Dua puluh enam

2.8K 354 33
                                    

Siapa yang tidak akan ciut saat melihat singa mengamuk?, bahkan dalam diamnya saja Dia sudah menakutkan, Freen berdiri di belakang Nam, saat tatapan Becky rasanya ingin menelannya hidup-hidup.

Pasalnya, perkataan Pin yang mengatakan jika Becky adalah adik Freen masih Ia rekam sampai saat ini, Becky tidak melakukan pembelaan, tidak membenarkan atau juga menyalahkan pernyataan tersebut, membiarkan Pin dengan keyakinannya tentang dirinya adalah adik dari seorang dokter Freen.

"Nam, jenis Becky ini bisa dikasihin ke penangkaran marga satwa liar gak sih?" Bisiknya pelan.

Nam mengangkat bahunya acuh, Ia sudah terlalu lelah dengan drama yang tiap hari terjadi dengan Mereka, padahal dulu Freen tidak sekonyol ini, Ia sangat dingin bahkan tak tersentuh, tapi lihatlah sekarang, Ia malah seperti kue cubit setengah mateng.

"Freen, sini. "

Suara yang tidak Freen sukai, Ia seperti anjing dengan ekor yang diapit, pertanda takut.

"Boleh telpon 911 gak sih?" Bisiknya lagi.

"Freenky, sini. " Kali ini jauh lebih menyeramkan dibandingkan saldo ATM akhir bulan.

"Iya. "

Mata itu melotot ke arahnya, Freen khawatir bola mata itu melompat keluar dari sana.

"Apa boleh seadik itu?"

"Sayang. "

"Iya, Kak Freen, ada apa?"

Freen meringis saat kalimat itu terdengar nyaring di telinganya, apa ini sebuah petaka?, Ia sepertinya harus mendaftar menjadi sukarelawan di daerah terpencil untuk menghindari amukan Becky setiap hari.

"Dia yang punya pikiran begitu, Aku gak bilang kalau Kamu adik Aku. "

"Oh masa sih Kak Freen, Kak Freenky juga gak ada tuh meluruskan persepsi Dia yang salah. "

"Sayang, Aku udah mau jelasin, cuma Dia aja yang nyela omongan Aku terus. "

"Oh gitu ya Kak Freenky. "

Menelan air liurnya berulang kali, hingga tenggorokannya terasa gersang, namun tetap saja Ia tidak punya alasan lain untuk sebuah pembelaan.

"Sayang, mau apa? nanti Aku beliin deh. "

"Kakak yang baik, tapi Aku lagi gak mau apa-apa nih. "

Nam bergidik ngeri, pasalnya ini pernah terjadi, dan Ia pun juga terkena imbasnya.

"Waduh, mulai lagi. " Nam berjalan sepelan mungkin untuk menghindari ledakan bom molotov yang Freen ciptakan sendiri ini, menjadi dokter saja Ia sudah lelah, Ia tidak ingin menambah beban pikirannya dengan ikut campur dengan masalah kedua pasangan gila itu.

"Aku gak ada sedikitpun kegoda sama Dia, tanya aja sama Nam, iya kan Nam?...

Wajah Becky menatapnya dengan jengah, Freen yang merasa orang yang Ia maksud tidak ada lagi di belakangnya, kelabakan untuk mencari di mana perempuan itu berada.

"Nam? Loh he, di mana? Nam? Nami... Hehe, pergi Sayang orangnya. " Muka Freen memelas terlihat, tapi sama seperti sebelumnya Becky tidak peduli.

"Sayang. " Tambahnya, Freen takut jika wajah dengan senyuman alakadarnya itu tertuju padanya, pasti akan ada sesuatu hal yang terjadi padanya setelah ini.

"Aku pulang dulu ya Kak, dadah Kakak Freen. "

Kali ini Ia merengek, tidak peduli image nya hancur, Freen mengeluarkan jurus batitanya, biasanya Becky akan luluh dengan ini.

"Apaan sih Freen, astaga bikin malu. "

Pernah lihat anak kecil nangis air mata buaya kalau tidak dibelikan mainan?, kurang lebih seperti itu yang terjadi.

"Freen diem, orang liatin Aku, "

Panik?, sangat, semua tatapan mengarah kepada Becky, seperti sedang melakukan hal yang tercela.

"Maafin Aku, Aku janji gak bakal gitu lagi, jangan giniin Aku, maaf, maafin Aku, maaf. "

Semua orang menatapnya seperti ingin mengulitinya saat itu juga.

"Freenky, diem, iss oke fine Aku maafin Kamu, ikut Aku pulang. "

"Berhasil. " Gumamnya, Ia menang lagi.

Melanjutkan drama yang ada bahkan sampai ke parkiran, Ia menangis, wajahnya sangat menyedihkan.

"Diem. "

"Gak bisa. " Jujur Ia kesulitan untuk menghentikan air mata buaya ini.

"Freen. "

"Maafin Aku. " Masih dengan isakan manjanya.

"Oke, ya udah, Kamu gak salah, Aku maafin, Kanu kok jadi manja gini sih? Lupa peran Kamu apa gimana?"

"Gak, abis Kamu marahin Aku. "

Becky tersenyum gemas, Ia mencubit pipi gembul itu lalu mencium bibirnya sekilas, jujur Ia masih kesal dengan sikap Freen yang terlalu menggampangkan apapun.

Wanita dengan wajah berbentuk hati itu terkekeh saat mendengar banyak sekali celotehan berbentuk protes yang Freen layangkan, kesalnya mendadak hilang, Freen terlalu lucu untuk Ia diamkan.

Ciuman itu Ia curi dari bibir yang tak berhenti berbicara, wajah terkejut Freen salah satu yang membuatnya tertawa, menggemaskan.

"Tapi itu apa?"

"Apanya?"

"Itu yang bunyi cup. "

"Cipoknya?"

"Ih fulgar bahasanya. "

"Kan emang itu istilahnya Freen. "

"Kalau biar bisa bunyi cup lagi gimana cara....

Tidak perlu di kode, Becky juga sudah mengerti maksud Freen, Ia mencium lagi bibir itu dengan jauh lebih lama.

"Gak ada bunyi cup nya. " Protes dokter cantik itu lagi.

"Mau bunyi yang lain?"

"Boleh?"

"Gak sih. "

"Kenapa?"

Wajah polos itu bertanya dengan gampangnya, Becky tidak akan pernah selesai dengan kebingungannya, kemana dokter cantik penuh karisma yang Ia kuntit dua tahun lalu, kenapa Ia berubah menjadi jamet seperti ini?.

"Mau lagi. "

"Apanya Freen? Aku bukan anak pramuka ya, gak usah di kode-kode. "

"Bilangin Mama ni. "

"Ngadu aja terus. "

"Mau lagi. "

"Apa? cipoknya?"

Freen mengangguk lucu, mengabulkannya?, pasti, tapi tidak akan ada yang bisa berjalan mulus kalau Nam masih ada di sekitar Mereka.

"Freenky visit. "

 "

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
After met you 2, Last chapter  (Freenbecky) Where stories live. Discover now