. Menatap ke arah perempuan dengan rambut pendek sebahu sedikit ikal yang terlihat begitu cantik dengan bola mata yang sedikit belo. Aku terpesona dengan kecantikannya yang sedikit membuatku iri sebagai perempuan.

Perempuan itu menyerahkan satu botol Tupperware miliknya ke arahku. Tatapan mataku tertuju ke arah botol tersebut. Aku bingung harus menerima botol itu atau tidak karena aku sedikit merasa canggung dengan perempuan yang tidak aku ketahui namanya ini.

“Gue tahu lo haus. Gih ambil, sebelum upacara penyambutan siswa baru di mulai.” Perempuan itu kembali berujar kepadaku seolah mengetahui kebimbanganku untuk menerima botol itu atau tidak.

Alhasil aku menerima tawaran itu dan sedikit menarik sudut bibirku ke atas untuk menanggapi perempuan itu. Lalu aku berujar, “Terimakasih.”

Itu adalah awal mula aku dan Syakila berkenalan. Sama halnya di sekolah dasar, aku di sekolah menengah pertama juga memiliki banyak teman. Aku dan Rindu cukup terkenal di sekolah.

“Hai Hala, boleh kita bicara sebentar?”

Aku mengerutkan kening, lalu tidak lama aku menyahuti pria yang ada di depanku ini. “Boleh.”

“Tapi gak di sini. Soalnya ini penting,” ujar laki-laki yang ada di depanku dengan gugup. Aku sedikit penasaran laki-laki yang ada di depanku ini mau bicara tentang hal apa sampai-sampai harus menjauhi sebuah kerumunan. Sepertinya cukup penting.

Aku terus mengikuti pria itu, pria yang aku ketahui sebagai teman sekelasku. Aku tahu namanya tapi tidak begitu mengenal dekat. Hingga kami berhenti tepat di depan gudang yang jarang orang-orang lewati.

Perasaan gelisah dan takut kini mulai menyerangku, namun aku berusaha untuk berpikir positif dan tidak berpikiran yang aneh-aneh.

Febri—nama pria yang ada di depanku ini menatapku begitu intens. Aku tidak begitu nyaman dengan tatapan yang Febri berikan kepadaku.

Kata Ilham Where stories live. Discover now