P R O L O G

52.3K 3.4K 205
                                    


Resah itu milik mereka.

Desah itu pun kepunyaan keduanya.

Di antara bimbang yang mencekam dada, peluh yang membanjiri raga adalah pertanda bahwa aktivitas mereka bukanlah mimpi semata. Saat kulit beradu kulit, ketika deru menerpa kalbu. Gemetar yang seharusnya syahdu, tampak abu-abu di tengah ragu yang sempat melagu.

Namun pekik haru kala puncak itu terlihat padu, mengaburkan akal yang sempat menggedor nurani. Kemudian, malah membuat pria itu memacu tanpa henti. Seolah besok, bisa saja mereka berdua mati.

"Ah, Pak!"

Telapak tangannya yang besar meremas bagian membuncah dari wanita di bawah tubuhnya. Menatap sayu wajah ayu yang beberapa kali mungkin pernah menayapanya. Meneliti tiap lekuk tubuh milik seorang staf yang barang kali pernah menunduk hormat saat ia berjalan melewati lobi. Namun, karena tingkat kepeduliannya minim sekali, alih-alih membalas ramah Harun pasti tak peduli.

Tetapi siapa sangka, malam ini mereka justru membagi napas yang sama. Tubuh melekat tanpa busana. Omong kosong yang sebelumnya tak mungkin ia ucap, terlontar bebas saat ia menuntut puncak nirwana.

"Saya akan nikahi kamu."

Harun sudah gelap mata.

"Saya tidak pernah berdusa."

Namun tampaknya, ia gila.

Demi gairah yang membabi buta, ia lontarkan kata yang akan ia sesali ketika akal sehat telah bercokol kembali di kepala.

Demi muaskan hasrat yang menggulung tanpa batas, ia manjakan netra dengan terus menancapkan atensi pada wajah jelita yang berpeluh karenanya.

Demi Tuhan, Harun pasti menyesalinya.

Tetapi, sebelum hal itu terjadi. Biarkan malam ini, ia menjadi seutuhnya laki-laki yang memiliki emosi. Ia ingin menuntaskan hasrat yang menggebu tak tahu malu dalam diri. Jadi, ia akan terus memacu. Tolong, ia harus terus mendayu. Hingga puncak yang ia tunggu meledak tanpa ragu.

Menebar kepuasaan.

Menuntaskan segala keraguan.

Tetapi rupanya, gairah itu tak padam. Harun merasa terus saja mendamba. Walau ia sudah melihat sendiri sedahsyat apa cairanya merembes jatuh. Hasrat untuk terus memacu terus menggelegak dalam darah. Buatnya terus ingin mencumbu sambil memacu. Merasakan kembali bagaimana miliknya memasuki selubung hangat yang akan membungkusnya dalam hasrat.

Sial!

Harun kembali menginginkan wanita ini.

Ya, wanita ini.

Wanita yang masih berada di bawah rengkuhannya.

"Siapa tadi nama kamu?"

Ia bahkan melupakan nama wanita itu.

Tetapi sialannya, ia tak dapat melupakan bagaimana remasan wanita itu di bawah tubuhnya.

Astaga ... Harun benar-benar gila!

Dengan jemari, ia mengelus bibir merona milik sang wanita. Ibu jarinya menyusuri garis bibir itu dengan tatap menggelap. "Nama kamu?" ia mengulangi pertanyaannya. Sebenarnya, tak benar-benar ingin tahu. Sebab kini, ia justru menyelipkan telunjuknya memasuki bibir wanita itu. "Hm?"

"Nyala, Pak," bisik serak dari bibir mungil yang membengkak terdengar lirih. Ia menggeliat saat dadanya kembali disekap. Napasnya yang memburu, berembus satu-satu. Meski kini pusat tubuh mereka tak lagi bertaut, namun ia bisa merasakan bagaimana pandangan laki-laki itu seakan berjanji tuk menerkamnya lagi.

"Nyala?" Harun bertanya dengan kening berlipat bingung. Namun hal itu, tak membuat gerak tangannya meragu. Sebelah tangannya yang meremas dada wanita itu, berhasil membelai pucuknya yang menegang kaku. Sementara satu tangannya yang lain, mengusap paha dalam Nyala yang terasa lembab. Paduan peluh dan hasrat mereka yang baru saja melebur jadi satu, membuat Harun berlama-lama membuai bagian itu. "Nama kamu benar-benar, Nyala?" dari wajahnya yang mungil, pandangan Harun jatuh pada pusat senggamanya yang basah. "Hanya, Nyala?" bibirnya mungkin melontarkan tanya, tetapi percayalah matanya memaku pada bagian yang membuatnya menelan ludah susah payah.

Sial!

Harun ingin memejamkan mata, tetapi entah kenapa ia merasa sayang melewatkan gerak tak nyaman Nyala yang membuat pusat tubuh mereka bersinggunggan.

Bajingan!

Seumur-umur, Harun tak pernah merasa begitu berhasrat.

Demi Tuhan, ia akan membuat perhitungan pada bedebah sialan yang berniat mengacaukan hidupnya.

"Nyala?"

"Heum," Nyala menggigit bibir dengan resah kala kewanitaannya dibelai kaku. "Nyala Sabitah, Pak," dengkusnya demi menyamarkan desah yang hendak meluncur jatuh. "Pak?" tangannya dengan berani mencengkram lengan laki-laki itu. Tak kuat menghadapi sentuhan di dada dan pusat senggama, Nyala memejamkan matanya rapat-rapat.

"Saya berjanji akan menghukum siapa pun yang sudah menjebak kita di sini," ucap Harun tegas. Orang-orang itu pasti akan mendapat ganjaran karena berhasil mempermainkan seorang ketua umum. "Tetapi, demi Tuhan, sepertinya saya tidak bisa berhenti."

Perkataan itu bukan sebuah janji. Melainkan, sesuatu yang kemudian terjadi. Karena, tanpa menunggu lama, Harun kembali menyatukan tubuh mereka lagi.

Ya, lagi.

Bibirnya mengecup tanpa ragu. Membuat banyak tanda baru di sekeliling tulang selangkah wanita itu. Sebelum kemudian, jelajahannya sampai mengulum payudara membuncah milik Nyala Sabitah. Salah seorang staf front liner yang berjaga di kantor utama DPP Nusantara Jaya.

Ah, sepertinya Harun akan terlibat masalah.

Dan tampaknya, penyelesaiannya harus ia tanggung selamanya.

Bagus.

Harun akan menghukum semua orang yang terlibat.

Tetapi sepertinya, semesta pun siap menjatuhkan takdir yang tak terduga untuknya.

Usianya 37 tahun, ia bersumpah enggan menikah.

Namun di sini, ada Nyala Sabitah.

Ck, ia harus apa?

***

selamat datang di dunia baru dengan tokoh yang baru. Duniaku kali ini berisi intrikspolitik, juga polemik masalah romansa yg cukup rumit hahahaa

perkenalkan, ya, tokoh kita kali ini adalah Ketua Umum Partai. 

Namanya, Harun Dierja Aminoto, usianya 37 tahun. Dan tokoh wanitanya, Nyala Sabitah, umurnya 26 tahun. gap mereka jelasss yaa cukup jauuuhh. 

Sebelumnya, cerita ini sudah tayang di Karyakarsa sejak Maret 2023 dan sudah selesai di bulan Nopember 2023.

Akhirnya aku publish di sini buat menambah daftar cerita yang udah aku buat wkwkwk

yg berkenan, selamat mengikuti.

Nyala RahasiaWhere stories live. Discover now