Delapan

19.5K 2.7K 157
                                    

Matahari bisa jadi simbol untuk hari baru. Namun bukan berarti, sinarnya mampu menghalau musibah menjauh. Bagi yang tengah dirundung nestapa, putaran jam seolah melambat. Seolah, menitnya membuat tersesat. Seakan, detiknya adalah palu yang menghantam kuat.

Dan Nyala adalah bagian dari orang-orang yang ditimpa kemalangan itu.

Ia baru membuka mata saat seorang perawat ramah mendatanginya. Meminta izin untuk mengganti infusnya dengan yang baru. Tak lupa, mengatakan bahwa pukul sembilan nanti, dokter akan kembali memeriksanya. Ia juga diberitahu bahwa sarapan akan tiba sebentar lagi. Nyala ingat, ia tak mengucapkan apa-apa. Dan ketika perawat itu meninggalkannya, Nyala baru menyadari bahwa ia sendirian di ruangan ini.

Aroma disfusser yang menyegarkan, tetap saja buat dadanya sesak. Sepoi lembut pendingin ruangan yang menemaninya sepanjang malam, kini malah terasa menusuk. Bibirnya mongering, berikut tenggorokkannya. Ia menatap sekeliling, di atas nakas yang tak jauh dari tempatnya berbaring tersedia berbotol-botol air mineral. Ia dapat meraih satu untuknya, tetapi entah kenapa Nyala merasa tak mampu.

Akhirnya, ia memilih memejamkan matanya saja.

Merasakan dunia berputar di sekelilingnya.

Pada akhirnya, hanya ada dia sendiri di dunia ini.

Tak ada tempat tuk bergantung.

Tak ada siapa pun yang bisa ia minta tuk menemani.

Yang ia miliki selama ini adalah saudara tiri yang tak saling peduli. Jadi, saat sakit begini, tak ada yang bisa benar-benar ia kabari. Hubungan kekeluargaan mereka sudah kacau sejak kecil. Ia memiliki satu kakak laki-laki bernama Bagus. Belum menikah, dan Nyala tak tahu pekerjaannya apa. Adik perempuannya menjadi caddy, mengikuti jejak ibu mereka. Mayang namanya. Orang-orang kerap membandingkan kecantikannya dan Mayang di saat-saat mereka sekolah dulu. Mereka sama-sama bertubuh semampai, namun Nyala terlampau kurus sewaktu SMA. Sementara Mayang sudah menjadi primadona sejak menjadi anak baru.

Tetapi ....

Deg.

Sebuah kesadaran menghantam Nyala tiba-tiba. Membuat matanya yang menutup, membuka seketika. Ia menelan ludah dengan payah.

Tidak.

Ia tidak benar-benar sendiri di dunia ini.

Walau setengah mati mengingkari, namun matanya kini justru meluruh menatap bagian perutnya yang tertutup selimut.

Tangannya yang tak terbalut infus, meraba permukaan perutnya dengan susah payah. Tiba-tiba saja, ia merasakan debar nyeri di ulu hati. Air mata yang tak pernah ia perkirakan akan tumpah sepagi ini, mengalir tanpa peduli.

Ya, Tuhan ....

Batinnya menggigil ngilu.

Ya, Tuhan ....

Benaknya memanggil haru.

Ia tak benar-benar sendiri di duniia ini. Ada janin yang sedang berusaha tumbuh di dalam dirinya. Janin yang tak ia harapkan kemunculannya. Janin yang enggan ia terima. Janin yang tak seharusnya ada.

Dirinya hamil.

Seorang Nyala Sabitah yang lahir tanpa seorang ayah, rupanya mengulang keadaan yang sama seperti ibunya.

Dan kini, ia merasa mual.

Pintu ruangannya terketuk cepat, Nyala pikir itu adalah perawat yang datang mengantar sarapan. Atau bisa jadi, dokter visit datang lebih awal dari waktu yang dikatakan oleh perawat tadi. Namun ternyata, yang menghambur ke dalam adalah dua orang temannya. Adisti dan juga Ajeng.

Nyala RahasiaDove le storie prendono vita. Scoprilo ora