[SP] 🦅 • Still At The Restaurant

2.1K 286 72
                                    

[Special Chapter!]

. . .

After 6 years.

Kaki jenjang bergerak cepat membelah lorong yang nampak sepi di waktu siang ini.

Tangannya bergerak menekan tombol lift dengan harap pintu besi dihadapan nya segera terbuka,

Dan pria itu sedikit beruntung saat tidak ada seorang pun didalam kotak besi yang biasa disebut lift

Sembari mesin itu bergerak menuju lantai paling dasar, pria tersebut sibuk dengan ponsel digenggaman nya.

"Halo Edgar" suara seseorang menyapa dari ponselnya.

"Halo Kim, tolong reschedule meeting kita hari ini" pinta Edgar kepada si asisten "gue harus ke sekolah anak gue sekarang juga" jelasnya.

"Hah? Kok tiba-tiba banget, bukannya hari ini bukan jadwal lo yang jemput ya Gar?"

"Iya Kim gue tau, cuma gue dapet telepon dari wali kelas nya disuruh dateng ke sekolah"

"I think he is in trouble."

"Gue juga mikir gitu," jawab Edgar sembari berjalan menuju mobil nya yang terparkir di basement.

"Oke kalau gitu gue undur sejam, a hour isn't enough?"

Edgar mengangguk tanpa Kimberly ketahui, "gue usahain."

Dan panggilan dimatikan sepihak oleh Edgar tepat setelah pria itu masuk kedalam mobil.

Honda Civic berwarna putih milik Edgar melesat secepat mungkin, walaupun jalanan Jakarta selalu dalam kondisi padat. Namun Edgar sedikit beruntung karna waktu makan siang sudah berlalu dan jalanan tidak se memuakkan beberapa waktu lalu.

Setelah hampir satu jam Edgar akhirnya dapat memarkirkan mobil kesayangan nya di parkiran sekolah milik anaknya.

Edgar langsung bergegas menuju ruang konseling milik sekolah bergengsi dengan taraf internasional tersebut.

Saat Edgar sampai di depan ruang konseling, wali kelas anaknya sudah menunggu, "Mr.Valdermarn betul?" Edgar mengangguk "Matheo yang meminta saya menghubungi anda" jelas wanita muda itu "boleh saya tau sir? siapanya Theo?"

"Saya papanya."

Wanita muda itu mengangguk, "baik kalau begitu mari kita masuk agar saya bisa menjelaskan alasan saya memanggil sir."

. . .

"Gue gak setuju, menurut gue Jerman bukan tempat yang bagus buat perkembangan bisnis kita Sen"

Seorang pria berjas abu-abu memilih duduk di sofa empuk di tengah ruangan besar, pria itu menatap kawan nya yang baru saja duduk di hadapannya.

"Terus lo mau mempertahankan penghasilan kita di Korea? Jen lo gak baca analisa tim marketing gue, kompetitor kita orang Jepang" Arsen dapat mendengar dengusan kasar dari sosok Jendra. "Kenapa gak kita perbaiki mesin mobil kita? Daripada harus pindah pasar"

"Kerja dua kali dan keuntungan nya masih abu-abu banget," Arsen mengangguk paham "iya gue tau main di Jerman tuh kaya main judi, tapi kalau berhasil Eropa di tangan kita"

"Lo tadi liat presentasi tim kan? Keuntungan nya gila coy!" Arsen menjelaskan nya dengan begitu semangat "Jen lo bisa beli sepuluh rumah di Menteng, atau lo ajak si Nando tiap hari ke Maldives buat makan siang"

ARCANE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang